25 C
Medan
Saturday, June 29, 2024

Khitan Perempuan Perspektif PBB dan Indonesia

Oleh: Fitri Dewi Andani

Beberapa minggu lalu, Indonesia kembali memperdebatkan hukum praktik khitan bagi perempuan. Kontroversi terhadap praktik khitan bagi perempuan kembali mewarnai Indonesia. Yang mana Indonesia pada tahun 2004 dahulu sudah menghapuskan praktik khitan bagi perempuan.

Hal tersebut diatur dalam peraturan Kementerian Kesehatan tentang larangan praktik medikalisasi khitan perempuan.

Dengan argumen bahwa, khitan perempuan tidak banyak membawa kemaslahatan, terutama dalam bidang medis. Kini terdapat penolakan terhadap larangan praktik khitan bagi perempuan.

Penolakan tersebut diutarakan oleh MUI. Menurut MUI, praktik khitan tidak seharusnya dilarang, karena praktik khitan bagi perempuan merupakan bagian dari ajaran agama islam.

Melihat fakta dan bukti empiris diberbagai negara, banyak negara yang melarang praktik khitan bagi perempuan.

Misal, negara afrika, mesir, dan negara dunia lainnya. Karena, sudah jelas dalam Peraturan PBB dalam pasal 12 CEDAW (Konvensi PBB Tahun 1979 tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan), hal tersebut menegaskan larangan praktik khitan bagi perempuan dan menganggapnya sebagai bentuk kekerasan bagi perempuan.

Dengan demikian, dalam tingkat internasional hukum praktik khitan bagi perempuan secara utuh dilarang.

Kontroversi Hukum
Seiring berlakunya Peraturan PBB dalam pasal 12 tersebut, Majlis Umum PBB meminta negara-negara di dunia menghentikan praktik khitan bagi perempuan, sebab, hal itu terbukti merugikan berjuta gadis di seluruh dunia.

Akan tetapi, tidak dapat dipungkiri, tradisi dan budaya setiap negara berbeda satu sama lain begitu juga dengan situasi di dalamnya. Sehingga, tidak menutup kemungkinan peraturan PBB tersebut bisa bertolak belakang dengan tradisi dan budaya negara tertentu. Misal, Indonesia.

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Tahun 2010 menegaskan khitan perempuan adalah menggores kulit yang menutupi klitoris tanpa melukai klitoris serta menjelaskan teknis, tata cara serta orang yang berhak melakukan khitan perempuan secara benar sesuai dengan aturan kesehatan.

Dalam pandangan Islam, ada perbedaan pendapat dari para ulama. Pertama, ulama Syafi’iyah mengatakan khitan hukumnya wajib atas laki-laki dan perempuan. Kedua, menurut ulama Hanafiyah, Imam Malik, Imam Ahmad dan Imam Syaukani, yaitu khitan hukumnya sunnah (tidak wajib) atas laki-laki dan perempuan.

Ketiga, menurut imam ahmad, Malikiyah serta ulama Zhahiriyah yaitu, khitan wajib atas laki-laki tapi sunnah (tidak wajib) bagi perempuan.
Dari uraian tersebut, jelas bahwa para ulama sepakat bahwa khitan bagi perempuan disyari’atkan dalam Islam.

Meskipun ada perbedaan mengenai pelaksanaan wajib dan sunnahnya, para ulama tidak ada yang berpendapat bahwa hukum khitan bagi perempuan adalah makruh dan haram atau dianggap melanggar hak asasi manusia serta criminal. Sedangkan dalam hukum negara, UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak, salah satu hak yang dilindungi dari anak adalah hak agama.

erdasarkan UU tersebut, justru kalau melarang praktik khitan bagi perempuan mengindikasikan pelanggaran terhadap hak anak. Pada tahun 2008, MUI mengeluarkan fatwa yang membolehkan khitan perempuan dan Kementerian Kesehatan, kemudian menerbitkan peraturan menteri yang membolehkan khitan perempuan dengan syarat bahwa khitan tersebut dilakukan sesuai dengan standar kesehatan dan agama.

Berbeda Perspektif
Dari hal tersebut jelas bahwa keduanya memiliki perspektif yang berbeda. Selama ini yang diketahui PBB, khitan adalah identik dengan female genital mutilation. Sedangkan, khitan perspektif Indonesia adalah memotong sedikit kulit klitoris.

Hal tersebut sesuai dengan hadist dari suatu riwayat, baginda bersabda: “potong ujung saja dan jangan berlebihan karena hal itu penyeri wajah dan bagian (kenikmatan) suami”. (H.R. Abu Dawud)

Sejauh ini, banyak kesalahan dalam teknis dan tata cara praktik khitan bagi perempuan. Pengertian khitan menurut terminologi adalah pemotongan sebagian anggota tubuh.

Untuk laki-laki, khitan dilakukan dengan memotong qulk, sedangkan perempuan adalah memotong clitoral hood (kulit pembungkus klitoris).

Akan tetapi, saat ini banyak anggapan bahwa khitan perempuan adalah identik dengan female genital mutilation.

Hal tersebut berbeda dengan khitan yang menjadi ajaran agama dengan tradisi yang banyak dilakukan di berbagai negara. Misal Afrika.

Afrika mempraktikkan khitan perempuan identik dengan praktik female genital mutilation (perusakan alat kelamin perempuan).

Kebiasaan masyarakat di beberapa negara Afrika merupakan perusakan alat kelamin anak perempuan dengan tujuan mencegah hubungan seks sebelum menikah, hal ini sungguh jelas berbeda dengan khitan yang menjadi ajaran agama islam.

Selain itu, di negara Mesir. Kebiasaan praktik khitan masyarakat Mesir terkategorikan melaksanakan tindak kekerasan dan melanggar hak perempuan.

Oleh sebab itu, khitan perempuan dilarang dengan landasan UU yang merujuk Fatwa Ulama Mesir Tahun 2007 yaitu pelarangan terhadap pelaksanaan khitan bagi perempuan.

Indonesia adalah negara yang sebagian penduduknya beragama islam. Negara Indonesia dengan negara lainnya sangat berbeda, dari segi keyakinan, situasi negara dan pandangan masyarakatnya. Tentu jika mengikuti peraturan PBB, banyak pihak yang menolak bahkan protes. Seperti, penolakan larangan khitan perempuan oleh MUI.

Hal yang mendasar sebagai alasan utama Majlis Umum melarang praktik khitan, karena kebanyakan di negara dunia, praktik khitan tersebut tidak banyak membawa kemaslahatan serta membahayakan kesehatan perempuan dan psikologis perempuan.

Dari perbedaan tersebut, dapat disimpulkan bahwa, jika praktik khitan di Indonesia membawa banyak kemaslahatan bagi kaum perempuan, Indonesia harus tetap menolak larangan praktik khitan perempuan.

Yang harus ditingkatkan adalah pemantauan dan penyosialisasian tentang teknis dan tata cara khitan perempuan yang benar dan sesuai dengan ajaran serta aturan.(*)

Oleh: Fitri Dewi Andani

Beberapa minggu lalu, Indonesia kembali memperdebatkan hukum praktik khitan bagi perempuan. Kontroversi terhadap praktik khitan bagi perempuan kembali mewarnai Indonesia. Yang mana Indonesia pada tahun 2004 dahulu sudah menghapuskan praktik khitan bagi perempuan.

Hal tersebut diatur dalam peraturan Kementerian Kesehatan tentang larangan praktik medikalisasi khitan perempuan.

Dengan argumen bahwa, khitan perempuan tidak banyak membawa kemaslahatan, terutama dalam bidang medis. Kini terdapat penolakan terhadap larangan praktik khitan bagi perempuan.

Penolakan tersebut diutarakan oleh MUI. Menurut MUI, praktik khitan tidak seharusnya dilarang, karena praktik khitan bagi perempuan merupakan bagian dari ajaran agama islam.

Melihat fakta dan bukti empiris diberbagai negara, banyak negara yang melarang praktik khitan bagi perempuan.

Misal, negara afrika, mesir, dan negara dunia lainnya. Karena, sudah jelas dalam Peraturan PBB dalam pasal 12 CEDAW (Konvensi PBB Tahun 1979 tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan), hal tersebut menegaskan larangan praktik khitan bagi perempuan dan menganggapnya sebagai bentuk kekerasan bagi perempuan.

Dengan demikian, dalam tingkat internasional hukum praktik khitan bagi perempuan secara utuh dilarang.

Kontroversi Hukum
Seiring berlakunya Peraturan PBB dalam pasal 12 tersebut, Majlis Umum PBB meminta negara-negara di dunia menghentikan praktik khitan bagi perempuan, sebab, hal itu terbukti merugikan berjuta gadis di seluruh dunia.

Akan tetapi, tidak dapat dipungkiri, tradisi dan budaya setiap negara berbeda satu sama lain begitu juga dengan situasi di dalamnya. Sehingga, tidak menutup kemungkinan peraturan PBB tersebut bisa bertolak belakang dengan tradisi dan budaya negara tertentu. Misal, Indonesia.

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Tahun 2010 menegaskan khitan perempuan adalah menggores kulit yang menutupi klitoris tanpa melukai klitoris serta menjelaskan teknis, tata cara serta orang yang berhak melakukan khitan perempuan secara benar sesuai dengan aturan kesehatan.

Dalam pandangan Islam, ada perbedaan pendapat dari para ulama. Pertama, ulama Syafi’iyah mengatakan khitan hukumnya wajib atas laki-laki dan perempuan. Kedua, menurut ulama Hanafiyah, Imam Malik, Imam Ahmad dan Imam Syaukani, yaitu khitan hukumnya sunnah (tidak wajib) atas laki-laki dan perempuan.

Ketiga, menurut imam ahmad, Malikiyah serta ulama Zhahiriyah yaitu, khitan wajib atas laki-laki tapi sunnah (tidak wajib) bagi perempuan.
Dari uraian tersebut, jelas bahwa para ulama sepakat bahwa khitan bagi perempuan disyari’atkan dalam Islam.

Meskipun ada perbedaan mengenai pelaksanaan wajib dan sunnahnya, para ulama tidak ada yang berpendapat bahwa hukum khitan bagi perempuan adalah makruh dan haram atau dianggap melanggar hak asasi manusia serta criminal. Sedangkan dalam hukum negara, UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak, salah satu hak yang dilindungi dari anak adalah hak agama.

erdasarkan UU tersebut, justru kalau melarang praktik khitan bagi perempuan mengindikasikan pelanggaran terhadap hak anak. Pada tahun 2008, MUI mengeluarkan fatwa yang membolehkan khitan perempuan dan Kementerian Kesehatan, kemudian menerbitkan peraturan menteri yang membolehkan khitan perempuan dengan syarat bahwa khitan tersebut dilakukan sesuai dengan standar kesehatan dan agama.

Berbeda Perspektif
Dari hal tersebut jelas bahwa keduanya memiliki perspektif yang berbeda. Selama ini yang diketahui PBB, khitan adalah identik dengan female genital mutilation. Sedangkan, khitan perspektif Indonesia adalah memotong sedikit kulit klitoris.

Hal tersebut sesuai dengan hadist dari suatu riwayat, baginda bersabda: “potong ujung saja dan jangan berlebihan karena hal itu penyeri wajah dan bagian (kenikmatan) suami”. (H.R. Abu Dawud)

Sejauh ini, banyak kesalahan dalam teknis dan tata cara praktik khitan bagi perempuan. Pengertian khitan menurut terminologi adalah pemotongan sebagian anggota tubuh.

Untuk laki-laki, khitan dilakukan dengan memotong qulk, sedangkan perempuan adalah memotong clitoral hood (kulit pembungkus klitoris).

Akan tetapi, saat ini banyak anggapan bahwa khitan perempuan adalah identik dengan female genital mutilation.

Hal tersebut berbeda dengan khitan yang menjadi ajaran agama dengan tradisi yang banyak dilakukan di berbagai negara. Misal Afrika.

Afrika mempraktikkan khitan perempuan identik dengan praktik female genital mutilation (perusakan alat kelamin perempuan).

Kebiasaan masyarakat di beberapa negara Afrika merupakan perusakan alat kelamin anak perempuan dengan tujuan mencegah hubungan seks sebelum menikah, hal ini sungguh jelas berbeda dengan khitan yang menjadi ajaran agama islam.

Selain itu, di negara Mesir. Kebiasaan praktik khitan masyarakat Mesir terkategorikan melaksanakan tindak kekerasan dan melanggar hak perempuan.

Oleh sebab itu, khitan perempuan dilarang dengan landasan UU yang merujuk Fatwa Ulama Mesir Tahun 2007 yaitu pelarangan terhadap pelaksanaan khitan bagi perempuan.

Indonesia adalah negara yang sebagian penduduknya beragama islam. Negara Indonesia dengan negara lainnya sangat berbeda, dari segi keyakinan, situasi negara dan pandangan masyarakatnya. Tentu jika mengikuti peraturan PBB, banyak pihak yang menolak bahkan protes. Seperti, penolakan larangan khitan perempuan oleh MUI.

Hal yang mendasar sebagai alasan utama Majlis Umum melarang praktik khitan, karena kebanyakan di negara dunia, praktik khitan tersebut tidak banyak membawa kemaslahatan serta membahayakan kesehatan perempuan dan psikologis perempuan.

Dari perbedaan tersebut, dapat disimpulkan bahwa, jika praktik khitan di Indonesia membawa banyak kemaslahatan bagi kaum perempuan, Indonesia harus tetap menolak larangan praktik khitan perempuan.

Yang harus ditingkatkan adalah pemantauan dan penyosialisasian tentang teknis dan tata cara khitan perempuan yang benar dan sesuai dengan ajaran serta aturan.(*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/