30 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

DPR Sahkan APBN 2021, Anggaran Pendidikan Rp550 T, Kesehatan Rp169 T

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – DPR menyetujui RUU APBN 2021 menjadi UU dalam Rapat Paripurna DPR, Selasa (29/9), di Kompleks Parlemen, Jakarta. Pengambilan keputusan dilakukan setelah mendengarkan laporan Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Said Abdullah, terkait proses dan hal yang ditetapkan dalam pembahasan RUU APBN 2021 antara DPR dan pemerintah.

DRAF: Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, menerima draf RUU APBN 2021 menjadi UU dalam Rapat Paripurna DPR, Selasa (29/9), di Kompleks Parlemen, Jakarta.
DRAF: Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, menerima draf RUU APBN 2021 menjadi UU dalam Rapat Paripurna DPR, Selasa (29/9), di Kompleks Parlemen, Jakarta.

“Apakah RUU APBN Tahun Anggaran 2021 dapat disetujui dan disahkan menjadi UU?,” tanya Ketua DPR, Puan didampingi Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin dan Rahmat Gobel, yang dijawab setuju oleh para anggota yang hadir secara fisik maupun virtual. Rapat juga dihadiri Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

Said Abdullah menjelaskan dalam RUU APBN ditetapkan asumsi makro yakni pertumbuhan ekonomi 2021 sebesar 5 persen, inflasi 3 persen, kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat Rp14.600. Kemudian tingkat suku bunga surat berharga negara (SBN) 10 tahun adalah 7,29 persen, harga minyak mentah USD 4,5 per barel, lifting minyak bumi 705 ribu barel per hari, lifting gas bumi 1007 barel per hari.

Politikus PDI Perjuangan itu menambahkan bahwa sasaran pembangunan antara lain, tingkat pengangguran terbuka 7,7-9,1 persen, tingkat kemiskinan 9,2-9,7 persen, gini ratio 0.377-0.379 poin, indeks pembangunan manusia (IPM) 72,72-72,95 poin, nilai tukar petani dan nilai tukar nelayan sama yakni 102-104 poin. “Dengan asumsi dasar ekonomi makro yang disepakati maka pendapatan negara dalam APBN 2021 adalah Rp1.743,65 triliun,” kata Said membacakan laporan. Said memerinci pendapatan itu terdiri dari penerimaan dalam negeri Rp1.742,75 triliun, hibah Rp0,90 triliun.

Penerimaan dalam negeri terdiri dari penerimaan perpajakan Rp1.444,54 triliun yang bersumber dari PPh Rp683,77 triliun, PPN Rp518,55 triliun, PBB Rp14,8 triliun, cukai Rp180 triliun. Kemudian pajak lainnya Rp12,43 triliun serta pajak perdagangan internasional Rp34, 96 triliun. Sedangkan untuk PNBP ditetapkan Rp298,20 triliun yang bersumber dari penerimaan sumber daya alam migas Rp74,99 triliun,  penerimaan SDA nonmigas Rp29,11 triliun, PNBP lainnya Rp109,17 triliun.

Sementara pendapatan badan layanan umum (BLU) Rp58,79 triliun, serta pendapatan pemerintah dari kekayaan negara yang dipisahkan Rp26,13 triliun. Dari sisi pengeluaran negara, belanja pada 2021 adalah Rp2.750  triliun, terdiri dari belanja pemerintah pusat Rp 1945,5 triliun, dan transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) Rp 795,5 triliun.

Pada 2021 juga, lanjut Said, anggaran kesehatan ditetapkan Rp169,72 triliun atau setara 6,2 persen dari total belanja negara. Anggaran itu dialokasikan dalam belanja pemerintah Rp130,67 triliun dan TKDD Rp39,05 triliun. Sementara itu, Said melanjutkan, untuk TKDD 2021 ditetapkan Rp795,48 triliun, terdiri dari transfer ke daerah Rp723,48 triliun dan dana desa Rp72 triliun dan masih banyak lagi pemaparan anggaran di dalam rincian APBN 2021 tersebut. (boy/jpnn/ila)

Dana transfer daerah tersebut terdiri dari dana perimbangan Rp688,68 triliun, dana insentif daerah Rp13,5 triliun, dana otsus, serta dana keistimewaan DIY Rp21,30 triliun

Dia memerinci belanja pusat terdiri dari belanja kementerian/lembaga Rp1.031,96 triliun. “Terhadap belanja kementerian/lembaga, Banggar DPR meminta pemerintah menyiapkan indikator yang dapat menunjukkan dampak langsung ke masyarakat dari program prioritas di masing-masing kementerian/lembaga,” katanya.

Dia melanjutkan, untuk belanja non-K/L bersumber dari pengelolaan utang negara Rp373,26 triliun. Ini terdiri dari bunga utang Rp335,11 triliun, pembayaran bunga utang luar negeri Rp18,15 triliun. Berikutnya adalah pengelolaan subsidi Rp175,35 triliun yang terdiri dari subsidi energi Rp110,51 triliun, dan subsidi nonenergi Rp64,84 triliun. Anggaran pengelolaan program subsidi energi tersebut terdiri dari subsidi BBM dan elpiji tiga kilogram Rp56,92 triliun, dan subsidi listrik Rp53,59 triliun.

Said menjelaskan, terkait kebijakan subsidi gas elpiji tiga kilogram, pemerintah sudah mulai mendata masyarakat yang berhak menerima. Ini terintegrasi dengan data masyarakat  miskin atau data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS). “Sehingga pada 2022, subsidi disalurkan kepada orang, tidak kepada produk, tidak kepada komoditas,” katanya.

Menurut Said, data tersebut sudah harus dikumpulkan sejak awal tahun. Sehingga ketika pembahasan awal pendahuluan APBN 2022, data sudah tersedia dan dapat digunakan dalam pembuatan kebijakan. Terkait subsidi listrik, Said mengingatkan supaya diberikan tepat sasaran bagi seluruh pelanggan rumah tangga daya 450 VA, dan rumah tangga miskin, rentan miskin daya 900 VA dengan mengacu DTKS.

Said memaparkan, subsidi nonenergi akan dialokasikan untuk pupuk Rp25,28 triliun, subsidi PSO (public service obligation) Rp6,11 triliun, bunga kredit program Rp 21,70 triliun, dan subsidi pajak Rp 11, 75 triliun.  Untuk program pengelolaan hibah negara Rp6,78 triliun, belanja lainya Rp 223,78 triliun.

Pada 2021, anggaran pendidikan ditetapkan Rp550,01 triliun atau setara 20 persen dari total belanja negara. Anggaran itu terdiri atas belanja pemerintah pusat Rp184,54 triliun, TKDD Rp299,06 triliun, pengeluaran pembiayaan Rp66,41 triliun meliputi dana pengembalian pengembangan dana pendidikan nasional, dana abadi penelitian, dana abadi kebudayaan, dan dana abadi perguruan tinggi.

Pada 2021 juga, lanjut Said, anggaran kesehatan ditetapkan Rp169,72 triliun atau setara 6,2 persen dari total belanja negara. Anggaran itu dialokasikan dalam belanja pemerintah Rp130,67 triliun dan TKDD Rp39,05 triliun. Sementara itu, Said melanjutkan, untuk TKDD 2021 ditetapkan Rp795,48 triliun, terdiri dari transfer ke daerah Rp723,48 triliun dan dana desa Rp72 triliun. Dana transfer daerah tersebut terdiri dari dana perimbangan Rp688,68 triliun, dana insentif daerah Rp13,5 triliun, dana otsus, serta dana keistimewaan DIY Rp21,30 triliun.

Adapun dana perimbangan terdiri dari dana  transfer umum Rp492,25 triliun. Meliputi bagi hasil Rp101,96 triliun dan DAU Rp390,29 triliun, dana transfer khusus Rp196,42 triliun, yang terdiri dari dana alokasi fisik Rp62,25 triliun dan dana alokasi nonfisik Rp131,18 triliun.

Said menjelaskan sikap Fraksi PDIP, Golkar, Gerindra, Nasdem, PKB, Demokrat, PAN dan PPP menyetujui dan menerima RUU APBN 2021 untuk dilanjutkan dalam pembicaraan tingkat dua pengambilan keputusan dalam rapat paripurna untuk disahkan menjadi UU. Sedangkan Fraksi PKS menerima dengan catatan sebanyak 27 butir atas RUU APBN TA 2021 untuk dilanjutkan dalam pembicaraan tingkat dua pengambilan keputusan dalam rapat paripurna. (boy/jpnn)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – DPR menyetujui RUU APBN 2021 menjadi UU dalam Rapat Paripurna DPR, Selasa (29/9), di Kompleks Parlemen, Jakarta. Pengambilan keputusan dilakukan setelah mendengarkan laporan Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Said Abdullah, terkait proses dan hal yang ditetapkan dalam pembahasan RUU APBN 2021 antara DPR dan pemerintah.

DRAF: Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, menerima draf RUU APBN 2021 menjadi UU dalam Rapat Paripurna DPR, Selasa (29/9), di Kompleks Parlemen, Jakarta.
DRAF: Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, menerima draf RUU APBN 2021 menjadi UU dalam Rapat Paripurna DPR, Selasa (29/9), di Kompleks Parlemen, Jakarta.

“Apakah RUU APBN Tahun Anggaran 2021 dapat disetujui dan disahkan menjadi UU?,” tanya Ketua DPR, Puan didampingi Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin dan Rahmat Gobel, yang dijawab setuju oleh para anggota yang hadir secara fisik maupun virtual. Rapat juga dihadiri Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

Said Abdullah menjelaskan dalam RUU APBN ditetapkan asumsi makro yakni pertumbuhan ekonomi 2021 sebesar 5 persen, inflasi 3 persen, kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat Rp14.600. Kemudian tingkat suku bunga surat berharga negara (SBN) 10 tahun adalah 7,29 persen, harga minyak mentah USD 4,5 per barel, lifting minyak bumi 705 ribu barel per hari, lifting gas bumi 1007 barel per hari.

Politikus PDI Perjuangan itu menambahkan bahwa sasaran pembangunan antara lain, tingkat pengangguran terbuka 7,7-9,1 persen, tingkat kemiskinan 9,2-9,7 persen, gini ratio 0.377-0.379 poin, indeks pembangunan manusia (IPM) 72,72-72,95 poin, nilai tukar petani dan nilai tukar nelayan sama yakni 102-104 poin. “Dengan asumsi dasar ekonomi makro yang disepakati maka pendapatan negara dalam APBN 2021 adalah Rp1.743,65 triliun,” kata Said membacakan laporan. Said memerinci pendapatan itu terdiri dari penerimaan dalam negeri Rp1.742,75 triliun, hibah Rp0,90 triliun.

Penerimaan dalam negeri terdiri dari penerimaan perpajakan Rp1.444,54 triliun yang bersumber dari PPh Rp683,77 triliun, PPN Rp518,55 triliun, PBB Rp14,8 triliun, cukai Rp180 triliun. Kemudian pajak lainnya Rp12,43 triliun serta pajak perdagangan internasional Rp34, 96 triliun. Sedangkan untuk PNBP ditetapkan Rp298,20 triliun yang bersumber dari penerimaan sumber daya alam migas Rp74,99 triliun,  penerimaan SDA nonmigas Rp29,11 triliun, PNBP lainnya Rp109,17 triliun.

Sementara pendapatan badan layanan umum (BLU) Rp58,79 triliun, serta pendapatan pemerintah dari kekayaan negara yang dipisahkan Rp26,13 triliun. Dari sisi pengeluaran negara, belanja pada 2021 adalah Rp2.750  triliun, terdiri dari belanja pemerintah pusat Rp 1945,5 triliun, dan transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) Rp 795,5 triliun.

Pada 2021 juga, lanjut Said, anggaran kesehatan ditetapkan Rp169,72 triliun atau setara 6,2 persen dari total belanja negara. Anggaran itu dialokasikan dalam belanja pemerintah Rp130,67 triliun dan TKDD Rp39,05 triliun. Sementara itu, Said melanjutkan, untuk TKDD 2021 ditetapkan Rp795,48 triliun, terdiri dari transfer ke daerah Rp723,48 triliun dan dana desa Rp72 triliun dan masih banyak lagi pemaparan anggaran di dalam rincian APBN 2021 tersebut. (boy/jpnn/ila)

Dana transfer daerah tersebut terdiri dari dana perimbangan Rp688,68 triliun, dana insentif daerah Rp13,5 triliun, dana otsus, serta dana keistimewaan DIY Rp21,30 triliun

Dia memerinci belanja pusat terdiri dari belanja kementerian/lembaga Rp1.031,96 triliun. “Terhadap belanja kementerian/lembaga, Banggar DPR meminta pemerintah menyiapkan indikator yang dapat menunjukkan dampak langsung ke masyarakat dari program prioritas di masing-masing kementerian/lembaga,” katanya.

Dia melanjutkan, untuk belanja non-K/L bersumber dari pengelolaan utang negara Rp373,26 triliun. Ini terdiri dari bunga utang Rp335,11 triliun, pembayaran bunga utang luar negeri Rp18,15 triliun. Berikutnya adalah pengelolaan subsidi Rp175,35 triliun yang terdiri dari subsidi energi Rp110,51 triliun, dan subsidi nonenergi Rp64,84 triliun. Anggaran pengelolaan program subsidi energi tersebut terdiri dari subsidi BBM dan elpiji tiga kilogram Rp56,92 triliun, dan subsidi listrik Rp53,59 triliun.

Said menjelaskan, terkait kebijakan subsidi gas elpiji tiga kilogram, pemerintah sudah mulai mendata masyarakat yang berhak menerima. Ini terintegrasi dengan data masyarakat  miskin atau data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS). “Sehingga pada 2022, subsidi disalurkan kepada orang, tidak kepada produk, tidak kepada komoditas,” katanya.

Menurut Said, data tersebut sudah harus dikumpulkan sejak awal tahun. Sehingga ketika pembahasan awal pendahuluan APBN 2022, data sudah tersedia dan dapat digunakan dalam pembuatan kebijakan. Terkait subsidi listrik, Said mengingatkan supaya diberikan tepat sasaran bagi seluruh pelanggan rumah tangga daya 450 VA, dan rumah tangga miskin, rentan miskin daya 900 VA dengan mengacu DTKS.

Said memaparkan, subsidi nonenergi akan dialokasikan untuk pupuk Rp25,28 triliun, subsidi PSO (public service obligation) Rp6,11 triliun, bunga kredit program Rp 21,70 triliun, dan subsidi pajak Rp 11, 75 triliun.  Untuk program pengelolaan hibah negara Rp6,78 triliun, belanja lainya Rp 223,78 triliun.

Pada 2021, anggaran pendidikan ditetapkan Rp550,01 triliun atau setara 20 persen dari total belanja negara. Anggaran itu terdiri atas belanja pemerintah pusat Rp184,54 triliun, TKDD Rp299,06 triliun, pengeluaran pembiayaan Rp66,41 triliun meliputi dana pengembalian pengembangan dana pendidikan nasional, dana abadi penelitian, dana abadi kebudayaan, dan dana abadi perguruan tinggi.

Pada 2021 juga, lanjut Said, anggaran kesehatan ditetapkan Rp169,72 triliun atau setara 6,2 persen dari total belanja negara. Anggaran itu dialokasikan dalam belanja pemerintah Rp130,67 triliun dan TKDD Rp39,05 triliun. Sementara itu, Said melanjutkan, untuk TKDD 2021 ditetapkan Rp795,48 triliun, terdiri dari transfer ke daerah Rp723,48 triliun dan dana desa Rp72 triliun. Dana transfer daerah tersebut terdiri dari dana perimbangan Rp688,68 triliun, dana insentif daerah Rp13,5 triliun, dana otsus, serta dana keistimewaan DIY Rp21,30 triliun.

Adapun dana perimbangan terdiri dari dana  transfer umum Rp492,25 triliun. Meliputi bagi hasil Rp101,96 triliun dan DAU Rp390,29 triliun, dana transfer khusus Rp196,42 triliun, yang terdiri dari dana alokasi fisik Rp62,25 triliun dan dana alokasi nonfisik Rp131,18 triliun.

Said menjelaskan sikap Fraksi PDIP, Golkar, Gerindra, Nasdem, PKB, Demokrat, PAN dan PPP menyetujui dan menerima RUU APBN 2021 untuk dilanjutkan dalam pembicaraan tingkat dua pengambilan keputusan dalam rapat paripurna untuk disahkan menjadi UU. Sedangkan Fraksi PKS menerima dengan catatan sebanyak 27 butir atas RUU APBN TA 2021 untuk dilanjutkan dalam pembicaraan tingkat dua pengambilan keputusan dalam rapat paripurna. (boy/jpnn)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/