JAKARTA-Caleg Partai Golkar harus berdikari alias mengandalkan kekuatan finansial sendiri. Ketua DPP Partai Golkar Hajriyanto Thohari menyatakan bahwa mekanisme caleg harus berkampanye dengan modal sendiri merupakan tradisi bertahun-tahun di internal Golkar.
“Dari dulu, kalau di Partai Golkar, caleg itu berkampanye sendiri,” ujar Hajriyanto yang juga wakil ketua MPR saat dihubungi kemarin.
Menurut Hajriyanto, sejak era sistem suara terbanyak yang diputuskan Mahkamah Konstitusi (MK) sebelum Pemilu 2009, konsep bahwa parpol adalah peserta pemilu hanya pemahaman de jure.
Secara de facto, para peserta pemilu adalah para caleg yang bertarung di internal dan eksternal. “Caleg yang jadi saat ini betul-betul merupakan usaha dan perjuangan caleg,” ujarnya.
Beban kampanye yang besar di tangan caleg, menurut Hajriyanto, memaksa para calon anggota dewan itu mengeluarkan segala sumber dayanya untuk memenangi persaingan. Namun, jika ditanya berapa besaran dana yang digelontorkan setiap caleg, Hajriyanto mengatakan bahwa itu tidak bisa dipukul rata. “Itu bergantung apakah caleg memiliki sosial kapital atau tidak,” katanya.
Caleg yang mempunyai sosial kapital tentu memiliki keuntungan. Hajriyanto menyatakan, caleg yang sudah memiliki nama di dapil, sudah melakukan investasi jangka panjang, dan memiliki ketokohan tentu tidak memerlukan dana yang sangat besar untuk berkampanye. Sedangkan, caleg yang baru di dapil itu memerlukan infrastruktur yang mahal untuk membangun diri di era keterpilihan dengan suara terbanyak. “Pasang iklan di radio lokal, belum pasang baliho di setiap kecamatan, sampai membayar saksi untuk mengamankan suara,” ungkapnya memberikan gambaran.
Menurut Hajriyanto, seseorang caleg agar dipilih rakyat memerlukan tiga tahap. Caleg itu awalnya harus dikenal. Tidak cukup dikenal, caleg tersebut juga harus disukai publik di dapil. Baru setelah itu caleg akan dipilih oleh publik. “Caleg yang dipilih itu pasti disukai. Nah, yang disukai itu pasti dikenal. Makanya, dana kampanye itu bergantung kepada caleg sendiri,” tandasnya.
Berbeda dengan Golkar, Partai Hanura justru menyiapkan dana untuk calegnya. Bahkan, partai yang dipimpin Wiranto itu tengah merumuskan bantuan dana kampanye yang berbasis karakteristik dan kekuatan di setiap daerah pemilihan.
Sekjen Partai Hanura Dossy Iskandar mengatakan bahwa bantuan partai untuk caleg merupakan bentuk penguatan terhadap kampanye caleg di setiap dapil. “Kami saat ini sedang melakukan pendalaman bagaimana kebutuhan riil cost politik di setiap dapil,” ujar Dossy.
Dia mengatakan bahwa bantuan dana kampanye diberikan dengan pertimbangan matang. Setiap caleg tidak bisa begitu saja menerima dana segar untuk dikelola sendiri. Partai Hanura saat ini tengah melakukan kajian yang hasilnya akan muncul dalam analisis daerah pemilihan (ADP) partai. “ADP itu meliputi berbagai perspektif. Mulai kekuatan politik, pendukung, berapa jumlah pemilih pemula, hingga hal-hal yang mendukung tingkat dukungan caleg,” jelas Dossy.
Dari analisis itu, lanjut Dossy, Partai Hanura akan mengetahui kebutuhan setiap dapil dalam membiayai caleg. Menurut Dossy, besaran bantuan dana kampanye belum bisa dipastikan sebelum analisis itu rampung. “Setiap dapil beda besarannya. Antara Jawa Tengah dan Bengkulu tentu kondisinya berbeda,” ujar caleg di dapil Jawa Timur VIII itu.
Dossy menegaskan, setiap caleg tidak berarti akan menerima dana segar secara langsung. Bantuan dana kampanye tersebut diberikan untuk mendukung kekuatan politik setiap caleg. Partai Hanura hingga kini masih berkonsentrasi kepada konsep dan hasil sehingga belum menentukan siapa pengelola dana bantuan kampanye caleg itu. “Apakah bantuan logistik atau alat peraga, kami juga belum tahu,” tandasnya. (bay/c4/agm/jpnn)