Oleh:
Jonson BS Rajagukguk SSos SE MAP
Judul tulisan ini agak provokatif memang, tetapi ada tujuan yang sangat mulia dan sekaligus sebuah permenungan bagi kita semua. Sudah pasti semua orang atau instansi maupun organisasi bisnis selalu berlomba untuk menjadi yang terunggul dan terbaik (the best player). Para motivator ulung selalu memberikan arahan bagaimana yang terbaik dengan cara bekerja keras dan mau belajar dari kesalahan.
Ketika sebuah harian terbitan Medan beberapa waktu lalu merilis, Pemerintah Kabupaten Humbahas menjadi yang terbaik dalam penyelenggeraan otonomi tingkat Provinsi Sumatera Utara, sebagai warga Kota Medan saya langsung bertanya-tanya, mengapa Pemko Medan dikalahkan Kabupaten Humbang Hasundutan?
Setidaknya ini menjadi cambuk bagi Pemko Medan agar ke depan bisa lebih berprestasi dengan meningkatkan pelayanan yang prima kepada masyarakat.
Pemko Medan sebagai pusat segala aktivitas di Sumut seharusnya meraih juara pertama penyelenggaraan otonomi daerah. Kota Medan punya modal dasar menjadi is the best dalam praktik otonomi daerah.
Gagalnya Pemko Medan meraih yang terbaik dalam praktik otonomi daerah harus menjadi bahan evaluasi postif untuk meningkatkan kinerja pemerintahan.
Seharusnya publikasi indeks pelayanan publik Kota Medan yang sangat buruk bisa menjadi pelajaran bagi kota terbesar ketiga di negara ini.
Publikasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui Direktur Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dan Ombudsman RI- dengan kesimpulan Indeks Pelayanan Publik di Sumut terus mengalami penurunan sejak dua tahun terakhir. Bahkan, khusus Kota Medan komitmen dan pengawasan pejabatnya sangat rendah untuk memperbaiki pelayanan publik. Penurunan ini disebabkan dua faktor utama, yakni rendahnya komitmen pejabat dan minimnya pengawasan di lapangan. Indikator KPK adalah evaluasi supervisi pelayanan publik yang diselenggarakan KPK di Medan, indeks pelayanan publiknya masih berada di atas angka 5.
Saat ini indeks yang mencerminkan integritas layanan publik di kota Medan hanya 3,66. Posisi ini bahkan lebih rendah jika dibandingkan dengan kota Bandar Lampung dan Jayapura dengan masing-masing indeks lima dan empat.
Terlepas daripada itu, sebuah sinyal positif datang dari tanah Batak tatkala pemerintah Kabupaten Humbang Hasundutan (Humbahas) berhasil meraih peringkat pertama penyelengeraan otonomi daerah di Sumatera Utara. Sebagai orang Batak Toba tentu ada kebanggaan bagi saya, pemda yang mayoritas orang Batak Toba mampu menyelenggerakan pemerintahan yang baik (good governance) untuk tingkat Provinsi Sumatera Utara.
Saya secara khusus bukan mau mempersempit otonomi dengan konsep etnisitas, tetapi berpikir positif bahwa jiwa parhobas (pelayan) benar-benar ditransformasikan dalam konteks berpemerintahan yang bagus.
Tampilnya Humbang Hasundutan sebagai yang terbaik dalam penyelenggeraan otonomi daerah di Sumatera Utara memang bukanlah kejutan. Beberapa tahun terakhir ini dalam setiap penerimaan CPNS di Humbahas relatif bersih dengan tidak adanya isu. Bahkan, perankingan sangat jelas dan kerjasama dengan USU untuk lebih mudah mengontrol proses seleksi merupakan bukti bahwa Pemkab Humbahas sangat seriu membangun tatanan pemerintahan berbasis tata keloloa yang bagus (good governance). Prestasi ini merupakan angin segar dari daerah bona pasogit orang Batak Toba dimana jiwa parhobas mulai diresapi oleh pemerintahan.
Kalau kita analisis, tidak ada alasan bagi Pemko Medan untuk kalah dengan Humbang Hasundutan. Ada beberapa hal yang menjadi modal dasar utama Pemko Medan dalam menyabet juara pertama atau peringkat pertama otonomi tingkat Provinsi Sumatera Utara.
Pertama, ketersediaan SDM yang lebih bagus. Bukan rahasia umum lagi SDM di lingkungan Pemko Medan pasti lebih unggul. Semua PNS selalu berlomba ke pusat kota. Berbagai cara dilakukan agar bisa pindah ke Pemko Medan. Kemudian mutu SDM PNS didukung oleh akses penddikan yang sangat dekat. Medan adalah pusat pendidikan (center of education) di Sumatera Utara. Dari berbagai daerah selalu datang ke Kota Medan untuk mengambil S2. Tentu perputaran informasi sangat tinggi di Kota Medan. Kita tidak tahu mengapa SDM dengan kapasitas yang bagus ini tidak bisa diberdayakan oleh Pemko Medan dalam pembangunan pemerintahan yang berjiwa pelayan.
Kedua, dukungan potensi pendapatan asli daerah yang sangat besar. Jumlah PAD Kota Medan sangat besar. Dukungan finansial ini tentu membuat format pemerintahan akan sangat bagus. Sementara kendala pengembangan SDM di daerah pelosok Sumut dikarenakan dukungan finansial yang minim. Pemko Medan dengan dukungan finanasial yang sangat mendukung seharusnya bisa menjadi yang terunggul di Sumatera Utara. Seharusnya PAD yang besar signifikan dalam pengembangan kapasitas pemerintahan atau penguatan pemerintahan untuk memberikan pelayanan yang prima.
Ketiga, dukungan tingkat pendidikan masyarakat. Masyarakat yang cerdas tentu bisa mengontrol pemerintahan untuk berjalan pada rel yang benar. Semakin cerdas masyarakat maka pemerintahan semakin mudah untuk diawasi. Perbandingan level pendidikan antara masyarakat kota Medan dan Humbahas sangatlah jauh. Bahkan angka buta huruf lebih tinggi di Humbahas daripada Kota Medan. Masyarakat yang kritis tentu tergambar dari SDM. Semakin tinggi level pendidikan masyarakat maka semakin kritis pula terhadap i bentuk praktik penyelewengan kekuasaan (abused of power).
Keempat, Kota Medan adalah kota pusat bisnis (business center), industri yang merupakan perlintasan dari berbagai komponen. Tentu ini bisa dimanfaatkan untuk membangun kota Medan yang lebih bagus dalam hal tata kelola pemerintahan (clean government). Makin tinggi aktivitas dan mobilitas sebuah kota secara bersamaan menuntut untuk berbenah diri. Sebab, sebagai kota yang merupakan pusat bisnis, industri, dan jasa sangat menjanjikan secara finansial.
Masih banyak keunggulan dan nilai plus yang dimiliki oleh Pemko Medan untuk bisa keluar sebagai peringkat pertama dalam penyelenggeraan otonomi daerah di Sumatera Utara. Kita tidak tahu mengapa sumber daya dan modal dasar itu tidak dioptimalkan agar penyelenggeraan otonomi daerah mengacu pada Kota Medan.
Mengingat hakikat otonomi daerah percepatan pembangunan dan juga melembagakan nilai kearifan lokal, sudah saatnya semua pemda untuk berbenah dan mengevaluasi sejauh mana mampu melaksanakan otonomi daerah dalam konteks yang tepat.
Humbahas membuktikan dengan dukungan APBD yang sangat minim mampu menjadi yang terbaik di Sumut. Sementara banyak daerah yang PAD nya sangat tinggi seperti Pemko Medan, Kabuten Deli Serdang, Kota Binjai, Kabupaten Simalungun, Kabupaten Serdang Bedagai tidak mampu mengungguli Humbahas. Selamat kepada Kabupaten Humbahas karena mampu menerapkan praktik otonomi daerah yang terbaik tahun ini di Sumatera Utara.
Mungkin Humbahas sudah menyadari sepenuhnya bahwa kehadiran mereka adalah sebagai parhobas yang harus melayani masyarakat. Layaknya parhobas dalam budaya orang Batak Toba selalu mengutamakan kepentingan orang banyak. Sekali lagi, spirit keunggulan yang datang dari Humbahas merupakan peringatan bagi Pemko Medan dan pemerintah lainnya untuk terus berbenah. Energi positif perlu ditarik dari political will Humbahas dalam mempraktikkan otonomi daerah yang tepat, terlepas dari kekurangan Pemkab Humbahas belakanga ini.(*)
Penulis adalah Dosen STIE -STMIK IBBI Medan/Direktur Eksekutif ELSANEK
(Lembaga Studi dan Advokasi Negara Kesejahteraan)