MEDAN-Masalah keuangan di tubuh manajemen PSMS ternyata sangat komplek. Bukan hanya menyangkut gaji pemain yang belum dibayar hingga tiga bulan serta DP 10 persen yang belum dilunasi, tapi juga beberapa utang yang telah tertumpuk sejak musim lalu saat skuad Ayam Kinantan masih berlaga di Divisi Utama.
Hal ini terkuak, saat eks ketua panitia pelaksana (Panpel) pertandingan PSMS Syafril Jambak buka-bukaan ke media. Syafril yang baru saja didepak manajemen menuturkan, pihak Hotel Dharma Deli menghubunginya dan meminta pertanggung jawaban utang senilai Rp37 juta. “Pihak hotel bertanya ke saya soal pembayaran utang PSMS musim lalu sebesar Rp37 juta. Padahal saya bukan ketua Panpel musim lalu,” ungkapnya, Rabu (25/4).
Ia juga menyampaikan secara tak langsung melalui media, agar CEO PSMS Idris segera menyelesaikan semua itu. Tidak hanya itu, lanjut Syafril, manajemen PSMS juga diduga masih meninggalkan utang di hotel yang sama saat PSMS U-21 menjadi tuan rumah kompetisi U-21 Liga Indonesia Grup D, yang digelar 10-14 April 2012 di Stadion Teladan. “Ada utang yang ditinggalkan sebesar masing-masing Rp15 juta di dua tempat. Yakni di Hotel Dharma Deli dan di Rumah Sakit Permata Bunda,” jelasnya.
“Saya saat itu memang ketua Panpel, tapi selama kompetisi itu saya sering mendahulukan uang saya untuk berbagai keperluan. Tapi untuk yang lainnya, uang sama sekali belum ada diberikan Idris, sehingga masih terutang,” tambah Syafril.
Dia juga mengaku mengetahui ada utang sebesar Rp20 juta yang ditinggalkan Idris di Hotel Garuda Plaza tiga bulan lalu. “Setahu saya, itu juga belum dibayar Idris. Saat itu dia menggelar rapat forum klub pendukung statuta,” katanya.
Namun, paparan borok manajemen PSMS yang disampaikannya kepada sejumlah awak media di Medan ini, Syafril mengaku bukan karena sakit hati dipecat dari kepengurusan PSMS oleh Idris. “Toh selama ini saya menjaga nama baik dia. Orang terlalu sering mengungkapkan hal-hal buruk tentang dia. Tapi saya berusaha meredam hal itu. Tapi, terlalu banyak juga yang sudah dilakukannya, dan saatnya publik tahu,” ujarnya lagi.
Ia mengaku ikhlas saat dikatakan tak memiliki laporan keuangan soal tiket yang transparan. “Saya baca di media soal itu. Silahkan saja tulis, tapi perlu dicatat, saya punya laporan pembukuan yang lengkap. Malah adiknya yang ikut dalam Panpel sering kedapatan menggelapkan tiket. Saat lima orang masuk dengan menggunakan tiket, hanya dua tiket, sisanya dijual kembali,” beber Syafril.
Syafril yang juga ikut dalam Panpel turnamen sepakbola yang memperebutkan piala Wali Kota Medan Rahudman, membeberkan fakta lainnya. “Turnamen yang hanya tinggal menggelar partai final itu, sampai sekarang belum bisa dilaksanakan. Karena uang sekitar Rp75 juta belum diberikan Idris ke panitia. Saya sendiri sudah tidak mau jadi bagian panitia turnamen itu,” tukasnya.
Syafril yang juga tercatat sebagai wakil ketua bidang pembinaan di kepengurusan PSMS, memutuskan segera mengundurkan diri dari jajaran pengurus. “Saya tak mau lagi. Untuk apa berada di kepengurusan kalau semua bertumpu pada Idris. Orang lain seperti tak punya wewenang, semua harus ke Idris. Dia sudah sangat otoriter. Saya juga tak mau kali berada di sana. Jangan dikira saya gila jabatan. Saya berada di PSMS karena pengabdian, dulu dibesarkan PSMS dan pernah jadi pemain PSMS,” tandas mantan pemain era 80-an itu.
Menanggapi hal tersebut, Idris juga angkat bicara. Menurutnya, tak ada utang musim lalu kepada Hotel Dharma Deli. “Utang sebesar Rp37 juta? Itu tidak ada. Siapa yang memberikan informasi seperti itu?” ujarnya.
Ia juga menampik adanya utang usai menggelar kompetisi U-21 Liga Indonesia di Stadion Teladan dimana PSMS U-21 sebagai tuan rumah. “Kalau yang itu (Hotel Dharma Deli dan RS Permata Bunda) sudah dilunasi Rp30 juta,” kata Idris.
Idris juga sempat terkejut saat dibeberkan mengenai utang yang tertumpuk di Hotel Garuda Plaza sebesar Rp20 juta. “Bukan sebanyak itu, hanya Rp16 jutaan dan itu juga sudah selesai,” jelasnya.
Ia mengeluhkan orang-orang yang sempat menjadi pengurus sama sekali tak berjuang untuk PSMS. “Saya lelah, jangan hanya cari-cari kesalahan lah. Ayo Bantu doa, ini tidak doa aja enggak, apa lagi uang. Saat ini PSMS harus diacungi jempol, masih bisa bertahan meski terseok-seok dan kini berada di 10 besar klasemen sementara ISL,” ujar Idris.
Malah Idris ingin melepas jabatannya di PSMS karena banyak yang mengira mudah mengelola PSMS. “Dilihat memang mudah, untuk tur tiga pulau saja itu membutuhkan sedikitnya Rp470 jutaan. Darimana uang sebanyak itu? Tentu perlu kerja keras. Jika ada yang sanggup menangani PSMS saya akan lepas jabatan ini. Saya hanya diberi amanah oleh orang-orang pembesar di Medan ini makanya saya mau. Saya bukan cari makan di PSMS ini, saya punya perusahaan yang lebih besar untuk hidup saya,” jelasnya.
“Jadi masalah keuangan ini sebenarnya masalah bagi semua klub di ISL yang tak lagi dibiayai APBD. Kita butuh Rp16,7 miliar untuk mengarungi kompetisi hingga akhir musim. Sementara dari sponsor kita hanya dapat Rp5 miliar. Tentu kita perlu dukungan dari semua elemen, bukannya mencari-cari kesalahan,” tandas Idris. (saz)