JAKARTA – Timnas Indonesia U-19 mampu menjawab ekspektasi besar di pundaknya dengan sempurna. Laos menjadi korban pertama keganasan armada Garuda Muda dalam pertandingan di babak Prakualifikasi Piala Asia U-19 2014. Dalam pertandingan di Stadion Gelora Bung Karno (GBK), Senayan, Jakarta, tadi malam, Indonesia menghajar Laos dengan empat gol.
Nama sang kapten Evan Dimas Darmono layak disebut sebagai salah stau aktor utama di balik kemenangan besar anak asuhan Indra Sjafri tersebut. Bukan hanya sebiji golnya yang diciptakan di satu menit jelang berakhirnya waktu normal, dua gol kemenangan Indonesia lainnya juga tidak lepas dari kreasinya.
Tidak tanggung-tanggung, dua assist dia berikan untuk terciptanya gol dari Muchlis Hadi Ning Syaifulloh. Kedua gol tersebut masing-masing terjadi pada menit ke-10 dan 52. Selain itu, tidak terhitung beberapa kali terobosan ke gawang yang gagal dimanfaatkan menjadi gol.
Satu gol lain didapatkan dari kaki pemain pengganti Paulo Oktavianus Sitanggang di menit ke-83.
Harusnya, empat gol bukan menjadi hasil akhir bagi timnas Merah Putih. Apalagi, pada babak kedua, Laos secara beruntun harus kehilangan dua pemainnya. Sepuluh menit babak kedua, tim Laos sudah bermain dengan sepuluh orang menyusul kartu merah yang diberikan wasit Sukhbir Singh dari Singapura kepada Phithack Kongmathilath.
Kekuatan anak asuhan Chandalaphone Liepvisay tersebut semakin tereduksi usai kartu kuning kedua diterima Xouxana Sihalath pada menit ke-80. Unggul dari jumlah pemain itu mengubah jalannya pertandingan. Permainan Indonesia semakin mendominasi dengan beberapa kali terjadi peluang di depan gawang Laos.
Seharusnya, dalam tempo sepuluh menit setelah Laos bermain dengan sembilan pemain, terjadi banyak gol ke gawang Laos yang dikawal Bounpaseuth Niphavong. Nyatanya, satu demi satu peluang banyak yang bisa dipatahkan barisan pertahanan Laos. Ilham Udin Armayn tercatat jadi pemain yang paling banyak mendapat peluang.
Tiga kali winger yang menjadi pahlawan kemenangan Indonesia ketika menjuarai Piala AFF U-19 lewat adu penalti itu melewatkan peluang. Bahkan yang terakhir dia sudah tinggal betrhadap-hadapan dengan Bounpaseuth. Kekurang tenangan barisan depan menjadi penyebab kegagalan menambah keunggulan itu.
Padahal, jika mampu menambah satu gol saja, maka Indonesia sudah bisa mengungguli Korsel di pucuk klasemen. Karena, pada pertandingan pertama, Korsel juga mampu berpesta gol ke jala gawang Filipina. Sama seperti Indonesia, tim Negeri Gingseng itu juga memenangi pertandingan dengan empat gol tanpa balas. Sehingga, Indonesia harus berbagi tempat dengan Korsel.
Setelah pertandingan, Indra Sjafri menggarisbawahi permainan anak asuhnya yang cenderung kurang bergairah. Pelatih asal Padang tersebut mengakui jika anak asuhnya malam itu tampil di bawah form. “Mereka bermain seperti kehilangan gairah untuk menang dan sedikit kelelahan,” ujar Indra.
Motivasi bermain yang sedikit anjlok itu terjadi setelah terjadinya gol pertama. Bukannya terus mendominasi di semua sisi lapangan, justru permainan Laos yang lebih banyak terlihat. Strategi Laos mengoptimalkan permainan lapangan tengahnya cukup ampuh. Hanya memang banyaknya peluang terbuang menjadi akhir dari serangan yang dibangun Laos.
Indra sedikit kecewa dengan permainan anak asuhnya yang masih larut dengan euforianya jadi juara di Piala AFF lalu. Dia pun menyebut permainan timnya berjalan seperti “Maha Bintang”.
“Padahal, harusnya itu mesti segera diakhiri. Sudah saatnya untuk tidak larut di dalam euforia Piala AFF lagi,” imbuhnya.
Sementara, Chandalaphone Liepvisay menyebut hukuman kartu merah yang dijatuhkan kepada dua pemainnya di babak kedua menjadi kunci kekalahan Laos. Makanya, Laos gagal kembali ke performa di awal-awal babak kedua yang bisa mengimbangi permainan Indonesia.
“Saya tidak salahkan wasit dengan kartu merah itu. Karena memang anak-anak terbawa dengan permaianan Indonesia,” jelasnya. (ren/aam)