MUI kemudian mencatat ketentuan hukum dan rekomendasi. Pertama, penyelenggaraan jaminan sosial oleh BPJS Kesehatan, terutama yang terkait dengan akad antar para pihak, tidak sesuai dengan prinsip syari’ah, karena
mengandung unsur gharar, maisir dan riba.
Kedua, MUI mendorong pemerintah untuk membentuk, menyelenggarakan, dan melakukan pelayanan jaminan sosial berdasarkan prinsip syari’ah dan melakukan pelayanan prima.
Sebentar! Tak cukup sampai di situ, MUI juga punya dasar menetapkan hal yang bagi sebagian atau bahkan banyak pihak dianggap menghebohkan ini.
Dasar dari penetapannya antara lain berdasarkan firman Allah di QS. al-Baqarah: 275-280, Ali Imran [3]: 130, kemudian QS An Nisa’: 36-39, QS Al-Baqarah: 177, kemudian QS At Taubah: 71, dan QS Al Maidah: 2.
MUI juga menetapkan ini berdasarkan dalil-dalil dalam hadits yang antara lain diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim.
Dari Ketua Bidang Fatwa MUI, KH Ma’ruf Amin saat dihubungi JPNN.com, Selasa (28/7) malam sudah membenarkan adanya fatwa tersebut. “Ya BPJS (Kesehatan) yang ada sekarang itu belum ada yang syariah, masih konvensional semua. Jadi memang harus ada BPJS yang diloloskan secara syariah,” kata Ma’ruf.
MUI, kata Ma’ruf mendorong agar pemerintah segera merubah sistem BPJS Kesehatan syariah. Bahkan dia menggolongkan kondisi BPJS Kesehatan dalam kondisi darurat. “Ya betul. Sesegera mungkin (bentuk yang syariah). Ya itulah, itu yang jadi darurat, karena wajib BPJS tapi sistemnya belum ada yang syariah,” tuturnya. (adk/fat/boy/jpnn)