29 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Nilai Tambah Pengembangan Ekonomi Nasional

Oleh:
Benni Sinaga SE

Suatu negara dapat dikatakan maju apabila negara tersebut memiliki 2 persen entrepeneur atau pengusaha. Begitu yang sering diungkapkan Ciputra dalam bukunya. Dengan memperhatikan negara-negara maju sekarang ini, maka tidaklah terlepas dengan banyaknya jumlah pengusaha di dalamnya.
Indonesia merupakan suatu negara yang sangat luas dengan ribuan pulau yang terdampat dari sabang samai merauke. Memang sekarang ini Indonesia telah banyak memiliki pengusaha-pengusaha dibandingkan dengan negara tetangga. Hal ini diakibatkan karena ukuran negara kita.

Namun hal ini belum cukup dilihat dengan apa yang terjadi di lapangan, belum terajadi pemerataan kesejahteraan pada level masyarakat menengah ke bawah, karena peluang-peluang belum diciptakan bagi mereka yang kurang mampu.

Dibutuhkan banyak perbaikan-perbaikan di dalam tatanan sistem perekonomian yang berlaku di dalam negara ini. Walaupun mayoritas tatanan tersebut sudah bagus di atas kertas, tetapi tidak seperti yang terjadi di lapangan.

Kita ketahui, setiap tahun selalu ada anggaran baik pusat maupun di daerah dalam peningkatan pembangunan infrastruktur. Di dalam pengaplikasiannya di lapangan, sering kali dan mayorits anggaran tersebut tidak tepat sasaran dan selalu saja terdapat pelanggaran penggunaan dana bantuan.
Infrastruktur merupakan suatu faktor pendukung bagi pengusaha-pengusaha untuk meningkatkan usahanya. Dengan semakin baiknya sistem infrastruktur, akan memudahkan para pengusaha dalam memainkan perannya dalam berwirausaha.

Apabila Anda berada di negara ini sekarang, dan bertanya kepada beberapa warga, apa yang sedang terjadi di negara ini? Maka mayoritas menjawab “korupsi”. Korupsi merupakan salah satu penyakit yang sangat berbahaya dalam perkembangan suatu negara atau perekonomian bangsa ini. Di negara ini hampir seluruh bidang telah melakukan yang namanya korupsi. Seperti yang saya katakan tadi, infrastruktur merupakan salah satu sarana pendukung dalam perkembangan perekonomian baik di pusat maupun di daerah. Dalam hal ini, pembangunan infrastruktur sering saja terkendala, dengan kondisi yang kurang baik, cepat rusak, dan pembuatannya asal jadi banyak masalah yang ditimbulkannya.

Apabila kita mengamati bagaimana aliran dana yang mengalir dari setiap daerah-daerah menuju pusat, dari pusat ke daerah, terkadang besaran dari setiap anggaran ke daerah ini tidak sesuai dengan perolehan yang terjadi di daerah tersebut. Sering juga realisasi di lapangan tidak sesuai dengan anggaran.

Dalam melaksanakan proyek pembangunan infrastruktur juga bukan dilakukan dengan sesuai standar yang ada. Terkadang, terjadi nepotisme atau biasa dipilih dengan bisnis proyek kepada hubungan dekat atau keluarga bukan kepada profesionalisme seseorang. Akhirnya, dengan hal ini dilakukkan, kita dapat mengetahui bagaimana hasil daripada pembangunan infrastruktur tersebut.

Beberapa waktu lalu, Thailand mengalami kebanjiran yang lebih dari 50 persen wilayah negaranya. Dan bencana ini juga telah melumpuhkan sistem perekonomian di negara tersebut. Kita tahu bahwa negara Thailand banyak memproduksi spare part sepeda motor Honda, maupun Yamaha.

Indonesia dikabarkan terkena dampaknya, karena kekurangan pasokan dari Thailand, banyak ekonom mengatakan bahwa hal ini merupakan suatu keberuntungan bagi Indonesia merupakan market yang sangat besar. Namun untuk membuat pabrik-pabrik yang dapat menggantikan kedudukannya di Thailand, Indonesia kekurangan sumber daya manusia dan jawaban yang paling utama adalah kekurangan infrastruktur. Salah satunya adalah pasokan listrik yang kurang. Yang kedua adalah jalan, terkadang saya berpikir apakah jalan yang dibangun diperkirakan daya tahannya atau sengaja dibuat waktu daya tahannya? Sehingga dapat menjadi ukuran untuk perbaikan kembali dalam waktu yang telah ditentukan. Namun yang membaut lucu adalah belum 3 bulan sudah mengalami kerusakan dan tidak ada perbaikan kembali. Sungguh merupakan suatu hal pemborosan jika anggaran suatu daerah mayoritas terletak pada penambahan rekening pejabat dan mengabaikan pembanguna infrastruktur.

Pada 19 November 2011 yang lalu, mantan Wapres Jusuf Kalla memberikan kuliah umum bertajuk “Mengembangkan jiwa kewirausahaan yang berdaya saing menuju persaingan global” di Universitas Islam Indonsia Yogyakarta. Beliau mengatakan, Indonesia tidak mampu melayani orang dalam nilai tambah yang baik dalam perekonomian.

Dengan kreativitas, kita memberi nilai tambah kepada sesuatu yang kita kerjakan akan menjadi kekuatan pasar. Dengan kebutuhan yang instan pada saat ini, banyak konsumen yang menginginkan barang yang murah namun memenuhi standar teknologi. Kita semua sebagai pelaku ekonomi seharusnya memperhatikan lebih lagi kepada nilai tambah tersebut, karena setiap saat merupakan persaingan di dalam pasar yang dilihat adalah nilai tambah.
Sejak Indonesia dijajah, merdeka dan sampai sekarang ini merupakan negara agraris. Pertanian merupakan salah satu tulang punggung negara ini.

Indonesia pernah menjadi swasembada beras dan membantu negara-negara yang kekurangan. Namun sekarang menjadi terbalik, Indonesia menjadi pengimpor beras. Salah satu hasil pertanian yang rekor pertama di pegang Indonesia adalah kelapa sawit. Sampai sekarang, mayoritas dari hasil sektor ini hanya di ekspor saja. Kita gagal dalam memberi nilai tambah yang terkandung didalamnya sehingga kurang memanfaatkan keuntungan besar.

Masih banyak sektor lain yang menjadi andalan bangsa ini contohnya karet. Indonesia merupakan penghasil karet terbesar di dunia, sama juga dengan kelapa sawit, karet juga tidak diberi nilai tambah. Kita hanya mengekspor saja ke luar negeri. Apabila ditelesuri, sektor lain juga banyak memiliki hal yang sama yaitu kekurangan nilai tambah. Negara ini perlu memperhatikan keunggulan-keunggulan yang ada di negara ini untuk dibuat nilai tambahnya.
Dengan kondisi yang kita alami sekarang ini, perbaikan dalam setiap sektor merupakan suatu kaharusan, bukan pilihan lagi. Demi terciptanya kesejahteraan di dalam setiap warga negara, kita sebagai pelaku ekonomi yang sadar akan hal ini haruslah lebih kreatif lagi memberikan nilai tambah di dalam kehidupan ekonomi dan bisnis kita. Sehingga kita dapat menciptakan lapangan pekerjaan kepada orang lain, bukan sebagai pencari kerja dengan kita menambahi nilai tambah kita secara individu dan kelompok telah ikut membangun bangsa ini menuju bangsa yang lebih baik. Akhir kata, saya katakan iman, pengharapan dan kasih serta kerja keras merupakan senjata kita yang ampuh dalam menjalani kehidupan bangsa yang lebih baik. (*)

Penulis adalah Dosen STIE IBMI Medan, anggota kelompok diskusi di Campus
Concern Medan (CC_Medan)

Oleh:
Benni Sinaga SE

Suatu negara dapat dikatakan maju apabila negara tersebut memiliki 2 persen entrepeneur atau pengusaha. Begitu yang sering diungkapkan Ciputra dalam bukunya. Dengan memperhatikan negara-negara maju sekarang ini, maka tidaklah terlepas dengan banyaknya jumlah pengusaha di dalamnya.
Indonesia merupakan suatu negara yang sangat luas dengan ribuan pulau yang terdampat dari sabang samai merauke. Memang sekarang ini Indonesia telah banyak memiliki pengusaha-pengusaha dibandingkan dengan negara tetangga. Hal ini diakibatkan karena ukuran negara kita.

Namun hal ini belum cukup dilihat dengan apa yang terjadi di lapangan, belum terajadi pemerataan kesejahteraan pada level masyarakat menengah ke bawah, karena peluang-peluang belum diciptakan bagi mereka yang kurang mampu.

Dibutuhkan banyak perbaikan-perbaikan di dalam tatanan sistem perekonomian yang berlaku di dalam negara ini. Walaupun mayoritas tatanan tersebut sudah bagus di atas kertas, tetapi tidak seperti yang terjadi di lapangan.

Kita ketahui, setiap tahun selalu ada anggaran baik pusat maupun di daerah dalam peningkatan pembangunan infrastruktur. Di dalam pengaplikasiannya di lapangan, sering kali dan mayorits anggaran tersebut tidak tepat sasaran dan selalu saja terdapat pelanggaran penggunaan dana bantuan.
Infrastruktur merupakan suatu faktor pendukung bagi pengusaha-pengusaha untuk meningkatkan usahanya. Dengan semakin baiknya sistem infrastruktur, akan memudahkan para pengusaha dalam memainkan perannya dalam berwirausaha.

Apabila Anda berada di negara ini sekarang, dan bertanya kepada beberapa warga, apa yang sedang terjadi di negara ini? Maka mayoritas menjawab “korupsi”. Korupsi merupakan salah satu penyakit yang sangat berbahaya dalam perkembangan suatu negara atau perekonomian bangsa ini. Di negara ini hampir seluruh bidang telah melakukan yang namanya korupsi. Seperti yang saya katakan tadi, infrastruktur merupakan salah satu sarana pendukung dalam perkembangan perekonomian baik di pusat maupun di daerah. Dalam hal ini, pembangunan infrastruktur sering saja terkendala, dengan kondisi yang kurang baik, cepat rusak, dan pembuatannya asal jadi banyak masalah yang ditimbulkannya.

Apabila kita mengamati bagaimana aliran dana yang mengalir dari setiap daerah-daerah menuju pusat, dari pusat ke daerah, terkadang besaran dari setiap anggaran ke daerah ini tidak sesuai dengan perolehan yang terjadi di daerah tersebut. Sering juga realisasi di lapangan tidak sesuai dengan anggaran.

Dalam melaksanakan proyek pembangunan infrastruktur juga bukan dilakukan dengan sesuai standar yang ada. Terkadang, terjadi nepotisme atau biasa dipilih dengan bisnis proyek kepada hubungan dekat atau keluarga bukan kepada profesionalisme seseorang. Akhirnya, dengan hal ini dilakukkan, kita dapat mengetahui bagaimana hasil daripada pembangunan infrastruktur tersebut.

Beberapa waktu lalu, Thailand mengalami kebanjiran yang lebih dari 50 persen wilayah negaranya. Dan bencana ini juga telah melumpuhkan sistem perekonomian di negara tersebut. Kita tahu bahwa negara Thailand banyak memproduksi spare part sepeda motor Honda, maupun Yamaha.

Indonesia dikabarkan terkena dampaknya, karena kekurangan pasokan dari Thailand, banyak ekonom mengatakan bahwa hal ini merupakan suatu keberuntungan bagi Indonesia merupakan market yang sangat besar. Namun untuk membuat pabrik-pabrik yang dapat menggantikan kedudukannya di Thailand, Indonesia kekurangan sumber daya manusia dan jawaban yang paling utama adalah kekurangan infrastruktur. Salah satunya adalah pasokan listrik yang kurang. Yang kedua adalah jalan, terkadang saya berpikir apakah jalan yang dibangun diperkirakan daya tahannya atau sengaja dibuat waktu daya tahannya? Sehingga dapat menjadi ukuran untuk perbaikan kembali dalam waktu yang telah ditentukan. Namun yang membaut lucu adalah belum 3 bulan sudah mengalami kerusakan dan tidak ada perbaikan kembali. Sungguh merupakan suatu hal pemborosan jika anggaran suatu daerah mayoritas terletak pada penambahan rekening pejabat dan mengabaikan pembanguna infrastruktur.

Pada 19 November 2011 yang lalu, mantan Wapres Jusuf Kalla memberikan kuliah umum bertajuk “Mengembangkan jiwa kewirausahaan yang berdaya saing menuju persaingan global” di Universitas Islam Indonsia Yogyakarta. Beliau mengatakan, Indonesia tidak mampu melayani orang dalam nilai tambah yang baik dalam perekonomian.

Dengan kreativitas, kita memberi nilai tambah kepada sesuatu yang kita kerjakan akan menjadi kekuatan pasar. Dengan kebutuhan yang instan pada saat ini, banyak konsumen yang menginginkan barang yang murah namun memenuhi standar teknologi. Kita semua sebagai pelaku ekonomi seharusnya memperhatikan lebih lagi kepada nilai tambah tersebut, karena setiap saat merupakan persaingan di dalam pasar yang dilihat adalah nilai tambah.
Sejak Indonesia dijajah, merdeka dan sampai sekarang ini merupakan negara agraris. Pertanian merupakan salah satu tulang punggung negara ini.

Indonesia pernah menjadi swasembada beras dan membantu negara-negara yang kekurangan. Namun sekarang menjadi terbalik, Indonesia menjadi pengimpor beras. Salah satu hasil pertanian yang rekor pertama di pegang Indonesia adalah kelapa sawit. Sampai sekarang, mayoritas dari hasil sektor ini hanya di ekspor saja. Kita gagal dalam memberi nilai tambah yang terkandung didalamnya sehingga kurang memanfaatkan keuntungan besar.

Masih banyak sektor lain yang menjadi andalan bangsa ini contohnya karet. Indonesia merupakan penghasil karet terbesar di dunia, sama juga dengan kelapa sawit, karet juga tidak diberi nilai tambah. Kita hanya mengekspor saja ke luar negeri. Apabila ditelesuri, sektor lain juga banyak memiliki hal yang sama yaitu kekurangan nilai tambah. Negara ini perlu memperhatikan keunggulan-keunggulan yang ada di negara ini untuk dibuat nilai tambahnya.
Dengan kondisi yang kita alami sekarang ini, perbaikan dalam setiap sektor merupakan suatu kaharusan, bukan pilihan lagi. Demi terciptanya kesejahteraan di dalam setiap warga negara, kita sebagai pelaku ekonomi yang sadar akan hal ini haruslah lebih kreatif lagi memberikan nilai tambah di dalam kehidupan ekonomi dan bisnis kita. Sehingga kita dapat menciptakan lapangan pekerjaan kepada orang lain, bukan sebagai pencari kerja dengan kita menambahi nilai tambah kita secara individu dan kelompok telah ikut membangun bangsa ini menuju bangsa yang lebih baik. Akhir kata, saya katakan iman, pengharapan dan kasih serta kerja keras merupakan senjata kita yang ampuh dalam menjalani kehidupan bangsa yang lebih baik. (*)

Penulis adalah Dosen STIE IBMI Medan, anggota kelompok diskusi di Campus
Concern Medan (CC_Medan)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/