Soal Fatwa MA dalam Kasus Simulator SIM
JAKARTA – Tersangka kasus dugaan korupsi simulator SIM Irjen Djoko Susilo ternyata belum mengajukan permintaan fatwa dari Mahkamah Agung. Padahal, mantan Gubernur Akademi Kepolisian itu menyebut fatwa tersebut sebagai alasan mangkir dari panggilan pemeriksaaan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
Kepada Jawa Pos (grup Sumut Pos), Kabiro Hukum dan Humas MA, Ridwan Mansyur mengatakan, kalau mekanisme pengeluaran fatwa umumnya muncul dari permintaan. Bisa berasal dari lembaga tertentu DPR, hingga masyarakat umum. Tanpa adanya permintaan, MA dipastikan tidak mengeluarkan fatwa apapun.
“Belum ada surat permintaan yang masuk tentang permintaan fatwa (dalam kasus korupsi simulator SIM),” ujarnya.
Dia memastikan hal itu setelah mengecek ke bagian kepaniteraan MA per Jum’at (28/9) sebelum pulang kantor. Kalaupun ada surat yang berkaitan tentang kasus itu, Ridwan menyebut hanya tembusan pemberitahuan dilakukannya penyidikan.
Seperti diberitakan sebelumnya, Juniver Girsang, kuasa hukum Djoko Susilo menyebut kalau kliennya menolak memenuhi panggilan KPK karena masih ada dualisme penyidikan. Dia beralasan menunggu pendapat dari MA yang umumnya berupa fatwa. Nah, fatwa itu menurutnya bisa menjadi bagian dari kepastian hukum.
Bagaimana kalau setelah ini pihak Djoko meminta fatwa? Ridwan tidak mempermasalahkan itu. Dia mengaku kalau MA siap menjawab persoalan hukum yang terjadi pada kasus tersebut. “Kalau masalahnya memang serius, biasanya akan dibawa ke rapat pimpinan. Baru ditentukan apakah perlu fatwa atau tidak,” jelasnya.
Kalau MA tidak menganggap perlu fatwa, biasanya hanya diberi jawaban tertulis atau melakukan pertemuan biasa. Diakuinya, kalau MA tidak bisa begitu saja mengeluarkan fatwa, sebab hal itu cukup krusial dan dilakukan secara selektif. Bahkan, bukan tidak mungkin kalau masalah Djoko Susilo hanya diselesaikan oleh panitera saja.
“Memang begitu, tidak selamanya dijawab dengan fatwa. Bisa juga mereka datang ke MA, lantas pihak kami memberikan penjelasan,” urainya. Pernyataan itu sekaligus menjawab pertanyaan berapa lama biasanya surat ditanggapi MA. Semua tergantung urgensi dari tiap masalah. Apakah diselesaikan melalui rapat, atau melalui temu muka.
Juru Bicara KPK Johan Budi S.P mengatakan, pemanggilan kedua Djoko tidak akan terpengaruh langkah kuasa hukum tersangka dalam meminta fatwa MA. “Itu hak mereka,” kata Johan.
Pemeriksaan Djoko tetap akan dilakukan tanpa menunggu fatwa yang dimintakan ke MA.
Manuver yang dilakukan oleh Djoko juga dinilai tidak konsisten dengan pandangan hukumnya. Djoko pernah diperiksa dua kali sebagai saksi oleh Mabes Polri. Jika Djoko mempermasalahkan dualisme penyidikan, semestinya ia juga tidak datang ketika dipanggil sebagai saksi di Trunojoyo, sebutan markas Mabes Polri. “DS kan sudah dua kali diperiksa sebagai saksi di Mabes,” kata Johan.
Di bagian lain, Kejaksaan Agung (Kejagung) sangat menyayangkan penyidikan korupsi simulator SIM menjadi polemik. Apalagi setelah pihak Djoko memanfaatkannya untuk mangkir dari pemeriksaan KPK dengan alasan dobel penyidikan. Padahal, Djoko hanya menjadi tersangka di KPK. Di Mabes Polri dia berstatus sebagai saksi.
Pihak yang menjadi “tersangka besama” adalah mantan Wakil Kepala Korlantas Brigjen Pol Didik Purnomo, Direktur PT Citra Mandiri Metalindo Abadi (CMMA) Sukotjo S. Bambang, dan Direktur PT Inovasi Teknologi Indonesia (ITI) Budi Susanto. Namun, pihak Djoko tetap mempertanyakan penyidikan ganda kasus ini secara keseluruhan.
Jaksa Agung Basrief Arief meminta Polri dan KPK berbesar hati untuk menjadikan pemberantasan korupsi sebagai tujuan. (jpnn)