MEDAN, SUMUTPOS.CO- Kejadian pemberian tali asih bagi atlet berprestasi di Aula Teuku Rizal Nurdin pada Senin (24/12) lalu dan sempat viral bukanlah sebuah konflik. Kejadian tersebut hanyalah sebuah momen yang menunjukkan rasa kasih sayang antara sesama sesama manusia.
Menurut Akademisi dari Universitas Negeri Medan, Bahrul Khair Amal, dari berbagai video yang beredar di dunia Maya, menunjukkan keakraban antara Gubsu dan sang pelatih.
“Kejadian tersebut terjadi saat momen yang membahagiakan, yaitu pemberian tali asih untuk atlet berprestasi. Jadi, seharusnya semua bahagia. Nah, kalau kita mengurut ke belakang, momen tersebut hanyalah momen di mana Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi sebagai pelindung di KONI Sumut menyapa pelatih yang merupakan bagian dari KONI Sumut. Jadi, bisa dibilang seperti orangtua menegur anak,” ujarnya saat ditemui, Kamis (30/12).
Dijelaskan Dosen Fakutas Ilmu Sosial Unimed ini, melihat video yang beredar akan menimbulkan berbagai persepsi. Dan hal itu tidak disalahkan, karena setiap manusia memiliki hak berpendapat. Tetapi, sebagai warga negara, pendapat yang diberikan seharusnya tidak memihak atau yang dapat menimbulkan perpecahan.
“Pasti akan ada berbagai argumen. Jadi, seharusnya kita dalam menanggapi kejadian ini, semua pihak harus menahan diri. Karena Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi dan Pelatih Billiar, Khoiruddin Aritonang saat ini memiliki tanggungjawab masing-masing. Apalagi sebentar lagi PON 2024, dan Sumut-Aceh menjadi tuan rumah,” jelasnya.
Seperti diketahui, tahun 2024 mendatang, Sumatera Utara dan Aceh akan menjadi tuan rumah PON XXI. Keberhasilan Penyelenggaraan pekan olahraga tersebut akan sukses bila semua stakeholder saling mendukung. Nah, jadi jangan karena sebuah perlakuan membuat konsentrasi terpecah, sehingga melupakan target yang ingin dicapai.
Bahrul Khair Amal mengatakan Sumatera Utara dikenal sebagai provinsi yang memiliki keberagaman. Dan keberagaman tersebutlah menjadi daya tarik. Nah, begitu pula dengan kejadian di Aula Teuku Rizal Nurdin kemarin, menunjukkan betapa beragamnya warga di Sumut. Di mana, saat berkomunikasi latar belakang budaya dan sosial menjadi bagian dari hal tersebut.
“Oleh karena itu, tahan diri dan jangan memberikan komentar yang akhirnya dapat menimbulkan pertikaian. Ingat, kita satu tanah air, yang terdiri dari berbagai suku, bangsa, dan agama,” tambahnya.
Bahrul Khair Amal mengatakan saat ini yang dibutuhkan adalah solusi, bukan hanya sekadar memberikan komentar yang membuat panas telinga dan membuat emosi. Dan salah satu solusi yang ditawarkan adalah saling bertemu dan memberikan klarifikasi.
“Dan jangan jadikan ini menjadi ajang politik. Ini murni komunikasi dalam olahraga,” tutupnya. (ram)