26 C
Medan
Friday, July 5, 2024

Tangguh, Senior, dan Cocok untuk Jadi Guru

Dalam urusan mencetak poin, Wahyu Widayat Jati hanya berada di urutan kesepuluh terbaik di Dell Aspac Jakarta. Namun, perannya dalam mengantarkan Aspac menjuarai musim reguler begitu besar. Tidak kalah dengan rookie Andakara Prastawa Dhyaksa yang menjadi top performer Aspac.

MUSIM reguler Speedy NBL Indonesia 2012″2013 masih akan berlangsung sampai 28 April. Namun, kemarin (23/4) Dell Aspac Jakarta sudah mengamankan gelar juara dengan mengalahkan Satya Wacana LBC Angsapura Salatiga 77-50. Mereka hanya butuh 30 pertandingan dari total 33 laga untuk memastikan diri menjadi kolektor poin terbanyak musim ini.

Wahyu Widayat Jati adalah salah seorang yang berperan sangat besar dalam mengantarkan Aspac merebut gelar bergengsi itu. Memang kontribusi Cacing (panggilannya) tidak terlalu terlihat dalam statistik. Dia hanya mencetak total 80 poin sejauh ini, nomor sepuluh di timnya. Soal rebound, Wahyu lumayan dengan menempati posisi ketiga di tim setelah Pringgo Regowo dan Muhammad Isman Thoyib.

Namun, peran pemain Magelang tersebut jauh lebih penting di atas catatan statistik. Wahyu bisa menyuntikkan semangat kepada tim barunya. Membakar semangat mayoritas pemain muda hingga nyaris ke titik puncak.

“Peran Wahyu tak hanya di dalam lapangan, tapi juga di luar lapangan. Dia bisa ambil tanggung jawab sebagai leader. Dia bisa angkat mental pemain lain. Ya, perannya sangat signifikan,” papar Rastafari Horongbala, head coach Aspac.

Dengan usia menuju 36 tahun, fisik Wahyu memang masih sangat kukuh. Bertinggi 189 cm dan berbobot 93 kg, Wahyu menjadi big man yang sangat sulit dilewati. Para pemain lawan akan berpikir dua kali untuk menerobos penjagaan Cacing yang keras dan tanpa kompromi.

Di luar lapangan, Aspac bisa mengambil pengalaman dari sosok Wahyu. Pria kelahiran 15 Juli 1977 tersebut adalah salah seorang pemain di Indonesia yang paling banyak merasakan gelar liga profesional. Sudah enam kali Wahyu merasakan nikmatnya menjadi kampiun: pada 1999, 2004, 2006, 2007, 2008, dan 2009. Semuanya bersama Satria Muda (SM).

“Pemain muda nggak punya alasan untuk malas-malasan. Mereka butuh lebih banyak belajar. Harus lebih agresif, harus thought,” tegas Wahyu kemarin.

“Memang tim ini masih kurang fire-nya. Saya masuk ke tim ini memang untuk mengangkat mental pemain muda. Seperti guru bahasa Indonesia, kalau ada yang salah, saya membenarkan. Pemain lain mungkin sungkan karena mereka seumuran,” imbuh alumnus STIE Perbanas Jakarta dan City College San Francisco itu.

Kualitas dan keteguhan mental Wahyu memang tak usah diragukan. Bagi tim lamanya, Cacing sudah dianggap sebagai legenda. Bahkan, jersey nomor 10 Wahyu, bersama empat pemain lain dari era juara 1999, sempat dipensiunkan di Mahaka Square, kandang SM. Namun, belakangan jersey itu akhirnya diturunkan lagi.

“Saya nggak sakit hati (dengan penurunan jersey tersebut, Red). Sumbangan saya selama 14 tahun bagi SM (1995”2009) lebih besar daripada itu. Boleh dibilang, nggak ada pemain lain yang lebih besar sumbangannya selain saya di SM,” tandasnya.

Banyak yang menduga bahwa jersey tersebut diturunkan lagi karena Wahyu come back dari pensiun dan membela Aspac, seteru klasik SM. Namun, spekulasi itu dibantah Rudolf Tulus Sirait, vice managing director PT Indonesia Sport Venture (ISV), pengelola SM.

“Tak berhubungan dengan kepindahan (Wahyu) ke Aspac. Lebih pada keputusannya untuk bermain lagi. Sebab, penggantungan jersey itu untuk yang sudah pensiun. Saat nanti yang bersangkutan pensiun lagi, kami akan gantung lagi,” jelas Rudolf. (*/c9/ang)

Dalam urusan mencetak poin, Wahyu Widayat Jati hanya berada di urutan kesepuluh terbaik di Dell Aspac Jakarta. Namun, perannya dalam mengantarkan Aspac menjuarai musim reguler begitu besar. Tidak kalah dengan rookie Andakara Prastawa Dhyaksa yang menjadi top performer Aspac.

MUSIM reguler Speedy NBL Indonesia 2012″2013 masih akan berlangsung sampai 28 April. Namun, kemarin (23/4) Dell Aspac Jakarta sudah mengamankan gelar juara dengan mengalahkan Satya Wacana LBC Angsapura Salatiga 77-50. Mereka hanya butuh 30 pertandingan dari total 33 laga untuk memastikan diri menjadi kolektor poin terbanyak musim ini.

Wahyu Widayat Jati adalah salah seorang yang berperan sangat besar dalam mengantarkan Aspac merebut gelar bergengsi itu. Memang kontribusi Cacing (panggilannya) tidak terlalu terlihat dalam statistik. Dia hanya mencetak total 80 poin sejauh ini, nomor sepuluh di timnya. Soal rebound, Wahyu lumayan dengan menempati posisi ketiga di tim setelah Pringgo Regowo dan Muhammad Isman Thoyib.

Namun, peran pemain Magelang tersebut jauh lebih penting di atas catatan statistik. Wahyu bisa menyuntikkan semangat kepada tim barunya. Membakar semangat mayoritas pemain muda hingga nyaris ke titik puncak.

“Peran Wahyu tak hanya di dalam lapangan, tapi juga di luar lapangan. Dia bisa ambil tanggung jawab sebagai leader. Dia bisa angkat mental pemain lain. Ya, perannya sangat signifikan,” papar Rastafari Horongbala, head coach Aspac.

Dengan usia menuju 36 tahun, fisik Wahyu memang masih sangat kukuh. Bertinggi 189 cm dan berbobot 93 kg, Wahyu menjadi big man yang sangat sulit dilewati. Para pemain lawan akan berpikir dua kali untuk menerobos penjagaan Cacing yang keras dan tanpa kompromi.

Di luar lapangan, Aspac bisa mengambil pengalaman dari sosok Wahyu. Pria kelahiran 15 Juli 1977 tersebut adalah salah seorang pemain di Indonesia yang paling banyak merasakan gelar liga profesional. Sudah enam kali Wahyu merasakan nikmatnya menjadi kampiun: pada 1999, 2004, 2006, 2007, 2008, dan 2009. Semuanya bersama Satria Muda (SM).

“Pemain muda nggak punya alasan untuk malas-malasan. Mereka butuh lebih banyak belajar. Harus lebih agresif, harus thought,” tegas Wahyu kemarin.

“Memang tim ini masih kurang fire-nya. Saya masuk ke tim ini memang untuk mengangkat mental pemain muda. Seperti guru bahasa Indonesia, kalau ada yang salah, saya membenarkan. Pemain lain mungkin sungkan karena mereka seumuran,” imbuh alumnus STIE Perbanas Jakarta dan City College San Francisco itu.

Kualitas dan keteguhan mental Wahyu memang tak usah diragukan. Bagi tim lamanya, Cacing sudah dianggap sebagai legenda. Bahkan, jersey nomor 10 Wahyu, bersama empat pemain lain dari era juara 1999, sempat dipensiunkan di Mahaka Square, kandang SM. Namun, belakangan jersey itu akhirnya diturunkan lagi.

“Saya nggak sakit hati (dengan penurunan jersey tersebut, Red). Sumbangan saya selama 14 tahun bagi SM (1995”2009) lebih besar daripada itu. Boleh dibilang, nggak ada pemain lain yang lebih besar sumbangannya selain saya di SM,” tandasnya.

Banyak yang menduga bahwa jersey tersebut diturunkan lagi karena Wahyu come back dari pensiun dan membela Aspac, seteru klasik SM. Namun, spekulasi itu dibantah Rudolf Tulus Sirait, vice managing director PT Indonesia Sport Venture (ISV), pengelola SM.

“Tak berhubungan dengan kepindahan (Wahyu) ke Aspac. Lebih pada keputusannya untuk bermain lagi. Sebab, penggantungan jersey itu untuk yang sudah pensiun. Saat nanti yang bersangkutan pensiun lagi, kami akan gantung lagi,” jelas Rudolf. (*/c9/ang)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/