26 C
Medan
Friday, June 28, 2024

Negara dan Konstitusi

Oleh:
Arfan Adha Lubis

Memahami konstitusi sangat penting terutama dalam negara yang menyatakan negara hukum. Pemahaman terhadap konstitusi secara lengkap mencakup istilah, batasan, nilai, sifat, dan penggolongan konstitusi.

Konstitusi berasal dari kata constitution (Inggris), constitutie (Belanda), dan Constituer (Prancis), yang berarti membentuk, menyusun, menyatakan. Dalam bahasa Indonesia, konstitusi diterjemahkan dengan UUD (Grondwet, Grundgesetz). Pada waktu negara kita masih berbentuk Republik Indonesia Serikat (RIS), digunakan istilah konstitusi untuk menyebut UUD.

Konstitusi menurut makna adalah dasar susunan suatu badan politik yang disebut negara. Konstitusi menggambarkan keseluruhan sistem ketatanegaraan suatu negara, yaitu berupa kumpulan peraturan untuk membentuk, mengatur atau memerintah negara.

Peraturan-peraturan tersebut ada tertulis sebagai keputusan badan berwenang, dan ada tidak tertulis berupa konvensi. Walau peraturan itu bukan merupakan undang-undang, bukan berarti tidak efektif dalam mengatur negara.

Secara umum, negara plus konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Bahkan, setelah abad pertengahan ditandai dengan ide demokrasi dapat dikatakan, tanpa konstitusi, negara tidak mungkin terbentuk. Konstitusi merupakan hukum dasar suatu negara.
Penyelenggaraan bernegara Indonesia didasarkan pada suatu konstitusi. Hal ini dicermati dari kalimat Pembukaan UUD 1945 Alinea Keempat sebagai berikut:

“….. kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-undang Dasar Negara Indonesia”.

Negara berlandaskan pada suatu konstitusi dinamakan negara konstitusional (constitusional state). Akan tetapi, dapat dikatakan secara ideal sebagai negara konstitusional, maka konstitusi negara harus memenuhi sifat atau ciri-ciri konstitusionalisme (constitutionalism). Negara harus menganut gagasan tentang konstitusionalisme. Konstitusionalisme sendiri merupakan suatu ide, gagasan, atau paham (Winarno, 2009: 64).

UUD 1945 sebagai Konstitusi Negara Indonesia. Konstitusi Negara Indonesia adalah UUD 1945 yang pertama kali disahkan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 18 Agustus 1945. Dalam tata susunan peraturan perundangan negara, UUD 1945 menempati tingkat tertinggi. Menurut jenjang norma hukum, UUD 1945 adalah kelompok staatsgrundgesetz atau Aturan Dasar/ Pokok Negara yang berada di bawah Pancasila sebagai Grundnorm atau norma dasar (Winarno, 2009: 71).

Dalam sejarahnya, sejak Proklamasi 17 Agustus 1945 hingga sekarang di Indonesia berlaku tiga macam Undang-undang Dasar dalam empat periode, yaitu:

a. Periode 18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949 berlaku UUD 1945, UUD 1945 terdiri dari bagian pembukaan, batang tubuh (16 bab), 37 Pasal, 4 Pasal aturan Peralihan, 2 Ayat Aturan Tambahan, dan bagian penjelasan.
b. Periode 27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950 berlaku UUD RIS. UUD RIS terdiri atas 6 Bab, 197 Pasal, dan beberapa bagian.
c. Periode 17 Agustus 1950 – 5 Juli 1954 berlaku UUD 1950 yang terdiri 6 Bab, 146 Pasal, dan beberapa bagian.
d. Periode 5 Juli 1959 – sekarang kembali berlaku UUD 1945.

Khusus untuk periode keempat berlaku UUD 1945 dengan pembagian:

a. UUD 1945 yang belum diamandemen.
b. UUD 1945 yang sudah diamandemen (tahun 1999, tahun 2000, tahun 2001, dan tahun 2002)

Amandemen tersebut adalah:

1) Amandemen ke-1, pada sidang umum MPR, di sahkan 19 Oktober 1999.
2) Amandemen ke-2, pada sidang tahunan MPR, di sahkan 18 Agustus 2000.
3) Amandemen ke-3, pada sidang tahunan MPR, di sahkan 10 November 2001.
4) Amandemen ke-4, pada sidang tahunan MPR, di sahkan 10 Agustus 2002.

Prof DR Moh Mahufd MD sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi pada saat pemberian Kuliah Umum dan Peresmian Pusat Kajian Studi Konstitusi UMSU di Kampus UMSU Jalan Mukhtar Basri 19 Maret 2011 mengatakan, dibutuhkan waktu 2 tahun 10 bulan untuk menampung semua masukan dari seluruh kalangan Perguruan Tinggi di tanah air dalam menyempurnakan amandemen terhadap UUD 1945. Maka kalau ada anggapan mengatakan perubahan atau amandemen terhadap UUD 1945 tidak benar/tidak sah, adalah suatu pendapat keliru. Sebab berdasarkan teori konstitusi adalah kesepakatan pada waktu tertentu yang meliputi berbagai bidang seperti politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Kebenaran konstitusi terletak pada saat disetujui bersama dan secara otomatis merupakan kesepakatan hukum. Gaung amandemen terhadap UUD 1945 telah ada semenjak tahun 1968 yang ditawarkan seorang tokoh Muhammadiyah sekaligus pakar hukum ketatanegaraan Prof DR Ismail Sunny. Hanya sayang setelah beliau berpidato bahwa UUD 1945 harus diubah atau diamandemen, Ismail Sunny ditangkap selama 11 bulan tanpa diproses dan tanpa tau apa salahnya.

Amandemen dimaksudkan bukan untuk mengganti UUD 1945, akan tetapi merupakan suatu prosedur penyempurnaan terhadap UUD 1945 tanpa harus langsung mengubah UUD-nya itu sendiri, amandemen lebih merupakan perlengkapan dan rincian yang dijadikan lampiran otentik bagi UUD (Mahfud, 1999: 64). Dengan sendirinya amandemen dilakukan, dengan melakukan berbagai perubahan pada pasal-pasal maupun memberikan tambahan-tambahan.

Ide amandemen terhadap UUD 1945 didasarkan pada kenyataan sejarah selama Orde lama dan orde baru, bahwa penerapan terhadap pasal-pasal UUD memiliki sifat “multi interpretable” atau dengan kata lain berwahyu, sehingga mengakibatkan adanya sentralisasi kekuasaan terutama kepada Presiden (Kaelan, 2008: 177). Karena latar belakang politik inilah maka orde baru berupaya melestarikan UUD.
Suatu hal sangat mendasar bagi pentingnya amandemen UUD 1945 adalah mandulnya sistem kekuasaan berdasarkan prinsip “checks and balances” terutama terhadap kekuasaan eksekutif.

Penutup

Diawal pidato kuliah umumnya Prof. DR. Mahfud MD mengatakan, tidak boleh ada satu bangsa yang tidak taat kepada konstitusinya. Sebagai ilustrasi beliau memberikan contoh Presiden Amerika Serikat Barack Husein Obama atau dikenal dengan Barak Obama memberikan izin dan menyetujui pembangunan masjid di kota New York, walau konsekuensinya popularitas Obama menurun di mata rakyatnya. Karena konstitusi Amerika Serikat memberikan Obama wewenang untuk memberikan toleransi umat beragama. Lalu bagaimana dengan kita bangsa Indonesia. Patuhkah kita terhadap konstitusi kita? Walaupun usul perubahan lanjutan dari UUD telah bergulir disebabkan karena adanya perkembangan baru, yang belum dibayangkan sebelumnya, atau mungkin karena ada masalah-masalah terlewatkan. Wallahua’lam.(*)

Penulis adalah Alumni FH-UMSU, Kandidat PMIH UMSU, Dosen FH-UNPAB dan STIH GRAHA KIRANA Medan.

Oleh:
Arfan Adha Lubis

Memahami konstitusi sangat penting terutama dalam negara yang menyatakan negara hukum. Pemahaman terhadap konstitusi secara lengkap mencakup istilah, batasan, nilai, sifat, dan penggolongan konstitusi.

Konstitusi berasal dari kata constitution (Inggris), constitutie (Belanda), dan Constituer (Prancis), yang berarti membentuk, menyusun, menyatakan. Dalam bahasa Indonesia, konstitusi diterjemahkan dengan UUD (Grondwet, Grundgesetz). Pada waktu negara kita masih berbentuk Republik Indonesia Serikat (RIS), digunakan istilah konstitusi untuk menyebut UUD.

Konstitusi menurut makna adalah dasar susunan suatu badan politik yang disebut negara. Konstitusi menggambarkan keseluruhan sistem ketatanegaraan suatu negara, yaitu berupa kumpulan peraturan untuk membentuk, mengatur atau memerintah negara.

Peraturan-peraturan tersebut ada tertulis sebagai keputusan badan berwenang, dan ada tidak tertulis berupa konvensi. Walau peraturan itu bukan merupakan undang-undang, bukan berarti tidak efektif dalam mengatur negara.

Secara umum, negara plus konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Bahkan, setelah abad pertengahan ditandai dengan ide demokrasi dapat dikatakan, tanpa konstitusi, negara tidak mungkin terbentuk. Konstitusi merupakan hukum dasar suatu negara.
Penyelenggaraan bernegara Indonesia didasarkan pada suatu konstitusi. Hal ini dicermati dari kalimat Pembukaan UUD 1945 Alinea Keempat sebagai berikut:

“….. kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-undang Dasar Negara Indonesia”.

Negara berlandaskan pada suatu konstitusi dinamakan negara konstitusional (constitusional state). Akan tetapi, dapat dikatakan secara ideal sebagai negara konstitusional, maka konstitusi negara harus memenuhi sifat atau ciri-ciri konstitusionalisme (constitutionalism). Negara harus menganut gagasan tentang konstitusionalisme. Konstitusionalisme sendiri merupakan suatu ide, gagasan, atau paham (Winarno, 2009: 64).

UUD 1945 sebagai Konstitusi Negara Indonesia. Konstitusi Negara Indonesia adalah UUD 1945 yang pertama kali disahkan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 18 Agustus 1945. Dalam tata susunan peraturan perundangan negara, UUD 1945 menempati tingkat tertinggi. Menurut jenjang norma hukum, UUD 1945 adalah kelompok staatsgrundgesetz atau Aturan Dasar/ Pokok Negara yang berada di bawah Pancasila sebagai Grundnorm atau norma dasar (Winarno, 2009: 71).

Dalam sejarahnya, sejak Proklamasi 17 Agustus 1945 hingga sekarang di Indonesia berlaku tiga macam Undang-undang Dasar dalam empat periode, yaitu:

a. Periode 18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949 berlaku UUD 1945, UUD 1945 terdiri dari bagian pembukaan, batang tubuh (16 bab), 37 Pasal, 4 Pasal aturan Peralihan, 2 Ayat Aturan Tambahan, dan bagian penjelasan.
b. Periode 27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950 berlaku UUD RIS. UUD RIS terdiri atas 6 Bab, 197 Pasal, dan beberapa bagian.
c. Periode 17 Agustus 1950 – 5 Juli 1954 berlaku UUD 1950 yang terdiri 6 Bab, 146 Pasal, dan beberapa bagian.
d. Periode 5 Juli 1959 – sekarang kembali berlaku UUD 1945.

Khusus untuk periode keempat berlaku UUD 1945 dengan pembagian:

a. UUD 1945 yang belum diamandemen.
b. UUD 1945 yang sudah diamandemen (tahun 1999, tahun 2000, tahun 2001, dan tahun 2002)

Amandemen tersebut adalah:

1) Amandemen ke-1, pada sidang umum MPR, di sahkan 19 Oktober 1999.
2) Amandemen ke-2, pada sidang tahunan MPR, di sahkan 18 Agustus 2000.
3) Amandemen ke-3, pada sidang tahunan MPR, di sahkan 10 November 2001.
4) Amandemen ke-4, pada sidang tahunan MPR, di sahkan 10 Agustus 2002.

Prof DR Moh Mahufd MD sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi pada saat pemberian Kuliah Umum dan Peresmian Pusat Kajian Studi Konstitusi UMSU di Kampus UMSU Jalan Mukhtar Basri 19 Maret 2011 mengatakan, dibutuhkan waktu 2 tahun 10 bulan untuk menampung semua masukan dari seluruh kalangan Perguruan Tinggi di tanah air dalam menyempurnakan amandemen terhadap UUD 1945. Maka kalau ada anggapan mengatakan perubahan atau amandemen terhadap UUD 1945 tidak benar/tidak sah, adalah suatu pendapat keliru. Sebab berdasarkan teori konstitusi adalah kesepakatan pada waktu tertentu yang meliputi berbagai bidang seperti politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Kebenaran konstitusi terletak pada saat disetujui bersama dan secara otomatis merupakan kesepakatan hukum. Gaung amandemen terhadap UUD 1945 telah ada semenjak tahun 1968 yang ditawarkan seorang tokoh Muhammadiyah sekaligus pakar hukum ketatanegaraan Prof DR Ismail Sunny. Hanya sayang setelah beliau berpidato bahwa UUD 1945 harus diubah atau diamandemen, Ismail Sunny ditangkap selama 11 bulan tanpa diproses dan tanpa tau apa salahnya.

Amandemen dimaksudkan bukan untuk mengganti UUD 1945, akan tetapi merupakan suatu prosedur penyempurnaan terhadap UUD 1945 tanpa harus langsung mengubah UUD-nya itu sendiri, amandemen lebih merupakan perlengkapan dan rincian yang dijadikan lampiran otentik bagi UUD (Mahfud, 1999: 64). Dengan sendirinya amandemen dilakukan, dengan melakukan berbagai perubahan pada pasal-pasal maupun memberikan tambahan-tambahan.

Ide amandemen terhadap UUD 1945 didasarkan pada kenyataan sejarah selama Orde lama dan orde baru, bahwa penerapan terhadap pasal-pasal UUD memiliki sifat “multi interpretable” atau dengan kata lain berwahyu, sehingga mengakibatkan adanya sentralisasi kekuasaan terutama kepada Presiden (Kaelan, 2008: 177). Karena latar belakang politik inilah maka orde baru berupaya melestarikan UUD.
Suatu hal sangat mendasar bagi pentingnya amandemen UUD 1945 adalah mandulnya sistem kekuasaan berdasarkan prinsip “checks and balances” terutama terhadap kekuasaan eksekutif.

Penutup

Diawal pidato kuliah umumnya Prof. DR. Mahfud MD mengatakan, tidak boleh ada satu bangsa yang tidak taat kepada konstitusinya. Sebagai ilustrasi beliau memberikan contoh Presiden Amerika Serikat Barack Husein Obama atau dikenal dengan Barak Obama memberikan izin dan menyetujui pembangunan masjid di kota New York, walau konsekuensinya popularitas Obama menurun di mata rakyatnya. Karena konstitusi Amerika Serikat memberikan Obama wewenang untuk memberikan toleransi umat beragama. Lalu bagaimana dengan kita bangsa Indonesia. Patuhkah kita terhadap konstitusi kita? Walaupun usul perubahan lanjutan dari UUD telah bergulir disebabkan karena adanya perkembangan baru, yang belum dibayangkan sebelumnya, atau mungkin karena ada masalah-masalah terlewatkan. Wallahua’lam.(*)

Penulis adalah Alumni FH-UMSU, Kandidat PMIH UMSU, Dosen FH-UNPAB dan STIH GRAHA KIRANA Medan.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/