Site icon SumutPos

Guru Besar USU: Eks Gafatar Harus Disterilkan

FOTO: Aloysius Jarot Nugroho/Antara Sejumlah mantan anggota Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) berkumpul di tempat penampungan sementara di Asrama Haji Donohudan, Boyolali, Jawa Tengah, Senin (25/1/2016).
FOTO: Aloysius Jarot Nugroho/Antara
Sejumlah mantan anggota Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) berkumpul di tempat penampungan sementara di Asrama Haji Donohudan, Boyolali, Jawa Tengah, Senin (25/1/2016).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pemulangan mantan anggota Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) dari Kalimantan ke daerah asal masing-masing dikhawatirkan akan menimbulkan masalah baru. Paham Gafatar yang masih melekat di benak mantan anggotanya sewaktu-waktu dapat tumbuh dan besar kembali saat mereka berbaur dengan masyarakat.

Hal ini dikatakan Guru Besar USU, Prof Dr Syafruddin Pohan Msi saat ditemui di Universitas Sumatera Utara (USU), Jumat (29/1) sore. Dalam kesempatan itu, Syafruddin juga mengungkapkan kekecewaannya terhadap pemerintah dan kepolisian. “Menurut saya pemerintah harus cepat bertindak mengatasi masalah ini,” katanya.

Tindakan yang dimaksud bisa berupa sosialiasi kepada masyarakat sehingga yang lain tidak terkontaminasi dalam hal penyebaran ajaran Gafatar.

Apalagi Gafatar sudah menyebarkan ajarannya sekitar lima tahun lebih, jadi dugaan antara pembiaran dan tidak mengetahui menjadi sedikit. Pendeteksian yang lemah oleh pemerintah menjadikan organisasi ini berakar rumput. Polisi juga menjadi bahan pembicaraan pemerhati sosial ini. “Polisi seharusnya masuk ke dalam untuk melakukan penyelidikan, lakukan observasi,” pinta Syafruddin.

Keberadaan teroris saja lanjut Syarifuddin dengan cepat diketahui keberadaannya, kenapa eksistensi Gafatar susah diketahui. Begitupun, kata dosen USU itu, polisi sudah dapat turun tangan untuk mengetahui metode dan pola yang Gafatar lakukan. Proses yang selama ini tengah terjadi yaitu proses pemulangan mantan anggota Gafatar juga dikomentari berbeda oleh Syafruddin.

“Masyarakat yang dipulangkan ke daerah masing-masing apakah keputusan itu tepat? Menurut saya adanya tahapan yang harus dilalui sebelum mereka (mantan anggota Gafatar) membaur di masyarakat,” terangnya.

Mengapa perlu tahapan sebelum pembauran, karena mantan anggota Gafatar mempunyai sesuatu paham baru dalam keyakinannya. Kekawatiran pun dimulai ketika paham Gafatar masih ada dalam benak mantan anggotanya yang sewaktu-waktu dapat tumbuh dan besar kembali. Dia menambahkan pemerintah yang memulangkan sebaiknya lebih dulu melakukan sterilisasi pada mantan anggota Gafatar.

“Baiknya mantan anggota yang dipulangkan itu disterilisasi sehingga dogma yang melekat di dalam benak mantan anggotanya bisa berangsur dihapus dan hal itu dilakukan terus sampai mantan anggota telah mencapai standard,” harapnya kepada pemerintah.

Setelah melewati standard maka mereka dapat berbaur dengan masyarakat. Di samping itu masyarakat yang akan dimasuki oleh mantan anggota Gafatar harus diyakinkan pemerintah melalui sosialisasinya bahwa mereka memang sudah steril dari ajaran sesat. Dengan begitu, masyarakat yang menerima bisa berbesar hati.

Syafruddin juga menyayangkan koleganya Dadang Dermawan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang menjabat sebagai Ketua Umum Gafatar Sumut. “Iya, dia teman sesama dosen di fakultas. Dia sudah masuk ke Gafatar sejak empat tahun belakangan, bahkan dia Ketua Umum Gafatar Sumut,” katanya.

Dia tak habis pikir kenapa Dadang Dermawan yang memiliki daya kritis tinggi dapat terhanyut ke organisasi Gafatar. “Saya belum pernah berinteraksi dengannya setelah mencuat di media, Dadang itu aktivis mahasiswa, aktif di HMI, makanya saya heran,” ucapnya.

Menurut keterangannya, sebelum Dadang pergi beberapa waktu lalu untuk melanjutkan pendidikan strata 3 di Universitas Diponegoro, Semarang. Dia melanjutkan pendidikan di UNDIP Semarang. Lalu belakangan diketahui Dadang berada di Mempawah, Kalimantan Barat. Tak berapa lama berita tentang ajaran sesat Gafatar mencuat, Dadang mengundurkan diri sebagai Ketua Umum Gafatar Sumut. “Bahkan menurut informasi yang saya terima, Dadang mengundurkan diri sebagai dosen,” tandasnya.

Sedikitnya ada 301 warga Sumatra Utara (Sumut) yang terlibat dalam organisasi Gafatar. Dimana 26 diantaranya merupakan warga Kota Binjai. Setelah aliran Gafatar dibubarkan, maka mereka akan dikembalikan ke kediaman masing-masing. Pemko Binjai sendiri mengaku telah mempersiapkan segala sesuatunya untuk menyambut kepulangan warganya.

“Kita telah siapkan tim untuk menyambut kepulangan 301 warga Sumut yang terlibat Gafatar, sebab 26 diantara warga Binjai,” kata Kepala Kesbang Polinmas Binjai, Janu Asmadi Lubis, Jumat (29/1) siang.

Sebelum dipulangkan ke daerah masing-masing, sejauh ini kata dia, ke 301 warga Sumut yang terlibat Gafatar akan dititipkan di barak Lanut Medan termasuk 26 warga Kota Binjai yang terdiri dari 6 kepala keluarga (KK). “Ini sudah termasuk pengungsi Suria yang cara pandangnya harus diluruskan dan sikologinya harus dibenarkan terkait pandangan mereka terhadap ajaran agama,” terang Janu.

“Untuk itu, mereka memang harus kita rehabilitasi agar pandangan mereka tentang ajaran dan aliran serta agama kembali ke jalan yang benar dan tidak menyimpang. Organisasi ini sangat berbahaya, mereka mencoba membentuk negara sendiri, jelas ini dapat memecah belah persatuan kita, makanya organisasi ini wajib dibasmi,” tandasnya. (ham/bam/deo)

Exit mobile version