29 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Syarat Naik Pesawat Bagi Luar Jawa-Bali Kini Boleh Antigen, Protes Bila Diminta PCR

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Persyaratan naik pesawat bagi penumpang luar Pulau Jawa dan Bali kini diperbolehkan menggunakan hasil rapid test antigen nonreaktif. Syarat tersebut, tertuang dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 56 Tahun 2021 dan Surat Edaran (SE) Menteri Perhubungan Nomor 93 Tahun 2021. Karenanya, Ombudsman RI Perwakilan Sumut meminta masyarakat untuk berani protes jika diminta hasil PCR oleh petugas di Bandara.

TES PCR: Petugas medis melakukan tes Covid-19 dengan metode RT-PCR.

Penerbitan aturan baru tersebut mengacu pada Addendum Kedua SE Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Nomor 21/2021, dan berlaku efektif mulai 28 Oktober 2021. Menanggapi aturan terbaru syarat naik pesawat tersebut, Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumatera Utara (Sumut) Abyadi Siregar mengapresiasi kebijakan yang dikeluarkan pemerintah pusat.

“Langkah ini yang sangat ditunggu-tunggu masyarakat khususnya masyarakat Sumut, karena kebijakan yang diambil sangat pro kepada masyarakat,” ujarnya saat dihubungi melalui seluler, Jumat (29/10).

Namun demikian, Abyadi menyatakan, adanya aturan baru itu jangan hanya di atas kertas. Artinya, seringkali aplikasi di lapangan tidak sesuai. “Semua stakeholder terkait supaya benar-benar mematuhi aturan baru tersebut. Jangan sampai pelaksanaan di lapangan, pihak terkait meminta syarat penerbangan kepada penumpang pesawat menggunakan hasil test PCR,” tegasnya.

Karena itu, Abyadi mengimbau, kepada penumpang pesawat di Sumut untuk kritis dan protes apabila diminta hasil test PCR oleh petugas bandara di Sumut. Kepada stakeholder terkait penerbangan, diminta untuk menyosialisasikan aturan baru syarat terbang tersebut. Hal ini agar seluruh masyarakat mengetahui.

“Masyarakat (Sumut) harus berani protes dan menyampaikan argumentasinya jika diminta hasil test PCR ketika naik pesawat (di Sumut). Kalau tetap juga diminta (hasil test PCR), maka silahkan penumpang pesawat itu melapor kepada Ombudsman Sumut dan dilengkapi dengan bukti-bukti. Selanjutnya, kita akan tindaklanjuti,” tandas Abyadi.

Diketahui, Direktur Jenderal Administrasi Wilayah Kemendagri, Safrizal ZA mengatakan, aturan syarat terbang menggunakan hasil rapid test antigen berlaku antar wilayah di luar Jawa dan Bali. Untuk perjalanan dari dan ke Jawa-Bali, wajib menunjukkan hasil tes PCR. “Penumpang yang menggunakan pesawat terbang antarwilayah di luar Jawa dan Bali di samping menunjukkan bukti vaksinasi minimal dosis pertama, juga harus PCR (H-3) atau menunjukkan hasil tes antigen (H-1),” kata Safrizal, Jumat (29/10).

Safrizal menjelaskan, kebijakan itu diambil karena laboratorium PCR di luar Jawa-Bali masih terbatas. Kebijakan itu juga jadi bentuk kewaspadaan dan kehati-hatian pemerintah merespons peningkatan mobilitas masyarakat.

Dia menyampaikan pemerintah akan terus mengevaluasi kebijakan perjalanan jarak jauh sesuai kondisi pandemi. Safrizal memastikan pemerintah mempertimbangkan setiap masukan dari masyarakat.

Lebih lanjut, Safrizal mengingatkan pandemi Covid-19 belum rampung. Dengan demikian, ia meminta seluruh pihak selalu taat protokol kesehatan. “Penerapan disiplin protokol kesehatan tidak boleh kendor dan bahkan terus diperkuat paralel dengan implementasi tracing dan tracking melalui aplikasi PeduliLindungi,” ujar Safrizal.

Sementara, Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub Novie Riyanto mengatakan, penerbitan aturan baru tersebut mengacu pada Addendum Kedua SE Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Nomor 21/2021. “SE baru ini berlaku efektif mulai 28 Oktober 2021,” ujar Novie, Jumat (29/10).

Novie menjelaskan, dalam aturan baru itu mengatur syarat naik pesawat di dalam Jawa-Bali serta dari dan ke Jawa-Bali dengan ketentuan, pertama, wajib menunjukkan kartu vaksin (minimal dosis pertama). Kedua, menunjukkan keterangan negatif RT-PCR (sampel maksimal 3×24 jam), sebelum keberangkatan. Adapun syarat naik pesawat antar daerah di luar Jawa dan Bali, calon pelaku perjalanan disyaratkan, pertama, wajib menunjukkan kartu vaksin (minimal dosis pertama). Kedua, menunjukkan hasil negatif RT-PCR (sampel maksimal 3×24 jam) atau hasil negatif RT-antigen (sampel maksimal 1×24 jam), sebelum keberangkatan.

Dia menuturkan, penerbitan aturan baru ini tetap dalam upaya mencegah terjadinya penyebaran dan peningkatan penularan Covid-19. “Jadi tujuannya untuk melindungi kita semua dari paparan COVID-19. Walaupun begitu, ada pengecualian untuk kewajiban menunjukkan kartu vaksin dengan ketentuan yang masih merujuk pada SE 88/2021,” kata Novie.

Pengecualian pertama, untuk pelaku perjalanan dengan usia di bawah 12 tahun. Kedua, bagi yang memiliki kondisi kesehatan khusus dengan persyaratan wajib melampirkan surat keterangan dokter dari rumah sakit pemerintah, yang menyatakan bersangkutan belum dan/atau tidak dapat mengikuti vaksinasi Covid-19. Ketiga, angkutan udara perintis dan penerbangan angkutan udara di daerah 3TP (tertinggal, terdepan, terluar dan perbatasan), yang pelaksanaannya disesuaikan dengan kondisi daerah masing-masing.

Novie mengungkapkan, pada pengecualian pertama anak-anak yang berusia bawah 12 tahun, harus didampingi orang tua atau keluarga. “Pembuktiannya dengan menunjukkan kartu keluarga (KK), serta memenuhi persyaratan test Covid-19 sebagaimana ketentuan wilayahnya,” ucap dia.

Selama pemberlakuan SE terbaru tersebut, kata Novie, kapasitas penumpang untuk pesawat udara berlorong tunggal (narrow body aircraft) dan pesawat berbadan lebar/lorong ganda (wide body aircraft), dapat lebih dari 70 persen kapasitas angkut (load factor). “Hanya saja, penyelenggara angkutan udara tetap wajib menyediakan tiga baris kursi, yang diperuntukkan sebagai area karantina bagi penumpang yang terindikasi bergejala Covid-19,” ujar Novie.

Adapun kapasitas terminal bandara ditetapkan paling banyak 70 persen dari jumlah penumpang waktu sibuk (PWS) pada masa normal. “Kami terus mengimbau kepada masyarakat para pengguna jasa penerbangan dan juga kepada operator sarana dan prasarana penerbangan, agar tetap menjaga protokol kesehatan dengan ketat. Mari kita bersama-sama mencegah penyebaran Covid-19,” tutupnya.

Harga PCR Turun, KPPU: Ada Keanehan

Sementara, Kepala KPPU Kantor Wilayah (Kanwil) I, Ridho Pamungkas menilai, ada keanehan dalam pemasaran PCR yang turun harga secara drastis. Di mana pemerintah menurunkan tarif tertinggi PCR sebesar Rp275 ribu (Jawa Bali) dan Rp300 ribu (luar Jawa Bali) mulai Rabu (27/10) lalu. Padahal sebelumnya, harga PCR dipatok Rp525 ribu bahkan bisa hingga tembus Rp1 juta.

Ridho menilai, ada keuntungan besar dari ‘dagang’ PCR ini. “Ini aneh juga harga PCR bisa jadi Rp300 ribu. Kalau tidak ditetapkan turun oleh pemerintah, harganya masih Rp525 ribu. Terlalu banyak mengambil untungnya. Kita mau lihat dari hulunya, impornya inilah,” kata Ridho kepada wartawan, Jumat (29/10).

Selain harga, Ridho mengatakan, pihaknya akan melakukan monitoring jumlah alat PCR yang digunakan per harinya. Tapi, ia enggan membeberkan secara terbuka berapa harga sebenarnya alat PCR yang diimpor tersebut.

“Belum bisa kita buka ke publik (harga PCR). Kalau dibandingkan di sejumlah negara. Indonesia tidak terlalu tinggi dan terlalu murah sih untuk penetapan harganya. Kita juga memperbandingkan dari segi produksi dan jualnya. Kita mau lihat apa ada mengambil keuntungan berlebih pada krisis Covid-19 ini,” ucap Ridho.

Disisi lain, Ridho mengatakan harga PCR turun, juga untuk mewaspadai gelombang ketiga Covid-19. Hal itu, langkah kebijakan dari pemerintah. “Ini lebih kebijakan dari pemerintahlah. Covid-19 turun, penerbangan sudah lebih terbuka. Tapi, perlu diwaspadai gelombang ketiga seperti di Cina,” ucap Ridho.

Ia menegaskan dugaan stok PCR yang melimpah menjadi pengawasan pihak KPPU. Sehingga memicu harga turun.  “Dugaannya banyak penyedianya ada kewajaran harga harus turun. Ada kewajiban dari penerbangan mau tidak mau konsumen juga mau harga segitu,” katanya.

Ridho juga mengungkapkan, impor PCR ke Indonesia sebesar 40 persen lebih. Angka itu, menurutnya, terbesar dari impor alat-alat kesehatan yang lainnya untuk penanganan COVID-19 di Tanah Air ini.

Ridho menduga, karena alat PCR ‘banjir’ atau stok melimpah di Indonesia dan diikuti juga banyak layanan PCR itu. Sehingga untuk dapat terjual semuanya. Harga pun, diturunkan menjadi Rp30 ribu. “Jangan-jangan (PCR) impornya sudah banyak, jadi ada kebijakan (turun harga) ini. Apa lagi, alat PCR digunakan untuk penerbangan. Dilihat dari sisi impor sendiri,” kata Ridho.

Secara nasional, Ridho mengungkapkan ada 10 importir menyediakan alat PCR di Indonesia. Dengan itu, pihak KPPU mau lihat hulu dari impor PCR tersebut. “Secara nasional, kita support data masing-masing wilayah untuk dikaji secara nasionallah,” pungkasnya. (ris/gus)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Persyaratan naik pesawat bagi penumpang luar Pulau Jawa dan Bali kini diperbolehkan menggunakan hasil rapid test antigen nonreaktif. Syarat tersebut, tertuang dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 56 Tahun 2021 dan Surat Edaran (SE) Menteri Perhubungan Nomor 93 Tahun 2021. Karenanya, Ombudsman RI Perwakilan Sumut meminta masyarakat untuk berani protes jika diminta hasil PCR oleh petugas di Bandara.

TES PCR: Petugas medis melakukan tes Covid-19 dengan metode RT-PCR.

Penerbitan aturan baru tersebut mengacu pada Addendum Kedua SE Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Nomor 21/2021, dan berlaku efektif mulai 28 Oktober 2021. Menanggapi aturan terbaru syarat naik pesawat tersebut, Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumatera Utara (Sumut) Abyadi Siregar mengapresiasi kebijakan yang dikeluarkan pemerintah pusat.

“Langkah ini yang sangat ditunggu-tunggu masyarakat khususnya masyarakat Sumut, karena kebijakan yang diambil sangat pro kepada masyarakat,” ujarnya saat dihubungi melalui seluler, Jumat (29/10).

Namun demikian, Abyadi menyatakan, adanya aturan baru itu jangan hanya di atas kertas. Artinya, seringkali aplikasi di lapangan tidak sesuai. “Semua stakeholder terkait supaya benar-benar mematuhi aturan baru tersebut. Jangan sampai pelaksanaan di lapangan, pihak terkait meminta syarat penerbangan kepada penumpang pesawat menggunakan hasil test PCR,” tegasnya.

Karena itu, Abyadi mengimbau, kepada penumpang pesawat di Sumut untuk kritis dan protes apabila diminta hasil test PCR oleh petugas bandara di Sumut. Kepada stakeholder terkait penerbangan, diminta untuk menyosialisasikan aturan baru syarat terbang tersebut. Hal ini agar seluruh masyarakat mengetahui.

“Masyarakat (Sumut) harus berani protes dan menyampaikan argumentasinya jika diminta hasil test PCR ketika naik pesawat (di Sumut). Kalau tetap juga diminta (hasil test PCR), maka silahkan penumpang pesawat itu melapor kepada Ombudsman Sumut dan dilengkapi dengan bukti-bukti. Selanjutnya, kita akan tindaklanjuti,” tandas Abyadi.

Diketahui, Direktur Jenderal Administrasi Wilayah Kemendagri, Safrizal ZA mengatakan, aturan syarat terbang menggunakan hasil rapid test antigen berlaku antar wilayah di luar Jawa dan Bali. Untuk perjalanan dari dan ke Jawa-Bali, wajib menunjukkan hasil tes PCR. “Penumpang yang menggunakan pesawat terbang antarwilayah di luar Jawa dan Bali di samping menunjukkan bukti vaksinasi minimal dosis pertama, juga harus PCR (H-3) atau menunjukkan hasil tes antigen (H-1),” kata Safrizal, Jumat (29/10).

Safrizal menjelaskan, kebijakan itu diambil karena laboratorium PCR di luar Jawa-Bali masih terbatas. Kebijakan itu juga jadi bentuk kewaspadaan dan kehati-hatian pemerintah merespons peningkatan mobilitas masyarakat.

Dia menyampaikan pemerintah akan terus mengevaluasi kebijakan perjalanan jarak jauh sesuai kondisi pandemi. Safrizal memastikan pemerintah mempertimbangkan setiap masukan dari masyarakat.

Lebih lanjut, Safrizal mengingatkan pandemi Covid-19 belum rampung. Dengan demikian, ia meminta seluruh pihak selalu taat protokol kesehatan. “Penerapan disiplin protokol kesehatan tidak boleh kendor dan bahkan terus diperkuat paralel dengan implementasi tracing dan tracking melalui aplikasi PeduliLindungi,” ujar Safrizal.

Sementara, Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub Novie Riyanto mengatakan, penerbitan aturan baru tersebut mengacu pada Addendum Kedua SE Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Nomor 21/2021. “SE baru ini berlaku efektif mulai 28 Oktober 2021,” ujar Novie, Jumat (29/10).

Novie menjelaskan, dalam aturan baru itu mengatur syarat naik pesawat di dalam Jawa-Bali serta dari dan ke Jawa-Bali dengan ketentuan, pertama, wajib menunjukkan kartu vaksin (minimal dosis pertama). Kedua, menunjukkan keterangan negatif RT-PCR (sampel maksimal 3×24 jam), sebelum keberangkatan. Adapun syarat naik pesawat antar daerah di luar Jawa dan Bali, calon pelaku perjalanan disyaratkan, pertama, wajib menunjukkan kartu vaksin (minimal dosis pertama). Kedua, menunjukkan hasil negatif RT-PCR (sampel maksimal 3×24 jam) atau hasil negatif RT-antigen (sampel maksimal 1×24 jam), sebelum keberangkatan.

Dia menuturkan, penerbitan aturan baru ini tetap dalam upaya mencegah terjadinya penyebaran dan peningkatan penularan Covid-19. “Jadi tujuannya untuk melindungi kita semua dari paparan COVID-19. Walaupun begitu, ada pengecualian untuk kewajiban menunjukkan kartu vaksin dengan ketentuan yang masih merujuk pada SE 88/2021,” kata Novie.

Pengecualian pertama, untuk pelaku perjalanan dengan usia di bawah 12 tahun. Kedua, bagi yang memiliki kondisi kesehatan khusus dengan persyaratan wajib melampirkan surat keterangan dokter dari rumah sakit pemerintah, yang menyatakan bersangkutan belum dan/atau tidak dapat mengikuti vaksinasi Covid-19. Ketiga, angkutan udara perintis dan penerbangan angkutan udara di daerah 3TP (tertinggal, terdepan, terluar dan perbatasan), yang pelaksanaannya disesuaikan dengan kondisi daerah masing-masing.

Novie mengungkapkan, pada pengecualian pertama anak-anak yang berusia bawah 12 tahun, harus didampingi orang tua atau keluarga. “Pembuktiannya dengan menunjukkan kartu keluarga (KK), serta memenuhi persyaratan test Covid-19 sebagaimana ketentuan wilayahnya,” ucap dia.

Selama pemberlakuan SE terbaru tersebut, kata Novie, kapasitas penumpang untuk pesawat udara berlorong tunggal (narrow body aircraft) dan pesawat berbadan lebar/lorong ganda (wide body aircraft), dapat lebih dari 70 persen kapasitas angkut (load factor). “Hanya saja, penyelenggara angkutan udara tetap wajib menyediakan tiga baris kursi, yang diperuntukkan sebagai area karantina bagi penumpang yang terindikasi bergejala Covid-19,” ujar Novie.

Adapun kapasitas terminal bandara ditetapkan paling banyak 70 persen dari jumlah penumpang waktu sibuk (PWS) pada masa normal. “Kami terus mengimbau kepada masyarakat para pengguna jasa penerbangan dan juga kepada operator sarana dan prasarana penerbangan, agar tetap menjaga protokol kesehatan dengan ketat. Mari kita bersama-sama mencegah penyebaran Covid-19,” tutupnya.

Harga PCR Turun, KPPU: Ada Keanehan

Sementara, Kepala KPPU Kantor Wilayah (Kanwil) I, Ridho Pamungkas menilai, ada keanehan dalam pemasaran PCR yang turun harga secara drastis. Di mana pemerintah menurunkan tarif tertinggi PCR sebesar Rp275 ribu (Jawa Bali) dan Rp300 ribu (luar Jawa Bali) mulai Rabu (27/10) lalu. Padahal sebelumnya, harga PCR dipatok Rp525 ribu bahkan bisa hingga tembus Rp1 juta.

Ridho menilai, ada keuntungan besar dari ‘dagang’ PCR ini. “Ini aneh juga harga PCR bisa jadi Rp300 ribu. Kalau tidak ditetapkan turun oleh pemerintah, harganya masih Rp525 ribu. Terlalu banyak mengambil untungnya. Kita mau lihat dari hulunya, impornya inilah,” kata Ridho kepada wartawan, Jumat (29/10).

Selain harga, Ridho mengatakan, pihaknya akan melakukan monitoring jumlah alat PCR yang digunakan per harinya. Tapi, ia enggan membeberkan secara terbuka berapa harga sebenarnya alat PCR yang diimpor tersebut.

“Belum bisa kita buka ke publik (harga PCR). Kalau dibandingkan di sejumlah negara. Indonesia tidak terlalu tinggi dan terlalu murah sih untuk penetapan harganya. Kita juga memperbandingkan dari segi produksi dan jualnya. Kita mau lihat apa ada mengambil keuntungan berlebih pada krisis Covid-19 ini,” ucap Ridho.

Disisi lain, Ridho mengatakan harga PCR turun, juga untuk mewaspadai gelombang ketiga Covid-19. Hal itu, langkah kebijakan dari pemerintah. “Ini lebih kebijakan dari pemerintahlah. Covid-19 turun, penerbangan sudah lebih terbuka. Tapi, perlu diwaspadai gelombang ketiga seperti di Cina,” ucap Ridho.

Ia menegaskan dugaan stok PCR yang melimpah menjadi pengawasan pihak KPPU. Sehingga memicu harga turun.  “Dugaannya banyak penyedianya ada kewajaran harga harus turun. Ada kewajiban dari penerbangan mau tidak mau konsumen juga mau harga segitu,” katanya.

Ridho juga mengungkapkan, impor PCR ke Indonesia sebesar 40 persen lebih. Angka itu, menurutnya, terbesar dari impor alat-alat kesehatan yang lainnya untuk penanganan COVID-19 di Tanah Air ini.

Ridho menduga, karena alat PCR ‘banjir’ atau stok melimpah di Indonesia dan diikuti juga banyak layanan PCR itu. Sehingga untuk dapat terjual semuanya. Harga pun, diturunkan menjadi Rp30 ribu. “Jangan-jangan (PCR) impornya sudah banyak, jadi ada kebijakan (turun harga) ini. Apa lagi, alat PCR digunakan untuk penerbangan. Dilihat dari sisi impor sendiri,” kata Ridho.

Secara nasional, Ridho mengungkapkan ada 10 importir menyediakan alat PCR di Indonesia. Dengan itu, pihak KPPU mau lihat hulu dari impor PCR tersebut. “Secara nasional, kita support data masing-masing wilayah untuk dikaji secara nasionallah,” pungkasnya. (ris/gus)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/