Oleh:Jhon Marihot Purba SE MSi
Aha do modalmu mangaranto “anaha”? (Apa modalmu merantau ke tanah orang nak?). Pertanyaan ini sangat hakiki dan mendasar bagi orang Batak Toba sebelum merestui anaknya pergi mencari nafkah ke negeri orang. Berbekal semangat dan doa, banyak orang Batak Toba menjadi suku migran di daerah lain.
Orang Batak Toba sangat terkenal sebagai bangsa perantau. Hal ini dibuktikan dengan persebaran dan banyaknya gereja HKBP yang berdiri di daerah lain di negara ini. Mental perantau ini tentu bukan tanpa modal dasar. Fakta mengatakan, banyak masyarakat Batak Toba yang berhasil di daerah lain, bahkan membawa perubahan dan pemburan yang bisa menguntungkan dalam berbagai interaksi.
Dalam konteks pembangunan bangsa (nation building), tentu kita harus punya modal dasar untuk maju. Pada era orde baru (Orba) modal dasar pembangunan bangsa itu bisa dikategorikan dengan berbagai jenis, yaitu 1) Jumlah penduduk yang sangat besar, 2) Potensi sumber daya alam (SDA) yang melimpah, 3) Penguasaan IPTEK yang mumpuni, 4) Lautan yang sangat luas sebagai potensi membangun ekonomi bahari, 5) Budaya bangsa yang kaya dengan nilai ekonomi, 6) Letak bangsa yang sangat strategis, 7) Kekuatan Tentara, dan lain sebagainya. Dari berbagai jenis modal dasar pembangunan bangsa di atas, mengapa tidak disebut spesifik guru sebagai modal dasar pembangunan?
Memang secara ekonomi kita tidak menyangkal, potensi alam yang melimpah ruah adalah modal dasar utama pembangunan bangsa. Perkembangan ke depan bangsa kita justru menjadikan potensi sumber daya alam dikuasai oleh asing. Banyaknya tuntutan renegoisasi kontrak kepada pihak asing merupakan ungkapan kekecewaan masyarakat Indonesia atas dominasi aing yang snagat merugikan anak bangsa ini.
Kondisi ini terus berlanjut sampai sekarang. Yang menjadi masalah, mengapa tidak dikatakan secara spesifik bahwa guru adalah modal dasar pembangunan bangsa? Gagalnya kita mengelola SDA kita dengan bagus mungkin bisa dimaklumi bahwa SDM kita saat itu belum umpuni dan masih belum siap dengan kemampuan teknologi yang tinggi. Sekarang kita menyadarinya, ditengah kesadaran ini mengapa tidak ada upaya menciptakan generasi muda yang sadar IPTEK dengan kemampuan IPTEk yang tinggi?
Saya secara pribadi mengatakan belum ada keseriusan membenahi SDM bangsa ini agar punya kemampuan IPTEK yang bisa kita andalkan untuk mengelola potensi SDA yang bagus untuk kemakmuran rakyat. Bukti yang paling nyata belum adanya komitmen yang tinggi (hight commitment) terhadap pembentukan SDM yang mumpuni secara IPTEK generasi muda adalah dengan rendahnya perhatian pemerintah pada guru atau tenaga pendidik di negara kita.
Bukti yang paling empiris adalah amburadulnya sertifikasi guru dan tata kelola sertifikasi yang tidak profesional oleh pemerintah. Padalah jika sertifikasi dikelola dan dilakukan dengan bagus maka ini akan menajdi stimulus yang berkelanjutan untuk menghasilkan guru yang profesional dan bermartabat.
Ketika pemerintah memetakan masalah guru dengan baik di negara ini, maka ada solusi mengatasinya inilah “starting point” bahwasanya bangsa kita punya pengharapan masa depan yang sangat bagus. Ini tidak, sampai sekarang komitmen pemerintah masih sangat lemah kepada tenaga pendidik. Bukan hal asing lagi, jam mengajar guru di berbagai sekolah swasta sangat menyedihkan. Bayangkan di berbagai sekolah swasta masih banyak guru memperoleh honor yang tidak layak. Itupun dibayarkan satu minggu untuk sebulan.
Kalau 1 les dihargai Rp20.000, maka mengajar sampai 30 lespun masih bergaji Rp600.000 satu bulan. Sementara tugas dan tanggung jawab sangat tinggi. Ketika siswa tidak lulus yang disalahkan adalah guru. Padahal rangsangan kepada guru yang masih manusi tidak ada.
Bagaimana pemerintah mengatasi ini tentu menjadi PR berat bagi mereka. Agar guru bisa menajdi modal dasar pembangunan bangsa dan kemajuan bangsa ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh pemerintah, yakni: Pertama, mengelola sertifikasi supaya berjalan dengan bagus untuk peningkatan kesejahteraan guru.
Mengingat dalam sertifikasi tidak dibedakan antara guru PNS dan non PNS (swasta), maka sudah saatnya pemerintah pusat menjadikan ini sebagai momentum peningkatan taraf hidup guru. Taraf hidup guru sangat berhubungan dengan kemampuan mengajar, kualitas mengajar. Mana mungkin tuntutan kepada guru tinggi jika tidak diimbangi dengan kesejahteraan yang memadai.
Guru di negara Malaysia rata-rata punya pendapatan Rp45 juta per bulan. Dengan tingkat pendapatan seperti itu tentu guru akan fokus mengajar, memperbaharui diri, meningkatkan kemampuan mengajar sehingga siswa yang dididik benar-benar diarahkan menajdi SDM yang mumpuni. Beda di negara kita yang ahrus melakukan pekerjaan sampingan setelah siap mengajar. Jadi, sertifiaksi harus mampu menciptakan guru yang profesional, amanah, dan punya kemampuan dalam transfer knowledge kepada siswa.
Kedua, pemerintah pusat harus membuat peraturan atau regulasi yang tegas mengenai hak-hak dasar guru. Perlindungan kepada guru perlu dilakukan agar bekerja dengan tenang. Misalnya di yayasan swasta, banyak Guru yang mengalami tekanan karena unsur kesengajaan pada pemilik yayasan. Kemudian di berbagai daerah, guru sering dijadikan alat politik saat pilkada. Tentu ini akan menajdi bumerang bagi guru dan berkarya dan berkreativitas.
Ketiga, menempatkan guru sebagai aset pemerintah pusat di daerah yang sangat berharga. Dengan cara pandang seperti ini maka pemda akan berupaya keras meningkatkan kapasitas guru supaya menjadi guru yang profesional. Pemda/ Pemko tidak akan sewenang-wenang lagi kepada guru. Desentralisasi pendidikan saatnya ditinjau kalau ingin pendidikan kita diarhkan kepada mutu. Komitmen pemda/ Pemko sangat rendah kepada guru dan melihat guru hanya sebagai PNS biasa. Cara berpikir seperti ini tentu menajdi masalah besar dalam pengembangan guru menuju pembangunan bangsa yang berpendidikan.
Guru adalah modal dasar hakiki dalam pembangunan bangsa. Meningkatkan mutu pendidikan tanpa kehadiran guru di dalamnya adalah pepesan kosong belaka. Bagaimana membuat bangsa ini menjadi bangsa yang besar, maka pendidikan adalah solusinya. Ditengah solusi pendidikan ini variabel peningkatan kesejahteraan guru sangat penting.
Menjadikan guru sebagai modal dasar pembangunan bangsa adalah awal yang bagus dalam membangun bangsa ini. Jika SDM kita bagus, berwawasan IPTEK dan punya integritas maka kita akan menajdi bangsa yang besar. Kebesaran bangsa USA, Eropa tentu terletak di SDM nya yang sangat bagus. Mari membangun bangsa ini dengan menjadikan guru sebagai modal dasar pembangunan bangsa. (*)
Penulis adalah Dosen STMIK Sisingamaraja XII Medan, Alumni Pascasarjana Ilmu Manajemen USU, Direktur Eksekutif LP3GSSU (Lembaga Pusat Pengkajian dan Pengembangan Guru Sejahtera Sumatera Utara).