30 C
Medan
Saturday, June 29, 2024

KPK Sita 13.000 Dolar Singapura

JURU Bicara KPK Febri Diansyah menyatakan, sementara ini pihaknya telah mengamankan uang SGD 13.000 atau setara Rp139,516 juta dalam operasi tangkap tangan (OTT) di PN Medan. Uang itu diduga berkaitan dengan perkara tindak pidana korupsi (tipikor) dengan terdakwa Tamin Sukardi yang disidangkan di pengadilan tersebut.

Setelah mengamankan uang dan sejumlah barang bukti, tim KPK membawa empat orang ke Jakarta. Yakni, Ketua PN Medan Marsudin Nainggolan, dua panitera Oloan Sirait dan Elpandi serta seorang pegawai Tamin. Mereka dibawa ke gedung KPK untuk pemeriksaan lebih lanjut. “Ada sejumlah hal yang perlu diklarifikasi lagi,” ujar Febri tadi malam.

KPK belum memutuskan status hukum para pihak yang diamankan. Namun, dari sejumlah barang bukti tersebut OTT itu diduga berkaitan dengan perkara Tamin Sukardi yang baru saja divonis di PN Medan sehari sebelumnya. KPK memiliki waktu 1 x 24 jam untuk menentukan status para pihak yang diamankan. “Kami belum bisa spesifik (sebelum pemeriksaan selesai dilakukan, Red),” imbuh dia.

Meski belum mendapat informasi lebih lanjut, Jubir Mahkamah Agung (MA) Suhadi menuturkan, instansinya menyesalkan perbutan hakim yang bersangkutan. ”Sangat kami sayangkan perbuatan seperti itu. Karena mencoreng nama lembaga,” ujarnya kemarin. Dia mengakui hanya beberapa orang saja yang berbuat curang. Namun, dampaknya turut merusak nama lembaga peradilan. Termasuk di antaranya MA.

Suhadi pun menyampaikan bahwa MA sudah berulang kali mengumpulkan pimpinan lembaga peradilan di seluruh Indonesia. MA tidak pernah berhenti mengingatkan agar setiap pimpinan lembaga peradilan di bawah naungan mereka secara konsisten membina sekaligus mengawasi hakim maupun pegawai instansi masing-masing. Tujuannya supaya mereka taat. ”Dari pimpinan diharapkan bisa menularkan ke bawahan,” terang dia.

Tidak hanya itu, sejumlah aturan sudah diterbitkan MA guna membentengi hakim maupun pegawai lembaga peradilan dari berbagai godaan yang berpotensi menyalahi aturan. ”Ada Perma Nomor 7, 8, 9 tahun 2016,” imbuh Suhadi. Selain itu, akhir tahun lalu MA juga sudah mengeluarkan maklumat. Namun demikian, semua itu ternyata belum cukup untuk menjauhkan hakim maupun lembaga peradilan dari tindakan koruptif.

Kepala Biro Hukum dan Humas MA Abdullah tidak mengelak soal OTT terhadap hakim di Medan. Dia pun mengakui bahwa itu bukan OTT pertama terhadap hakim atau pegawai lembaga peradilan. ”Persoalannya apa yang menimpa teman yang satu tidak dijadikan pelajaran oleh yang lain,” ungkap dia. Lantaran data dan informasi yang diterima MA belum menyeluruh, dirinya tidak bisa banyak komentar.

MA menyerahkan proses hukum kepada KPK. Sebab, lembaga antirasuah yang punya kewenangan. ”Kalau sudah diingatkan berkali-kali tapi masih dilakukan, ya sudah kewajiban lembaga untuk mengambil tindakan sesuai keputusannya,” terang Abdullah. Sejau ini, sambung dia, pihaknya masih menunggu keterangan resmi dari KPK karena data dan informasi yang mereka miliki masih berasal dari media massa.

Abdullah memastikan, semuanya bakal disampaikan secara gamblang apabila MA sudah mendapat keterangan dari KPK. ”Sampai sekarang kami belum tahu apa yang ditemukan oleh pihak berwenang yang melakukan penindakan,” bebernya. ”Tunggulah, kami akan pasti diberitahu pihak yang berwenang apa yang ditemukan, apa yang dilakukan. Sehingga kami bersama mereka memberikan pernyataan,” tambah dia.

Sementara itu, Jubir Komisi Yudisial (KY) Farid Wajdi menyebutkan bahwa OTT KPK di Medan merupakan tamparan untuk dunia peradilan tanah air. Namun demikian, instansinya percaya lembaga peradilan di Indonesia bisa bangkit. ”Jangan sampai ulah beberapa oknum tersebut menjadi stigma negatif terhadap usaha perbaikan peradilan,” terang pria yang akrab dipanggil Farid itu.

Serupa MA, upaya pencegahan juga sudah berulang dilaksanakan oleh KY. Termasuk di antaranya dengan menggandeng pimpinan lembaga peradilan agar terus berjuang meminimalisir potensi pelanggaran. Namun, OTT KPK kemarin justru turut menyasar pimpinan lembaga peradilan. Karena itu, Farid menyebut harus ada gebrakan. ”Perlu komitmen yang lebih besar dan tindakan konkret, lebih dari sekedar peraturan,” ungkapnya. (tyo/syn/jpg)

JURU Bicara KPK Febri Diansyah menyatakan, sementara ini pihaknya telah mengamankan uang SGD 13.000 atau setara Rp139,516 juta dalam operasi tangkap tangan (OTT) di PN Medan. Uang itu diduga berkaitan dengan perkara tindak pidana korupsi (tipikor) dengan terdakwa Tamin Sukardi yang disidangkan di pengadilan tersebut.

Setelah mengamankan uang dan sejumlah barang bukti, tim KPK membawa empat orang ke Jakarta. Yakni, Ketua PN Medan Marsudin Nainggolan, dua panitera Oloan Sirait dan Elpandi serta seorang pegawai Tamin. Mereka dibawa ke gedung KPK untuk pemeriksaan lebih lanjut. “Ada sejumlah hal yang perlu diklarifikasi lagi,” ujar Febri tadi malam.

KPK belum memutuskan status hukum para pihak yang diamankan. Namun, dari sejumlah barang bukti tersebut OTT itu diduga berkaitan dengan perkara Tamin Sukardi yang baru saja divonis di PN Medan sehari sebelumnya. KPK memiliki waktu 1 x 24 jam untuk menentukan status para pihak yang diamankan. “Kami belum bisa spesifik (sebelum pemeriksaan selesai dilakukan, Red),” imbuh dia.

Meski belum mendapat informasi lebih lanjut, Jubir Mahkamah Agung (MA) Suhadi menuturkan, instansinya menyesalkan perbutan hakim yang bersangkutan. ”Sangat kami sayangkan perbuatan seperti itu. Karena mencoreng nama lembaga,” ujarnya kemarin. Dia mengakui hanya beberapa orang saja yang berbuat curang. Namun, dampaknya turut merusak nama lembaga peradilan. Termasuk di antaranya MA.

Suhadi pun menyampaikan bahwa MA sudah berulang kali mengumpulkan pimpinan lembaga peradilan di seluruh Indonesia. MA tidak pernah berhenti mengingatkan agar setiap pimpinan lembaga peradilan di bawah naungan mereka secara konsisten membina sekaligus mengawasi hakim maupun pegawai instansi masing-masing. Tujuannya supaya mereka taat. ”Dari pimpinan diharapkan bisa menularkan ke bawahan,” terang dia.

Tidak hanya itu, sejumlah aturan sudah diterbitkan MA guna membentengi hakim maupun pegawai lembaga peradilan dari berbagai godaan yang berpotensi menyalahi aturan. ”Ada Perma Nomor 7, 8, 9 tahun 2016,” imbuh Suhadi. Selain itu, akhir tahun lalu MA juga sudah mengeluarkan maklumat. Namun demikian, semua itu ternyata belum cukup untuk menjauhkan hakim maupun lembaga peradilan dari tindakan koruptif.

Kepala Biro Hukum dan Humas MA Abdullah tidak mengelak soal OTT terhadap hakim di Medan. Dia pun mengakui bahwa itu bukan OTT pertama terhadap hakim atau pegawai lembaga peradilan. ”Persoalannya apa yang menimpa teman yang satu tidak dijadikan pelajaran oleh yang lain,” ungkap dia. Lantaran data dan informasi yang diterima MA belum menyeluruh, dirinya tidak bisa banyak komentar.

MA menyerahkan proses hukum kepada KPK. Sebab, lembaga antirasuah yang punya kewenangan. ”Kalau sudah diingatkan berkali-kali tapi masih dilakukan, ya sudah kewajiban lembaga untuk mengambil tindakan sesuai keputusannya,” terang Abdullah. Sejau ini, sambung dia, pihaknya masih menunggu keterangan resmi dari KPK karena data dan informasi yang mereka miliki masih berasal dari media massa.

Abdullah memastikan, semuanya bakal disampaikan secara gamblang apabila MA sudah mendapat keterangan dari KPK. ”Sampai sekarang kami belum tahu apa yang ditemukan oleh pihak berwenang yang melakukan penindakan,” bebernya. ”Tunggulah, kami akan pasti diberitahu pihak yang berwenang apa yang ditemukan, apa yang dilakukan. Sehingga kami bersama mereka memberikan pernyataan,” tambah dia.

Sementara itu, Jubir Komisi Yudisial (KY) Farid Wajdi menyebutkan bahwa OTT KPK di Medan merupakan tamparan untuk dunia peradilan tanah air. Namun demikian, instansinya percaya lembaga peradilan di Indonesia bisa bangkit. ”Jangan sampai ulah beberapa oknum tersebut menjadi stigma negatif terhadap usaha perbaikan peradilan,” terang pria yang akrab dipanggil Farid itu.

Serupa MA, upaya pencegahan juga sudah berulang dilaksanakan oleh KY. Termasuk di antaranya dengan menggandeng pimpinan lembaga peradilan agar terus berjuang meminimalisir potensi pelanggaran. Namun, OTT KPK kemarin justru turut menyasar pimpinan lembaga peradilan. Karena itu, Farid menyebut harus ada gebrakan. ”Perlu komitmen yang lebih besar dan tindakan konkret, lebih dari sekedar peraturan,” ungkapnya. (tyo/syn/jpg)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/