25 C
Medan
Friday, June 28, 2024

Peran Ibu dalam Pendidikan Sangat Penting!

Momentum Hari Ibu yang jatuh pada tanggal 22 Desember 2012 ini, haruslah diterjemahkan ke dalam aktualisasi diri, sehingga menjadi sebuah kebenaran dan nyata. Para ibu dan bapak bersatu padu untuk memberikan pendidikan keluarga kepada anaknya.

Oleh: Roy Naldy Simaremare

Mempersiapkan anak-anak melalui pendidikan keluarga merupakan sesuatu hal yang sangat penting dikembangkan dan diaktualisasikan. Karena peran keluarga dalam mendidik anak sangat besar dan menjadi tolak ukur prilaku si anak di dalam masyarakat. Apakah anak itu menjadi baik atau tidak. Hal itu tidak bisa dipungkiri lagi sebagai usaha orang tua di dalam menjadikan anak menjadi orang yang sukses.

Keluarga adalah bagian dari masyarakat yang terkecil. Jika pendidikan anak pada keluarga baik diberlakukan maka masyarakat Indonesia kedepannya seperti itu juga. Kalau anak-anak prilakunya menyimpang dari nilai-nilai etis masyarakat, maka pendidikan anak dalam keluarga perlu dipertanyakan kembali. Apakah sudah maksimal dilakukan atau orang tua lebih menyibukan diri atas pekerjaan masing-masing. Alhasil, anak akan menjadi sering keluyuran daripada mendengarkan perkataan orang tua.

Peran keluarga yang paling dominan dirumah adalah ibu. Ibu menjadi tumpuan di dalam membawa keluarga itu bahagia dan sejahtera. Sedangkan seorang bapak lebih sering keluar untuk mencari nafkah. Sehingga dari proses tersebut menjadikan sosok ibu perannya sangatlah vital. Segala pengaturan dalam keluarga lebih sering dikendalikan oleh sang ibu. Ibu lebih tau bagaimana mengatur kehidupan dari pada ayah pada umunya. Mulai dari prilaku anak sampai kepada pengaturan sistem ekonomi keluarga.

Ibu merupakan wanita pejuang di suatu keluarga. Maka kalau ibu sudah tidak ada lagi maka tak jarang keluarga menjadi kurang sehat lagi ataupun kurang akrab. Walaupun itu masih perdebatan antara kaum Hawa dan Adam, tetapi penulis menganggap bahwa itu merupakan kebenaran.

Misalnya saja dilihat dari faktor kedekatan, anak lebih sering dekat kepada sang ibu daripada sang ayah. Faktor itu bisa saja disebabkan karena perempuan lebih dominan pada perasaan sedangkan laki-laki mendahulukan rasionalnya. Hal itu bukan berarti menghilangkan rasional yang ada pada perempuan dan menghilangkan perasaan dari pada laki-laki. Keduanya memilkinya dan tidak ada perbedaan gender.

Memiliki Ibu

Tak ada yang lain diucapkan seorang ibu bila ditanyakan apa cita-cita luhurnya selain melihat keluarganya bahagia dan sejahtera. Tetapi terkadang hal tersebut kurang direspon seorang anak, malahan di era modren ini anak seringkali mengabaikan nasehat dari sang ibu. Seperti legenda Malin Kundang dan Si Mardan. Legenda tersebut menceritakan anak yang durhaka terhadap ibunya sendiri.

Sehingga dengan perlakuan tersebut menjadikan seorang anak termakan karmanya. Tentunya cerita itu mengingatkan kita sebagai seorang anak sudah sewajibnya menghormati kepada orang tua. Dalam arti orang tua bukan “gilak hormat”, tetapi sesungguhnya anak bergiat melakukan nasehat orang tua dan melakukan tugas anak dengan rajin. Pastinya semua itu dilakukan orang tua karena kasih sayangnya kepada si buah hati.

Selain itu, peringatan Hari Ibu pada tanggal 22 Desember 2012 ini, penting untuk diperhatikan bahwa catatan sejarah Indonesia khususnya, pada masa nasionalisme membuktikan bahwa kiprah perempuan dalam menyongsong kemerdekaan Indonesia sangat diperhitungkan.

Itu dapat dilihat pada 22 Desember 1928, organisasi-organisasi perempuan berkumpul untuk berkongres pertamanya di Jogjakarta. Kemudian, Soekarno melalui Dekrit Presiden No. 316/1959 menetapkan Hari Ibu dan nasional. Dimana untuk mengibarkan kembali semangat pahlawan perempuan seperti R.A. Kartini dan Cut Nya Dien.

Peran R.A. Kartini sampai sekarang dapat dirasakan oleh kaum perempuan. Sewaktu Kartini berhasil meruntuhkan sekat-sekat antara laki-laki dan perempuan. Perjuangan  kesetaraan gender merupakan usaha besar dari pahlawan wanita tersebut, terutama dalam perjuangan pendidikan. Yang memberikan arah baru dan secerca harapan untuk dapat menikmati pendidikan oleh kaum perempuan.

Memiliki ibu nyatanya pada masa kini semakin terabaikan. Hal itu kontras kita lihat penghormatan kepada ibu semakin terabaikan, faktor itu akibat dari keperkasaan zaman globalisasi dalam menangkap jiwa pemuda-pemuda sekarang. Keterlenaan arus globalisasi membuat penghormatan kepada orang tua menjadi rapuh. Akibatnya rasa memiliki ini pun menjadi runtuh yang syarat akan kepongahan tuntutan zaman edan.

Perayaan Hari Ibu yang kita peringati sekarang tentunya menjadi komitmen kita bersama untuk lebih lagi menyayangi orang tua. Goresan-goresan yang tercap pada hati ibu membawa kita kepada lebih baik lagi. Dan juga berjanji untuk tidak meyumbangkan ketajaman perbuatan menyakitkannya. Namun, yang sangat disayangkan setiap tahunnya masih ada saja kekerasan kepada ibu dan anak. Yang memberikan warna hidup keluarga-keluarga Indonesia terkecoh. Bahkan memberikan citra buruk kepada masyarakat Indonesia. Tindakan itu tentunya menjadi tanggung jawab pemerintah di dalam mensukseskan keluarga yang sakinah atau sejahtera.  Masih banyaknya kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) terhadap perempuan dan anak hingga sekarang menunjukkan bahwa moralitas bangsa ini mengalami penurunan.

Selanjutnya, hak anak untuk mendapatkan kasih sayang dari orang tua harus dipegang teguh oleh orang tua. Dalam UU Nomor 23 Tahun 2002 pasal 26 tentang Perlindungan Anak disebutkan, orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk: mengasuh, memlihara, mendidik, dan melindungi anak; menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya. Senada dengan hal itu, tingkat pembunuhan di keluarga dan penindasan masih kerap terjadi dioleh karenakan faktor perekonomian yang buruk. Siapa sangka seorang ibu tega membunuh anaknya sendiri disebabkan karena faktor tersebut. Pada hal, pemerintah harus bertanggung jawab atas kesejahteraan rakyatnya. Tugas pemerintah seharusnya melindungi rakyatnya. Apakah itu mulai dari faktor ekonomi, sosial, dll.

Pemerintah bukan saja mengenakkan sanksi terhadap pelaku KDRT tersebut. Akan tetapi pemerintah memberikan pelayanan pastoral kepada korban, yang memang mereka perlu diperhatiakan secara psikologi. Di lain itu juga, pemerintah memberikan secercah harapan untuk mendapatkan ekonomi yang layak kepada mereka. Agar kebutuhan keluarga mereka terpenuhi. Belum lagi ketidakmampuan orang tua dalam memberikan pendidikan kepada anak.

Disamping itu juga, eksistensi anak-anak terlantar yang masih berkeliaran. Pada hal dalam UUD 1945 mengatur bahwa, anak-anak terlantar dipelihara oleh negara. Namun, secara kontras kita dapat melihat keterlibatan anak-anak yang berada dijalanan dan dilampu merah, bahwa pemerintah alpa untuk menjalankan UUD 1945 yang sudah diamanatkan.

Momentum Hari Ibu, adalah waktunya kita memperbaiki hubungan yang harmonis di dalam keluarga. Sehingga menjadi keluarga yang dipenuhi cinta kasih. Selain itu, peran pemerintah di dalam meningkatkan jaminan hidup dan meningkatkan kewirausahaan mereka merupakan hal yang sangat krusial. Perwujudan itu merupakan bagian dari peningkatan ekonomi kerakyatan. Sehingga pembiayaan untuk anak-anak dalam mendapatkan pendidikan dapat terealisasikan. Negara tidak akan maju dan sejahtera jika angka pendidikan untuk anak-anak dan generasi muda tidak di galakkan. Tentunya pendidikan adalah modal untuk memberikan secercah harapan dalam keluarga. Selamat Hari Ibu 22 Desember 2012. ***

Penulis adalah Koordinator
Solidarity  for Human Rights (SA-HAM)

Momentum Hari Ibu yang jatuh pada tanggal 22 Desember 2012 ini, haruslah diterjemahkan ke dalam aktualisasi diri, sehingga menjadi sebuah kebenaran dan nyata. Para ibu dan bapak bersatu padu untuk memberikan pendidikan keluarga kepada anaknya.

Oleh: Roy Naldy Simaremare

Mempersiapkan anak-anak melalui pendidikan keluarga merupakan sesuatu hal yang sangat penting dikembangkan dan diaktualisasikan. Karena peran keluarga dalam mendidik anak sangat besar dan menjadi tolak ukur prilaku si anak di dalam masyarakat. Apakah anak itu menjadi baik atau tidak. Hal itu tidak bisa dipungkiri lagi sebagai usaha orang tua di dalam menjadikan anak menjadi orang yang sukses.

Keluarga adalah bagian dari masyarakat yang terkecil. Jika pendidikan anak pada keluarga baik diberlakukan maka masyarakat Indonesia kedepannya seperti itu juga. Kalau anak-anak prilakunya menyimpang dari nilai-nilai etis masyarakat, maka pendidikan anak dalam keluarga perlu dipertanyakan kembali. Apakah sudah maksimal dilakukan atau orang tua lebih menyibukan diri atas pekerjaan masing-masing. Alhasil, anak akan menjadi sering keluyuran daripada mendengarkan perkataan orang tua.

Peran keluarga yang paling dominan dirumah adalah ibu. Ibu menjadi tumpuan di dalam membawa keluarga itu bahagia dan sejahtera. Sedangkan seorang bapak lebih sering keluar untuk mencari nafkah. Sehingga dari proses tersebut menjadikan sosok ibu perannya sangatlah vital. Segala pengaturan dalam keluarga lebih sering dikendalikan oleh sang ibu. Ibu lebih tau bagaimana mengatur kehidupan dari pada ayah pada umunya. Mulai dari prilaku anak sampai kepada pengaturan sistem ekonomi keluarga.

Ibu merupakan wanita pejuang di suatu keluarga. Maka kalau ibu sudah tidak ada lagi maka tak jarang keluarga menjadi kurang sehat lagi ataupun kurang akrab. Walaupun itu masih perdebatan antara kaum Hawa dan Adam, tetapi penulis menganggap bahwa itu merupakan kebenaran.

Misalnya saja dilihat dari faktor kedekatan, anak lebih sering dekat kepada sang ibu daripada sang ayah. Faktor itu bisa saja disebabkan karena perempuan lebih dominan pada perasaan sedangkan laki-laki mendahulukan rasionalnya. Hal itu bukan berarti menghilangkan rasional yang ada pada perempuan dan menghilangkan perasaan dari pada laki-laki. Keduanya memilkinya dan tidak ada perbedaan gender.

Memiliki Ibu

Tak ada yang lain diucapkan seorang ibu bila ditanyakan apa cita-cita luhurnya selain melihat keluarganya bahagia dan sejahtera. Tetapi terkadang hal tersebut kurang direspon seorang anak, malahan di era modren ini anak seringkali mengabaikan nasehat dari sang ibu. Seperti legenda Malin Kundang dan Si Mardan. Legenda tersebut menceritakan anak yang durhaka terhadap ibunya sendiri.

Sehingga dengan perlakuan tersebut menjadikan seorang anak termakan karmanya. Tentunya cerita itu mengingatkan kita sebagai seorang anak sudah sewajibnya menghormati kepada orang tua. Dalam arti orang tua bukan “gilak hormat”, tetapi sesungguhnya anak bergiat melakukan nasehat orang tua dan melakukan tugas anak dengan rajin. Pastinya semua itu dilakukan orang tua karena kasih sayangnya kepada si buah hati.

Selain itu, peringatan Hari Ibu pada tanggal 22 Desember 2012 ini, penting untuk diperhatikan bahwa catatan sejarah Indonesia khususnya, pada masa nasionalisme membuktikan bahwa kiprah perempuan dalam menyongsong kemerdekaan Indonesia sangat diperhitungkan.

Itu dapat dilihat pada 22 Desember 1928, organisasi-organisasi perempuan berkumpul untuk berkongres pertamanya di Jogjakarta. Kemudian, Soekarno melalui Dekrit Presiden No. 316/1959 menetapkan Hari Ibu dan nasional. Dimana untuk mengibarkan kembali semangat pahlawan perempuan seperti R.A. Kartini dan Cut Nya Dien.

Peran R.A. Kartini sampai sekarang dapat dirasakan oleh kaum perempuan. Sewaktu Kartini berhasil meruntuhkan sekat-sekat antara laki-laki dan perempuan. Perjuangan  kesetaraan gender merupakan usaha besar dari pahlawan wanita tersebut, terutama dalam perjuangan pendidikan. Yang memberikan arah baru dan secerca harapan untuk dapat menikmati pendidikan oleh kaum perempuan.

Memiliki ibu nyatanya pada masa kini semakin terabaikan. Hal itu kontras kita lihat penghormatan kepada ibu semakin terabaikan, faktor itu akibat dari keperkasaan zaman globalisasi dalam menangkap jiwa pemuda-pemuda sekarang. Keterlenaan arus globalisasi membuat penghormatan kepada orang tua menjadi rapuh. Akibatnya rasa memiliki ini pun menjadi runtuh yang syarat akan kepongahan tuntutan zaman edan.

Perayaan Hari Ibu yang kita peringati sekarang tentunya menjadi komitmen kita bersama untuk lebih lagi menyayangi orang tua. Goresan-goresan yang tercap pada hati ibu membawa kita kepada lebih baik lagi. Dan juga berjanji untuk tidak meyumbangkan ketajaman perbuatan menyakitkannya. Namun, yang sangat disayangkan setiap tahunnya masih ada saja kekerasan kepada ibu dan anak. Yang memberikan warna hidup keluarga-keluarga Indonesia terkecoh. Bahkan memberikan citra buruk kepada masyarakat Indonesia. Tindakan itu tentunya menjadi tanggung jawab pemerintah di dalam mensukseskan keluarga yang sakinah atau sejahtera.  Masih banyaknya kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) terhadap perempuan dan anak hingga sekarang menunjukkan bahwa moralitas bangsa ini mengalami penurunan.

Selanjutnya, hak anak untuk mendapatkan kasih sayang dari orang tua harus dipegang teguh oleh orang tua. Dalam UU Nomor 23 Tahun 2002 pasal 26 tentang Perlindungan Anak disebutkan, orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk: mengasuh, memlihara, mendidik, dan melindungi anak; menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya. Senada dengan hal itu, tingkat pembunuhan di keluarga dan penindasan masih kerap terjadi dioleh karenakan faktor perekonomian yang buruk. Siapa sangka seorang ibu tega membunuh anaknya sendiri disebabkan karena faktor tersebut. Pada hal, pemerintah harus bertanggung jawab atas kesejahteraan rakyatnya. Tugas pemerintah seharusnya melindungi rakyatnya. Apakah itu mulai dari faktor ekonomi, sosial, dll.

Pemerintah bukan saja mengenakkan sanksi terhadap pelaku KDRT tersebut. Akan tetapi pemerintah memberikan pelayanan pastoral kepada korban, yang memang mereka perlu diperhatiakan secara psikologi. Di lain itu juga, pemerintah memberikan secercah harapan untuk mendapatkan ekonomi yang layak kepada mereka. Agar kebutuhan keluarga mereka terpenuhi. Belum lagi ketidakmampuan orang tua dalam memberikan pendidikan kepada anak.

Disamping itu juga, eksistensi anak-anak terlantar yang masih berkeliaran. Pada hal dalam UUD 1945 mengatur bahwa, anak-anak terlantar dipelihara oleh negara. Namun, secara kontras kita dapat melihat keterlibatan anak-anak yang berada dijalanan dan dilampu merah, bahwa pemerintah alpa untuk menjalankan UUD 1945 yang sudah diamanatkan.

Momentum Hari Ibu, adalah waktunya kita memperbaiki hubungan yang harmonis di dalam keluarga. Sehingga menjadi keluarga yang dipenuhi cinta kasih. Selain itu, peran pemerintah di dalam meningkatkan jaminan hidup dan meningkatkan kewirausahaan mereka merupakan hal yang sangat krusial. Perwujudan itu merupakan bagian dari peningkatan ekonomi kerakyatan. Sehingga pembiayaan untuk anak-anak dalam mendapatkan pendidikan dapat terealisasikan. Negara tidak akan maju dan sejahtera jika angka pendidikan untuk anak-anak dan generasi muda tidak di galakkan. Tentunya pendidikan adalah modal untuk memberikan secercah harapan dalam keluarga. Selamat Hari Ibu 22 Desember 2012. ***

Penulis adalah Koordinator
Solidarity  for Human Rights (SA-HAM)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/