28 C
Medan
Tuesday, July 2, 2024

Pernah Tangani Perokok Berusia Tiga Tahun

Fuad Baradja Berhenti jadi Artis untuk Kampanye Antirokok

 Mantan pesinetron Fuad Baradja berhasil mematahkan mitos bahwa berhenti merokok itu susah. Dengan motivasi dan niat yang kuat, Fuad yang dulu perokok itu kini bisa berhenti merokok secara total. Bahkan, dia kini menjadi aktivis antirokok. Apa resepnya?

SEKARING RATRI A, Jakarta

ANTIROKOK: Mantan pesinetron sekaligus aktivis antirokok Fuad Baradja melaunching bukunya  berjudul Siapa Bilang Rokok Nggak Bisa Bikin Kaya  Jakarta, Jumat (28/12). //SEKARING RATRI A/ Jawa Pos/jpnn
ANTIROKOK: Mantan pesinetron sekaligus aktivis antirokok Fuad Baradja melaunching bukunya yang berjudul Siapa Bilang Rokok Nggak Bisa Bikin Kaya di Jakarta, Jumat (28/12). //SEKARING RATRI A/ Jawa Pos/jpnn

TIDAK terasa, sudah 15 tahun Fuad Baradja berkecimpung di bidang penanggulangan masalah rokok. Selama itu pula dia berurusan dengan para perokok dari berbagai daerah di Indonesia.

Pengalamannya dalam memberikan penyuluhan tentang bahaya merokok maupun saat melakukan terapi dituangkan dalam buku berjudul Siapa Bilang Rokok Nggak Bisa Bikin Kaya!

“Saya benar-benar berharap buku ini bisa sedikit menambah informasi tentang bahaya merokok kepada masyarakat Indonesia. Saya juga berikan informasi yang insya Allah benar dan lengkap tentang permasalahan rokok,” katanya dalam acara launching bukunya di Jakarta kemarin. “Saya ingin membuka mata banyak pihak bahwa merokok itu membuat perokoknya makin miskin dan celaka,” sambungnya.

Pria 52 tahun itu menuturkan, dirinya sengaja menggunakan dua titik, tanda tanya, serta tanda seru pada judul buku tersebut. Itu menandakan bahwa judul buku tersebut belum lengkap. Jika ditulis lengkap, ada dua versi. “Versi pertama, judul di atas akan menjadi Siapa Bilang Rokok Nggak Bisa Bikin Kaya Pegiat Industrinya? Versi kedua Siapa Bilang Rokok Nggak Bisa Bikin Kaya Penyakit? Intinya, banyak masalah yang ditimbulkan oleh rokok,” jelasnya.

Fuad sendiri tidak menyangka bisa menjadi seperti sekarang. Sebab, sebelum menjadi aktivis, pria dari Solo tersebut adalah artis sinetron yang juga perokok. Wajahnya kerap wara-wiri di layar televisi dalam sinetron komedi tenar pada era 90-an Jin dan Jun. Di situ Fuad berperan sebagai ayah Jun.
Pria kelahiran 27 Agustus tersebut tidak memungkiri bahwa dirinya memendam impian untuk menjadi pemain film. Tapi, perjalanan menuju impian tersebut tidak mudah. Dia setidaknya membutuhkan waktu lima tahun hingga akhirnya mendapat peran yang lumayan. Sinetron komedi Jin dan Jun pun berhasil mengangkat nama Fuad.

Namun, upayanya berhenti merokok justru membawanya pada jalan hidup sebagai aktivis. Fuad mengisahkan, dirinya memang tidak tergolong perokok berat. Dia merokok sejak usia 20 tahun. Biasanya, dia menghabiskan sebungkus rokok untuk dua hari. Kebiasaan itu terus berlangsung hingga sebelas tahun kemudian.

Suatu hari pada 1991 Fuad baru merasakan dampak buruk benda kecil mematikan tersebut. Dia menderita batuk yang tak berkesudahan selama beberapa hari.

Karena batuknya makin parah, suami Maria Chrisanty tersebut memutuskan untuk berobat ke dokter. Kendati sudah dua kali berobat, kondisinya tak kunjung membaik. Kali ketiga dia datang untuk berobat, sang dokter menanyakan satu hal kepadanya. “Anda merokok?” ucap Fuad, menirukan pertanyaan sang dokter kala itu. “Saya agak kesal juga. Setelah tiga kali, kenapa dokternya baru nanya saya merokok atau tidak. Akhirnya ya saya bilang iya, Dok, saya merokok,” ujarnya.

Dokter itu pun melanjutkan pertanyaannya. “Kalau Bapak mau sembuh, harus berhenti merokok. Sakit Bapak ini karena rokok,” kata Fuad, menirukan ucapan dokter tersebut.

Terdorong rasa ingin sembuh, sore itu juga dia berhenti merokok. Keesokan harinya, ketika dia bangun, ajaib, batuknya benar-benar hilang.
Masih penasaran, Fuad pun kembali mencoba tidak merokok selama sehari penuh. Hasilnya, dia benar-benar sembuh. Dia mencoba lagi, kali ini untuk sepekan tanpa rokok. “Dan batuk itu hilang. Saya benar-benar merasa sehat,” kenangnya.

Ayah empat anak itu pun membulatkan tekad untuk berhenti merokok secara total. Dia mencoba selama tiga minggu hidup tanpa rokok dan berhasil. Tidak ada tip atau trik khusus. Fuad hanya mengandalkan motivasi dan niat kuat dari dalam dirinya. “Alhamdulillah, sejak saat itu hidup saya benar-benar bersih dari rokok,” terang dia.

Suatu hari pada 1998 Fuad membaca sebuah artikel di koran. Artikel tersebut memberitakan bahwa dana cukai rokok yang diterima pemerintah mencapai Rp3,5 triliun. Angka itu tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan biaya kesehatan yang harus ditanggung pemerintah dan masyarakat untuk menanggulangi dampak buruk rokok yang mencapai empat kali lipatnya.

Isi artikel tersebut mengusik pikiran Fuad. Dia pun tergerak untuk menelusuri sumbernya, yakni Lembaga Menanggulangi Masalah Merokok (LM3) yang kala itu dipimpin Renie Singgih, istri mantan jaksa agung. Dalam hitungan hari, Fuad sudah bisa menemukan Kantor LM3.

“Sampai di sana, sambutannya sangat baik. Saya diberi berbagai pamflet, brosur, dan stiker tentang bahaya merokok. Saya juga mendapatkan penjelasan panjang lebar tentang bahaya rokok bagi kesehatan dari para dokter ahli. Semakin banyak yang saya gali, saya semakin tahu bahwa ternyata masalah rokok itu sangat kompleks dan jauh lebih serius daripada yang saya bayangkan,” jelasnya.

Mengetahui fakta-fakta tersebut, seketika itu juga Fuad memutuskan untuk bergabung dengan LM3. Itulah awal mula Fuad berkecimpung dalam organisasi pengendalian dampak tembakau. Sehari setelah bergabung, Fuad sudah tergerak untuk melakukan sosialisasi. Dia memulai kegiatan tersebut di sekolah dasar (SD) sekitar tempat tinggalnya.

Sejak sosialisasi pertama, Fuad ternyata makin ketagihan. Dia lantas menyasar sekolah-sekolah lain. Saat itu sinetron Jin dan Jun tengah berada dalam masa keemasannya. Fuad pun memanfaatkan popularitasnya untuk melakukan sosialisasi. Selama setahun, setidaknya dia sudah mengunjungi 54 sekolah. Karena dia dikenal banyak orang, sosialisasi bahaya rokok yang dilakukan Fuad cukup efektif. Karena itu pula, pada 2000 dia mendapatkan penghargaan dari menteri kesehatan kala itu, Achmad Sujudi. “Penghargaan tersebut makin memotivasi saya untuk terus menyuarakan kebenaran tentang permasalahan rokok. Supaya masyarakat tahu kebenarannya bahwa rokok itu adiktif serta menyangkut kerugian ekonomi dan sosial juga,” urainya.

Fuad tidak memungkiri, karena order bermain film dan sinetron kian jarang, tingkat kehidupannya turun drastis. Meski begitu, dia masih bisa bertahan. Dia justru makin aktif dalam LM3. Tidak lama kemudian, dia diangkat sebagai ketua Bidang Pendidikan dan Penyuluhan LM3. Dia pun makin sering diundang untuk berbagi ilmu ke berbagai daerah di Indonesia. “Tanpa disadari, saya sangat menikmati wajah-wajah terkesima yang saya saksikan ketika saya memberikan informasi tentang bahaya merokok. Jadi, saya tidak pernah menyesal dengan keputusan meninggalkan ingar-bingar dunia keartisan. Saya yakin, soal rezeki, yang ngatur Allah,” ujarnya.

Sejak 2010, Fuad membuka klinik berhenti merokok di kediamannya. Namanya New Life. Menurut dia, setiap orang yang berhenti merokok pasti kemudian menjalani kehidupan yang baru. Tidak seperti klinik merokok lain, di tempat tersebut dia hanya menjalankan terapi satu sesi dengan waktu paling lama satu jam. Dia juga tidak mematok harga. “Seikhlasnya saja. Mereka punyanya berapa, ya saya terima. Alhamdulillah 60 persen dari pasien saya bisa sembuh dan berhenti merokok,” papar dia.

Dari situ, setiap kali memberikan seminar, Fuad juga merangkap sebagai terapis bagi para perokok yang ingin berhenti. Pasien termudanya bernama Chacha. Dia berasal dari Payakumbuh, Sumatera Barat. Usianya baru tiga tahun. Namun, dia kecanduan rokok sejak usia dua tahun. Yang menarik, kedua orang tuanya bukan perokok. Ibunya kebetulan memiliki warung kelontong kecil yang menjual rokok. “Di sekitaran warung itu banyak anak muda yang membeli rokok dan mengisapnya. Bisa saja para pemuda itu yang menawarkan kepada Chacha. Ibunya sampai berniat menutup warungnya, tapi saya bilang jangan. Nggak papa tetap buka warung, tapi tidak usah jual rokok,” urainya.

Chacha pun diterapi Fuad. Saat menjalani sesi terapi, balita tersebut cukup kooperatif. Ketika Chacha diminta merokok, cara dan gaya merokoknya sangat luwes. Setelah diterapi, Chacha akhirnya mau berhenti merokok. “Chacha adalah korban. Saya sangat terharu waktu menerapi dia. Alhamdulillah sekarang sudah berhenti merokok,” jelasnya. (c11/nw)

Fuad Baradja Berhenti jadi Artis untuk Kampanye Antirokok

 Mantan pesinetron Fuad Baradja berhasil mematahkan mitos bahwa berhenti merokok itu susah. Dengan motivasi dan niat yang kuat, Fuad yang dulu perokok itu kini bisa berhenti merokok secara total. Bahkan, dia kini menjadi aktivis antirokok. Apa resepnya?

SEKARING RATRI A, Jakarta

ANTIROKOK: Mantan pesinetron sekaligus aktivis antirokok Fuad Baradja melaunching bukunya  berjudul Siapa Bilang Rokok Nggak Bisa Bikin Kaya  Jakarta, Jumat (28/12). //SEKARING RATRI A/ Jawa Pos/jpnn
ANTIROKOK: Mantan pesinetron sekaligus aktivis antirokok Fuad Baradja melaunching bukunya yang berjudul Siapa Bilang Rokok Nggak Bisa Bikin Kaya di Jakarta, Jumat (28/12). //SEKARING RATRI A/ Jawa Pos/jpnn

TIDAK terasa, sudah 15 tahun Fuad Baradja berkecimpung di bidang penanggulangan masalah rokok. Selama itu pula dia berurusan dengan para perokok dari berbagai daerah di Indonesia.

Pengalamannya dalam memberikan penyuluhan tentang bahaya merokok maupun saat melakukan terapi dituangkan dalam buku berjudul Siapa Bilang Rokok Nggak Bisa Bikin Kaya!

“Saya benar-benar berharap buku ini bisa sedikit menambah informasi tentang bahaya merokok kepada masyarakat Indonesia. Saya juga berikan informasi yang insya Allah benar dan lengkap tentang permasalahan rokok,” katanya dalam acara launching bukunya di Jakarta kemarin. “Saya ingin membuka mata banyak pihak bahwa merokok itu membuat perokoknya makin miskin dan celaka,” sambungnya.

Pria 52 tahun itu menuturkan, dirinya sengaja menggunakan dua titik, tanda tanya, serta tanda seru pada judul buku tersebut. Itu menandakan bahwa judul buku tersebut belum lengkap. Jika ditulis lengkap, ada dua versi. “Versi pertama, judul di atas akan menjadi Siapa Bilang Rokok Nggak Bisa Bikin Kaya Pegiat Industrinya? Versi kedua Siapa Bilang Rokok Nggak Bisa Bikin Kaya Penyakit? Intinya, banyak masalah yang ditimbulkan oleh rokok,” jelasnya.

Fuad sendiri tidak menyangka bisa menjadi seperti sekarang. Sebab, sebelum menjadi aktivis, pria dari Solo tersebut adalah artis sinetron yang juga perokok. Wajahnya kerap wara-wiri di layar televisi dalam sinetron komedi tenar pada era 90-an Jin dan Jun. Di situ Fuad berperan sebagai ayah Jun.
Pria kelahiran 27 Agustus tersebut tidak memungkiri bahwa dirinya memendam impian untuk menjadi pemain film. Tapi, perjalanan menuju impian tersebut tidak mudah. Dia setidaknya membutuhkan waktu lima tahun hingga akhirnya mendapat peran yang lumayan. Sinetron komedi Jin dan Jun pun berhasil mengangkat nama Fuad.

Namun, upayanya berhenti merokok justru membawanya pada jalan hidup sebagai aktivis. Fuad mengisahkan, dirinya memang tidak tergolong perokok berat. Dia merokok sejak usia 20 tahun. Biasanya, dia menghabiskan sebungkus rokok untuk dua hari. Kebiasaan itu terus berlangsung hingga sebelas tahun kemudian.

Suatu hari pada 1991 Fuad baru merasakan dampak buruk benda kecil mematikan tersebut. Dia menderita batuk yang tak berkesudahan selama beberapa hari.

Karena batuknya makin parah, suami Maria Chrisanty tersebut memutuskan untuk berobat ke dokter. Kendati sudah dua kali berobat, kondisinya tak kunjung membaik. Kali ketiga dia datang untuk berobat, sang dokter menanyakan satu hal kepadanya. “Anda merokok?” ucap Fuad, menirukan pertanyaan sang dokter kala itu. “Saya agak kesal juga. Setelah tiga kali, kenapa dokternya baru nanya saya merokok atau tidak. Akhirnya ya saya bilang iya, Dok, saya merokok,” ujarnya.

Dokter itu pun melanjutkan pertanyaannya. “Kalau Bapak mau sembuh, harus berhenti merokok. Sakit Bapak ini karena rokok,” kata Fuad, menirukan ucapan dokter tersebut.

Terdorong rasa ingin sembuh, sore itu juga dia berhenti merokok. Keesokan harinya, ketika dia bangun, ajaib, batuknya benar-benar hilang.
Masih penasaran, Fuad pun kembali mencoba tidak merokok selama sehari penuh. Hasilnya, dia benar-benar sembuh. Dia mencoba lagi, kali ini untuk sepekan tanpa rokok. “Dan batuk itu hilang. Saya benar-benar merasa sehat,” kenangnya.

Ayah empat anak itu pun membulatkan tekad untuk berhenti merokok secara total. Dia mencoba selama tiga minggu hidup tanpa rokok dan berhasil. Tidak ada tip atau trik khusus. Fuad hanya mengandalkan motivasi dan niat kuat dari dalam dirinya. “Alhamdulillah, sejak saat itu hidup saya benar-benar bersih dari rokok,” terang dia.

Suatu hari pada 1998 Fuad membaca sebuah artikel di koran. Artikel tersebut memberitakan bahwa dana cukai rokok yang diterima pemerintah mencapai Rp3,5 triliun. Angka itu tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan biaya kesehatan yang harus ditanggung pemerintah dan masyarakat untuk menanggulangi dampak buruk rokok yang mencapai empat kali lipatnya.

Isi artikel tersebut mengusik pikiran Fuad. Dia pun tergerak untuk menelusuri sumbernya, yakni Lembaga Menanggulangi Masalah Merokok (LM3) yang kala itu dipimpin Renie Singgih, istri mantan jaksa agung. Dalam hitungan hari, Fuad sudah bisa menemukan Kantor LM3.

“Sampai di sana, sambutannya sangat baik. Saya diberi berbagai pamflet, brosur, dan stiker tentang bahaya merokok. Saya juga mendapatkan penjelasan panjang lebar tentang bahaya rokok bagi kesehatan dari para dokter ahli. Semakin banyak yang saya gali, saya semakin tahu bahwa ternyata masalah rokok itu sangat kompleks dan jauh lebih serius daripada yang saya bayangkan,” jelasnya.

Mengetahui fakta-fakta tersebut, seketika itu juga Fuad memutuskan untuk bergabung dengan LM3. Itulah awal mula Fuad berkecimpung dalam organisasi pengendalian dampak tembakau. Sehari setelah bergabung, Fuad sudah tergerak untuk melakukan sosialisasi. Dia memulai kegiatan tersebut di sekolah dasar (SD) sekitar tempat tinggalnya.

Sejak sosialisasi pertama, Fuad ternyata makin ketagihan. Dia lantas menyasar sekolah-sekolah lain. Saat itu sinetron Jin dan Jun tengah berada dalam masa keemasannya. Fuad pun memanfaatkan popularitasnya untuk melakukan sosialisasi. Selama setahun, setidaknya dia sudah mengunjungi 54 sekolah. Karena dia dikenal banyak orang, sosialisasi bahaya rokok yang dilakukan Fuad cukup efektif. Karena itu pula, pada 2000 dia mendapatkan penghargaan dari menteri kesehatan kala itu, Achmad Sujudi. “Penghargaan tersebut makin memotivasi saya untuk terus menyuarakan kebenaran tentang permasalahan rokok. Supaya masyarakat tahu kebenarannya bahwa rokok itu adiktif serta menyangkut kerugian ekonomi dan sosial juga,” urainya.

Fuad tidak memungkiri, karena order bermain film dan sinetron kian jarang, tingkat kehidupannya turun drastis. Meski begitu, dia masih bisa bertahan. Dia justru makin aktif dalam LM3. Tidak lama kemudian, dia diangkat sebagai ketua Bidang Pendidikan dan Penyuluhan LM3. Dia pun makin sering diundang untuk berbagi ilmu ke berbagai daerah di Indonesia. “Tanpa disadari, saya sangat menikmati wajah-wajah terkesima yang saya saksikan ketika saya memberikan informasi tentang bahaya merokok. Jadi, saya tidak pernah menyesal dengan keputusan meninggalkan ingar-bingar dunia keartisan. Saya yakin, soal rezeki, yang ngatur Allah,” ujarnya.

Sejak 2010, Fuad membuka klinik berhenti merokok di kediamannya. Namanya New Life. Menurut dia, setiap orang yang berhenti merokok pasti kemudian menjalani kehidupan yang baru. Tidak seperti klinik merokok lain, di tempat tersebut dia hanya menjalankan terapi satu sesi dengan waktu paling lama satu jam. Dia juga tidak mematok harga. “Seikhlasnya saja. Mereka punyanya berapa, ya saya terima. Alhamdulillah 60 persen dari pasien saya bisa sembuh dan berhenti merokok,” papar dia.

Dari situ, setiap kali memberikan seminar, Fuad juga merangkap sebagai terapis bagi para perokok yang ingin berhenti. Pasien termudanya bernama Chacha. Dia berasal dari Payakumbuh, Sumatera Barat. Usianya baru tiga tahun. Namun, dia kecanduan rokok sejak usia dua tahun. Yang menarik, kedua orang tuanya bukan perokok. Ibunya kebetulan memiliki warung kelontong kecil yang menjual rokok. “Di sekitaran warung itu banyak anak muda yang membeli rokok dan mengisapnya. Bisa saja para pemuda itu yang menawarkan kepada Chacha. Ibunya sampai berniat menutup warungnya, tapi saya bilang jangan. Nggak papa tetap buka warung, tapi tidak usah jual rokok,” urainya.

Chacha pun diterapi Fuad. Saat menjalani sesi terapi, balita tersebut cukup kooperatif. Ketika Chacha diminta merokok, cara dan gaya merokoknya sangat luwes. Setelah diterapi, Chacha akhirnya mau berhenti merokok. “Chacha adalah korban. Saya sangat terharu waktu menerapi dia. Alhamdulillah sekarang sudah berhenti merokok,” jelasnya. (c11/nw)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/