30 C
Medan
Wednesday, June 26, 2024

Pemuda dalam Pilgubsu

Penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dalam memilih secara langsung pasangan calon gubernur dan wakil gubernur provinsi Sumatera Utara Tahun 2013 kurang lebih tinggal satu bulan segera digelar, dengan telah ditetapkannya Daftar Pemilih Tetap (DPT) oleh Komisi Pemilihan Umum Provinsi Sumatera Utara menandai tahapan dan jadwal sudah berjalan sebagaimana direncanakan.

Oleh:  Joko Riskiyono

Dengan jumlah pemilih  10.295.013 jiwa tersebar dalam 26.443 Tempat Pemungutan Suara (TPS), satu yang perlu diketahui siknifikasi besar penyumbang suara terdiri dari pemilih pemula dan pemilih berusia muda (produktif) dalam Pilgubsu diharapkan turut berpartisipasi menggunakan hak pilihnya dalam pemungutan suaran yang diselenggarakan pada hari kamis tanggal 07 Maret 2013  di tiap-tiap TPS yang sudah disediakan berdasarkan dari DPT disertai undangan atau dengan menunjukan identitas sah sebagai pemilih yang berpenduduk di wilayah provinsi Sumut dengan menunjukan bukti identitas berupa KTP, KK, Paspor, dan atau buku nikah.

Peran pemuda seolah tenggelam dalam hingar bingar menyambut Pilgubsu nyaris kurang terdengar kiprahnya, baik sebagai Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP) atau individu aktivis gerakan pemuda untuk turut serta memberikan konstribusi riil (nyata) demi suksesnya momentum kedaulatan yang kurang lebih 5 (lima) menit di bilik suara memilih dan menentukan calon pemimpin dalam siklus lima tahun kedepan orang nomor satu di pemerintahan Sumatera Utara. Gerakan Pemuda dengan organisasi kepemudaannya dituntut sebagai agen of change (agen perubahan) seharusnya menjadi lokomotif terdepan menentukan nasib kepemimpinan baik bersifat lokal maupun nasional, potensi pemuda yang sedemikian besar tidak sekedar sebagai vooter (pengumpul suara)  atau hanya dijadikan alat kekuasaan segelintir elit politik menuju tangga transisi kekuasaan untuk ditransaksionalkan dalam rangka mendapatkan  keuntungan, kekuasaan, dan kesempatan.

Sikap apatisme generasi muda dan pemuda khususnya terhadap proses politik seperti penyelenggaraan Pilgubsu, dilatarbelakangi berbagai faktor baik di internal pemuda sendiri maupun diluar, persoalan klasik di internal sebagai ancaman laten yang menghantui pemuda seperti sulitnya mendapatkan kesempatan kerja yang memadai, terbatasnya modal usaha, dan kurang perhatian dan dukungan dari negara dalam hal ini adalah pemerintah dibuktikan dengan minimnya dukungan sarana dan anggaran untuk program kegiatan kepemudaan. OKP berperan memperjuangkan hak pemuda untuk mendapatkan fasilitas sosial, ekonomi dan budaya  menjadi kewajiban bagi negara untuk menyediakan fasisilitas untuk menumbuhkan kreatifitas bagi pemuda untuk berkreasi menurut nalar dan cita-cita pemuda.

Organisasi-organisasi kepemudaan di provinsi Sumut yang tergabung dalam wadah Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) atau OKP yang memilih untuk tidak bergabung dalam KNPI sudah saatnya berperan dan berpartisipasi tidak hanya terbatas menjelang diselenggarakannya Pilgubsu, lebih daripada itu partisipasi OKP memberikan konstribusi mewadahi pemuda-pemudi tanpa memandang, suku, ras, agama, jenis kelamin dan keyakinan politik. Pekerjaan rumah yang saat ini harus diselesaikan adalah mempersiapkan kader-kader terbaik calon pemimpin dalam segala bidang yang menjadi kebutuhan rakyat mendesak untuk disiapkan, sebagai pemuda yang tergabung dalam gerakan kepemudaan mengklaim dirinya sebagai pewaris dan penerus cita-cita bangsa untuk tidak terjerumus pada sikap pragmatis dengan menghalalkan segala cara demi mencapai tujuan diperlukan modal sosial berupa sikap moral dan ahlak yang telah teruji dalam praktik berorganisasi dan bermasyarakat.

Krisis kepemimpinan nasional maupun lokal yang terjadi saat ini salah satunya adalah lemahnya sistem rekruitmen dan kaderisasi di organisasi pergerakan pemuda yang akhirnya berimbas kepada kepemimpinan dalam mengisi jabatan publik maupun jabatan politik, karena kesulitan mencari kader yang berkarakter pemimpin yang ada tipe kader sebagai penguasa pada akhirnya ketika memimpin cenderungan berperilaku koruptif dengan menyalahgunakan wewenang beserta hak-hak yang dimiliki tidak menyadari bahwa sebagai pemimpin wajib memberikan pertanggungjawaban segala keputusan yang telah diambil.

Membentuk karakter pemuda yang berjiwa pemimpin bukan perkara mudah dan membutuhkan waktu yang cukup lama, terjadnya liberaliasasi dalam memilih pemimpin didasari atas kuantitas dukungan sebagai satu prasyarat utama memenangi pemilihan dalam mengisi jabatan-jabatan publik dalam Pemilukada seperti pada Pilgubsu secara langsung yang akan kita hadapi menjadi persolan tersendiri sementara dilain pihak pemuda sebagai penerus, pelopor, dan pelangsung regenerasi kepemimpinan belum siap menghadapi sistem demokrasi yang cenderung liberal. Apabila sebagai pemuda tidak sanggup menyelesaikan PR yaitu menyiapkan dirinya sebagai calon pemimpin masa depan yang berkarakter dibiarkan terus berlanjut pada akhirnya seorang pemimpin yang dipilih khususnya ditingkat lokal dalam Pilgubsu yang akan kita hadapi terpilih orang yang bermodal dengan karakter sebagai penguasa berakibat ketika tepilih dan akhirnya memimpin menghitung kembali cos (biaya) yang telah dikeluarkan selama proses pencalonan padahal diketahui dari gaji dan tunjangan yang diterima tidak cukup mengembalikan modal yang telah dikeluarkan maka tidak ada pilihan lain korupsi sebagai alternatif solusi demi mengembalikan modal belanja politik.

Sikap tiarapnya pemuda menghadapi Pilgubsu dapat diartikan sebagai strategi mensolidkan identitas untuk diperhitungkan sebagai kelompok penentu atau ketidakpedulian bnetuk sikap apatis terhadap Pilgubsu yang hanya merupakan urusan segelintir atau kelompok kepentingan tertentu yang akhirnya memilih untuk tiduk ikut ambil bagian. Sangat disayangkan potensi pergerakan pemuda di Sumatera Utara khususnya kota Medan, hampir dapat dijumpai di setiap lorong dan gang maupun kelurahan berdiri kokoh kepengurusan organisasi-organisasi kepemudaan ditingkat ranting atau komisariat sebagai ujung tombak daripada organisasi tidak mempunyai peran yang berarti dalam konstribusinya menghadapi penyelenggaraan Pilgubsu yang tinggal menghitung hari.

Peran Pemuda dalam Pilgubsu secara massif tidak harus berpolitik praktis dengan mendukung salah satu calon yang diusung atau calon yang memberi konstribusi pada organisasi, lebih daripada itu bagaiamana organisasi keppemudaan di Sumut mempengaruhi publik dalam menentukan pilihannya didasari rasionalitas kriteria seperti : 1. Antikorupsi;  2. Hak publik mendapatkan pelayanan maksimal; 3. Menjadikan Publik sebagai subyek setiap pengambilan kebijakan dan memberi tempat berpartisipasi, dari ketiga kriteria menjadikan kertas posisi kerja organiasi kepemudaan menghadapi Pilgubsu diperhitungkan.

Penulis: Mantan Ketua Bidang PPO PP-GPI Periode 2007-2011

Penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dalam memilih secara langsung pasangan calon gubernur dan wakil gubernur provinsi Sumatera Utara Tahun 2013 kurang lebih tinggal satu bulan segera digelar, dengan telah ditetapkannya Daftar Pemilih Tetap (DPT) oleh Komisi Pemilihan Umum Provinsi Sumatera Utara menandai tahapan dan jadwal sudah berjalan sebagaimana direncanakan.

Oleh:  Joko Riskiyono

Dengan jumlah pemilih  10.295.013 jiwa tersebar dalam 26.443 Tempat Pemungutan Suara (TPS), satu yang perlu diketahui siknifikasi besar penyumbang suara terdiri dari pemilih pemula dan pemilih berusia muda (produktif) dalam Pilgubsu diharapkan turut berpartisipasi menggunakan hak pilihnya dalam pemungutan suaran yang diselenggarakan pada hari kamis tanggal 07 Maret 2013  di tiap-tiap TPS yang sudah disediakan berdasarkan dari DPT disertai undangan atau dengan menunjukan identitas sah sebagai pemilih yang berpenduduk di wilayah provinsi Sumut dengan menunjukan bukti identitas berupa KTP, KK, Paspor, dan atau buku nikah.

Peran pemuda seolah tenggelam dalam hingar bingar menyambut Pilgubsu nyaris kurang terdengar kiprahnya, baik sebagai Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP) atau individu aktivis gerakan pemuda untuk turut serta memberikan konstribusi riil (nyata) demi suksesnya momentum kedaulatan yang kurang lebih 5 (lima) menit di bilik suara memilih dan menentukan calon pemimpin dalam siklus lima tahun kedepan orang nomor satu di pemerintahan Sumatera Utara. Gerakan Pemuda dengan organisasi kepemudaannya dituntut sebagai agen of change (agen perubahan) seharusnya menjadi lokomotif terdepan menentukan nasib kepemimpinan baik bersifat lokal maupun nasional, potensi pemuda yang sedemikian besar tidak sekedar sebagai vooter (pengumpul suara)  atau hanya dijadikan alat kekuasaan segelintir elit politik menuju tangga transisi kekuasaan untuk ditransaksionalkan dalam rangka mendapatkan  keuntungan, kekuasaan, dan kesempatan.

Sikap apatisme generasi muda dan pemuda khususnya terhadap proses politik seperti penyelenggaraan Pilgubsu, dilatarbelakangi berbagai faktor baik di internal pemuda sendiri maupun diluar, persoalan klasik di internal sebagai ancaman laten yang menghantui pemuda seperti sulitnya mendapatkan kesempatan kerja yang memadai, terbatasnya modal usaha, dan kurang perhatian dan dukungan dari negara dalam hal ini adalah pemerintah dibuktikan dengan minimnya dukungan sarana dan anggaran untuk program kegiatan kepemudaan. OKP berperan memperjuangkan hak pemuda untuk mendapatkan fasilitas sosial, ekonomi dan budaya  menjadi kewajiban bagi negara untuk menyediakan fasisilitas untuk menumbuhkan kreatifitas bagi pemuda untuk berkreasi menurut nalar dan cita-cita pemuda.

Organisasi-organisasi kepemudaan di provinsi Sumut yang tergabung dalam wadah Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) atau OKP yang memilih untuk tidak bergabung dalam KNPI sudah saatnya berperan dan berpartisipasi tidak hanya terbatas menjelang diselenggarakannya Pilgubsu, lebih daripada itu partisipasi OKP memberikan konstribusi mewadahi pemuda-pemudi tanpa memandang, suku, ras, agama, jenis kelamin dan keyakinan politik. Pekerjaan rumah yang saat ini harus diselesaikan adalah mempersiapkan kader-kader terbaik calon pemimpin dalam segala bidang yang menjadi kebutuhan rakyat mendesak untuk disiapkan, sebagai pemuda yang tergabung dalam gerakan kepemudaan mengklaim dirinya sebagai pewaris dan penerus cita-cita bangsa untuk tidak terjerumus pada sikap pragmatis dengan menghalalkan segala cara demi mencapai tujuan diperlukan modal sosial berupa sikap moral dan ahlak yang telah teruji dalam praktik berorganisasi dan bermasyarakat.

Krisis kepemimpinan nasional maupun lokal yang terjadi saat ini salah satunya adalah lemahnya sistem rekruitmen dan kaderisasi di organisasi pergerakan pemuda yang akhirnya berimbas kepada kepemimpinan dalam mengisi jabatan publik maupun jabatan politik, karena kesulitan mencari kader yang berkarakter pemimpin yang ada tipe kader sebagai penguasa pada akhirnya ketika memimpin cenderungan berperilaku koruptif dengan menyalahgunakan wewenang beserta hak-hak yang dimiliki tidak menyadari bahwa sebagai pemimpin wajib memberikan pertanggungjawaban segala keputusan yang telah diambil.

Membentuk karakter pemuda yang berjiwa pemimpin bukan perkara mudah dan membutuhkan waktu yang cukup lama, terjadnya liberaliasasi dalam memilih pemimpin didasari atas kuantitas dukungan sebagai satu prasyarat utama memenangi pemilihan dalam mengisi jabatan-jabatan publik dalam Pemilukada seperti pada Pilgubsu secara langsung yang akan kita hadapi menjadi persolan tersendiri sementara dilain pihak pemuda sebagai penerus, pelopor, dan pelangsung regenerasi kepemimpinan belum siap menghadapi sistem demokrasi yang cenderung liberal. Apabila sebagai pemuda tidak sanggup menyelesaikan PR yaitu menyiapkan dirinya sebagai calon pemimpin masa depan yang berkarakter dibiarkan terus berlanjut pada akhirnya seorang pemimpin yang dipilih khususnya ditingkat lokal dalam Pilgubsu yang akan kita hadapi terpilih orang yang bermodal dengan karakter sebagai penguasa berakibat ketika tepilih dan akhirnya memimpin menghitung kembali cos (biaya) yang telah dikeluarkan selama proses pencalonan padahal diketahui dari gaji dan tunjangan yang diterima tidak cukup mengembalikan modal yang telah dikeluarkan maka tidak ada pilihan lain korupsi sebagai alternatif solusi demi mengembalikan modal belanja politik.

Sikap tiarapnya pemuda menghadapi Pilgubsu dapat diartikan sebagai strategi mensolidkan identitas untuk diperhitungkan sebagai kelompok penentu atau ketidakpedulian bnetuk sikap apatis terhadap Pilgubsu yang hanya merupakan urusan segelintir atau kelompok kepentingan tertentu yang akhirnya memilih untuk tiduk ikut ambil bagian. Sangat disayangkan potensi pergerakan pemuda di Sumatera Utara khususnya kota Medan, hampir dapat dijumpai di setiap lorong dan gang maupun kelurahan berdiri kokoh kepengurusan organisasi-organisasi kepemudaan ditingkat ranting atau komisariat sebagai ujung tombak daripada organisasi tidak mempunyai peran yang berarti dalam konstribusinya menghadapi penyelenggaraan Pilgubsu yang tinggal menghitung hari.

Peran Pemuda dalam Pilgubsu secara massif tidak harus berpolitik praktis dengan mendukung salah satu calon yang diusung atau calon yang memberi konstribusi pada organisasi, lebih daripada itu bagaiamana organisasi keppemudaan di Sumut mempengaruhi publik dalam menentukan pilihannya didasari rasionalitas kriteria seperti : 1. Antikorupsi;  2. Hak publik mendapatkan pelayanan maksimal; 3. Menjadikan Publik sebagai subyek setiap pengambilan kebijakan dan memberi tempat berpartisipasi, dari ketiga kriteria menjadikan kertas posisi kerja organiasi kepemudaan menghadapi Pilgubsu diperhitungkan.

Penulis: Mantan Ketua Bidang PPO PP-GPI Periode 2007-2011

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/