25 C
Medan
Sunday, September 29, 2024

Tidur Empat Jam sebelum Game, Rajin Curhat dengan Istri

Flexi NBL Indonesia 2011- 2012 tak hanya mengorbitkan rookie. Kompetisi basket tertinggi di Indonesia itu juga memunculkan dua head coach debutan. Salah satu di antaranya ialah pelatih NSH GMC Riau “Tri Adnyanaadi Lokatanaya.

RAGIL UGENG- Solo TRI Adnyanaadi Lokatanaya tak dapat menyembunyikan kebanggaannya saat ditunjuk menjadi head coach NSH GMC Riau.

Setelah lima tahun hanya menjadi asisten di berbagai klub, kesempatan menjadi pelatih kepala akhirnya datang juga.

Namun, dia juga mengaku memiliki beban tersendiri saat memutuskan menukangi NSH. Alasannya, mayoritas pemain NSH belum pernah berlaga di level tertinggi basket Indonesia.

Meski begitu, keinginannya terus berkembang membuatnya berani mengambil kesempatan itu. “Ini ibaratnya saya membangun rumah yang benar-benar baru. Mulai dari pondasi hingga atapnya. Memang memiliki tantangan tersendiri. Tapi selama saya enjoy dan masih memiliki semangat untuk belajar, kenapa tidak?” ujar Tri, sapaan karibnya.

Pengalaman selama lima tahun menjadi asisten pelatih di berbagai klub benar-benar dianggap sangat membantunya. Beberapa klub itu ialah Citra Satria Jakarta, Indonesia Muda, Garuda Bandung, serta Satria Muda Jakarta. Di klub-klub tersebut, Tri berkolaborasi dengan beberapa pelatih kawakan.

Sebut saja W. Amran maupun Fictor Gideon Roring. Bekerja sama dengan para pelatih tersebut benar-benar memberikan pengalaman tersendiri baginya.

Dengan Ito, sapaan karib Fictor, misalnya. Tri belajar bagaimana mempersiapkan sebuah pertandingan dengan semaksimal mungkin.

Salah satunya ialah dengan menganalisispermainantimsendiri dan lawan lewat video.

“Sekarang saat menjadi head coach mungkin tidurnya hanya empat jam kalau esoknya ada pertandingan. Malam sampai pagi menganalisis permainan lewat video. “Tapi ini memang pekerjaan saya. Tidak ada perasaan susah karena saya memiliki kecintaan yang sangat besar di basket,” terang anak pasangan I Wayan Loka dan Ni Luh Widiasih tersebut.

Selain itu, dia juga merasa tertolong denganpengalamannya sebagai mantan pemain nasional. Tri adalah salah satu legenda timnas di posisi forward. Dia membela Merah Putih dalam rentang 1989-2001.

Saat itu, posisi forward selalu diisi I Made “Lolik” Sudiadnyana, Romy Chandra, Antonius Joko Endratmo serta dirinya.

Durasi selama 12 tahun tentu membuat dia sudah banyak makan asam garam sebagai pemain.

Itu dianggap sebagai keuntungan tersendiri ketika harus mengendalikan atau memberikan teladan kepada anak asuhnya.

“Saya juga merasa terbantu karena anak-anak nurut semua. Mereka saat ini sedang dalam eforia tinggi karena bisa bermain di liga basket tertinggi di Indonesia. Namun yang harus terus saya tekankan adalah passion mereka jangan sampai hilang di tengah jalan. Karena di samping eforia, para pemain juga memiliki kebingungan tersendiri,” tambah pelatih kelahiran 3 Oktober 1971 tersebut.

Beban, tantangan serta berbagai permasalahan memang selalu memayunginya sebagai pelatih kepala. Beruntung, dia memiliki seorang istri, Thalila Maya Eka Satya Wati, yang selalu memberikan dukungan penuh kepadanya.

Wanita yang dinikahinya sejak 2005 tersebut selalu mampu menjadi teman curhat yang menyenangkan.

Bukan hanya tentang pekerjaannya sebagai pelatih, melainkan juga mengenai basket secara keseluruhan. Buktinya, sebelum dan sesudah pertandingan, Thalila selalu memberikan dukungan meski kadang hanya lewat telepon.

Padahal, siapa sangka jika sebenarnya sang istri awalnya tak begitu paham dengan dunia basket. Namun, karena terusterusan diajak ngobrol tentang basket, lama-kelamaan Thalila juga mulai tahu seluk beluk olahraga tersebut.

“Ya cuek aja ngajak ngobrolnya.

Meskipun istri saya tidak tahu tentang basket, tetap saja saya ajak ngobrol. Lama-lama kan tahu. Eh sekarang sudah sangat paham dengan basket.” Itu hal yang sangat membantu saya sebagai pelaku di basket,” tegas Tri. (*/diq/jpnn)

Flexi NBL Indonesia 2011- 2012 tak hanya mengorbitkan rookie. Kompetisi basket tertinggi di Indonesia itu juga memunculkan dua head coach debutan. Salah satu di antaranya ialah pelatih NSH GMC Riau “Tri Adnyanaadi Lokatanaya.

RAGIL UGENG- Solo TRI Adnyanaadi Lokatanaya tak dapat menyembunyikan kebanggaannya saat ditunjuk menjadi head coach NSH GMC Riau.

Setelah lima tahun hanya menjadi asisten di berbagai klub, kesempatan menjadi pelatih kepala akhirnya datang juga.

Namun, dia juga mengaku memiliki beban tersendiri saat memutuskan menukangi NSH. Alasannya, mayoritas pemain NSH belum pernah berlaga di level tertinggi basket Indonesia.

Meski begitu, keinginannya terus berkembang membuatnya berani mengambil kesempatan itu. “Ini ibaratnya saya membangun rumah yang benar-benar baru. Mulai dari pondasi hingga atapnya. Memang memiliki tantangan tersendiri. Tapi selama saya enjoy dan masih memiliki semangat untuk belajar, kenapa tidak?” ujar Tri, sapaan karibnya.

Pengalaman selama lima tahun menjadi asisten pelatih di berbagai klub benar-benar dianggap sangat membantunya. Beberapa klub itu ialah Citra Satria Jakarta, Indonesia Muda, Garuda Bandung, serta Satria Muda Jakarta. Di klub-klub tersebut, Tri berkolaborasi dengan beberapa pelatih kawakan.

Sebut saja W. Amran maupun Fictor Gideon Roring. Bekerja sama dengan para pelatih tersebut benar-benar memberikan pengalaman tersendiri baginya.

Dengan Ito, sapaan karib Fictor, misalnya. Tri belajar bagaimana mempersiapkan sebuah pertandingan dengan semaksimal mungkin.

Salah satunya ialah dengan menganalisispermainantimsendiri dan lawan lewat video.

“Sekarang saat menjadi head coach mungkin tidurnya hanya empat jam kalau esoknya ada pertandingan. Malam sampai pagi menganalisis permainan lewat video. “Tapi ini memang pekerjaan saya. Tidak ada perasaan susah karena saya memiliki kecintaan yang sangat besar di basket,” terang anak pasangan I Wayan Loka dan Ni Luh Widiasih tersebut.

Selain itu, dia juga merasa tertolong denganpengalamannya sebagai mantan pemain nasional. Tri adalah salah satu legenda timnas di posisi forward. Dia membela Merah Putih dalam rentang 1989-2001.

Saat itu, posisi forward selalu diisi I Made “Lolik” Sudiadnyana, Romy Chandra, Antonius Joko Endratmo serta dirinya.

Durasi selama 12 tahun tentu membuat dia sudah banyak makan asam garam sebagai pemain.

Itu dianggap sebagai keuntungan tersendiri ketika harus mengendalikan atau memberikan teladan kepada anak asuhnya.

“Saya juga merasa terbantu karena anak-anak nurut semua. Mereka saat ini sedang dalam eforia tinggi karena bisa bermain di liga basket tertinggi di Indonesia. Namun yang harus terus saya tekankan adalah passion mereka jangan sampai hilang di tengah jalan. Karena di samping eforia, para pemain juga memiliki kebingungan tersendiri,” tambah pelatih kelahiran 3 Oktober 1971 tersebut.

Beban, tantangan serta berbagai permasalahan memang selalu memayunginya sebagai pelatih kepala. Beruntung, dia memiliki seorang istri, Thalila Maya Eka Satya Wati, yang selalu memberikan dukungan penuh kepadanya.

Wanita yang dinikahinya sejak 2005 tersebut selalu mampu menjadi teman curhat yang menyenangkan.

Bukan hanya tentang pekerjaannya sebagai pelatih, melainkan juga mengenai basket secara keseluruhan. Buktinya, sebelum dan sesudah pertandingan, Thalila selalu memberikan dukungan meski kadang hanya lewat telepon.

Padahal, siapa sangka jika sebenarnya sang istri awalnya tak begitu paham dengan dunia basket. Namun, karena terusterusan diajak ngobrol tentang basket, lama-kelamaan Thalila juga mulai tahu seluk beluk olahraga tersebut.

“Ya cuek aja ngajak ngobrolnya.

Meskipun istri saya tidak tahu tentang basket, tetap saja saya ajak ngobrol. Lama-lama kan tahu. Eh sekarang sudah sangat paham dengan basket.” Itu hal yang sangat membantu saya sebagai pelaku di basket,” tegas Tri. (*/diq/jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/