32 C
Medan
Friday, June 28, 2024

Holding Ultra Mikro, Privatisasi BUMN & Pelaku Usaha Mikro

Analis Kebijakan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia

Pembentukan Holding Ultra Mikro

“Privatisasi” dan “Holding” sebelumnya mungkin terasa sangat jauh hubungannya dengan usaha mikro, namun berbeda ketika Pemerintah mendirikan Holding Ultra Mikro (UMi) dengan Bank Rakyat Indonesia (BRI) sebagai induk holding dan Pegadaian serta Permodalan Nasional Madani (PNM)  sebagai anggota holding. Holding Ultra Mikro resmi terbentuk pada 13 September 2021, dengan ditandatanganinya perjanjian pengalihan saham negara di PT Pegadaian dan PT Permodalan Nasional Madani (PNM) ke PT Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk (BRI).

Dengan pengalihan tersebut, Pegadaian dan PNM yang sebelumnya berstatus sebagai BUMN berubah menjadi anak perusahaan BRI, bank nasional terbesar dengan aset lebih dari Rp 1.600 triliun dan telah go public. Tujuan utama Pemerintah mengintegrasikan BRI – Pegadaian – PNM untuk mempercepat proses inklusi dan literasi keuangan terutama pada segmen ultra mikro di Indonesia. Hal ini menunjukkan dukungan kuat dan perhatian serius Pemerintah terhadap para pelaku usaha mikro agar mendapatkan akses pembiayaan formal dengan lebih mudah serta bunga yang lebih murah.

Dalam prosesnya, pembentukan holding ultra mikro telah melewati kajian dan pembahasan yang komprehensif oleh Komite Privatisasi Perusahaan Perseroan yang diketuai Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, bersama dengan Menteri BUMN dan Menteri Keuangan serta konsultasi dengan Dewan Perwakilan rakyat. Pemerintah dan DPR sepakat untuk membentuk holding dengan mekanisme privatisasi dan penerbitan saham baru BRI (rights issue), melalui Penambahan Modal Dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (“PMHMETD”), di mana Pemerintah mengambil seluruh HMETD, yang  pembagiannya dengan cara pembayaran non-tunai berupa penyetoran seluruh saham seri B yang dimilliki Pemerintah di Pegadaian dan PNM. Hal ini berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 33 tahun 2005 j.o Peraturan Pemerintah Nomor 59 tahun 2009, privatisasi adalah suatu tindakan penjualan saham Persero, baik sebagian maupun seluruhnya kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas kepemilikan saham oleh masyarakat.

Saham baru yang diterbitkan oleh BRI sebanyak ~28,2 miliar lembar saham senilai ~USD 6,7 miliar atau  ~Rp 95,9 triliun, dimana Pemerintah mengambil seluruh bagian yang menjadi haknya dengan mengalihkan saham negara di Pegadaian dan PNM senilai masing-masing Rp Rp 48,67 triliun dan Rp 6,1 triliun (berdasarkan penilaian independen).

Dengan adanya keputusan ini, publik sangat antusias dan menaruh kepercayaan besar terhadap holding ini, yang ditunjukkan dengan mengambil seluruh bagiannya bahkan permintaan saham melebihi penawaran sebesar 101,5% (oversubscribed). Pasca rights issue jumlah saham yang diterbitkan BRI naik dari ~123,3 miliar lembar menjadi ~151,5 miliar lembar dan kepemilikan Pemerintah RI meningkat dari 56.75% menjadi 56.82%. Sementara komposisi publik (termasuk Treasury Stock) menurun dari 43.25% menjadi 43.18%. Rights issue tersebut merupakan sejarah besar bagi pasar modal dan BUMN Indonesia, karena merupakan yang terbesar di Asia Tenggara, terbesar ketiga di Asia dan ketujuh di dunia.

 

Gambar 1. Struktur Holding Ultra Mikro

 

 

 

 

 

 

 

Meskipun seluruh saham seri B milik negara pada Pegadaian dan PNM telah dialihkan ke BRI, Pemerintah tidak kehilangan kontrol terhadap kedua Perusahaan tersebut, karena Negara tetap memiliki saham seri A (saham dwiwarna) di Pegadaian dan PNM. Saham seri A sendiri memiliki hak-hak istimewa sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2016, sehingga status Pegadaian dan PNM berbeda dengan anak perusahaan BRI lainnya dan masih tetap diperlakukan sama dengan BUMN lainnya.

 Holding Ultra Mikro untuk Pelaku Usaha Mikro

Pembentukan holding ultra mikro tidak mengubah fungsi dan peran Pegadaian yang menyediakan layanan pinjaman cepat dengan sistem gadai dan PNM yang melakukan pemberdayaan serta menyediakan pembiayaan kelompok. Kehadiran holding justru akan memperkuat peran/ posisi masing-masing dengan menyediakan layanan pembiayaan yang terintegrasi (one stop service). Holding ultra mikro diharapkan berperan dalam pemberdayaan dan pengembangan usaha mikro dengan menciptakan perluasan akses layanan keuangan formal dengan biaya pinjaman yang lebih terjangkau disertai jaringan distribusi yang luas di seluruh wilayah Indonesia. Holding juga diyakini mampu mendukung target literasi serta inklusi keuangan menjadi di atas 90% pada tahun 2025, mempercepat proses naik kelas segmen ultra mikro secara terstruktur, dan membangun database usaha mikro sehingga penyaluran program dan bantuan Pemerintah dapat lebih optimal.

Gambar 2. Sumber Pendanaan Usaha Ultra Mikro

 

 

 

 

 

Sumber: Analisis McKinsey

Diperkirakan pada tahun 2025, Indonesia akan memiliki kurang lebih 54 juta usaha ultra mikro yang didominasi oleh 4 kelompok usaha yakni petani dan peternak, pedagang pasar, pemilik warung, dan pekerja lepas. Namun dari jumlah tersebut hanya 43% yang mendapat pendanaan utama melalui lembaga keuangan formal seperti bank, perusahaan gadai, perusahaan pinjaman kelompok, dan BPR. Sedangkan 57% dari usaha ultra mikro tersebut masih belum memiliki akses pendanaan kepada lembaga keuangan formal dan menggantungkan pinjaman kepada keluarga, teman, rentenir, ataupun fintech yang seringkali memberatkan. Hal inilah yang menjadi salah satu alasan utama dibentuknya holding ultra mikro.

Target Holding Ultra Mikro

Untuk menjamin masyarakat khususnya pelaku usaha mikro mendapatkan manfaat yang sebesar-besarnya dari holding ini, Pemerintah menetapkan sejumlah target untuk dicapai, antara lain: (i) penambahan 5 juta nasabah pada 2024, (ii) digitalisasi layanan pembiayaan dengan fitur yang lebih lengkap, inovatif dan lebih murah (iii) penurunan bunga pinjaman, (iv) efisiensi dan perluasan jaringan dengan menerapkan co-location (BRI – Pegadaian – PNM di satu lokasi), dan (v) peningkatan kontribusi terhadap pendapatan Pemerintah dari deviden dan pajak.

Sampai dengan akhir 2021, telah dibentuk ~100 unit kerja co-location “sentra layanan ultra mikro” (Senyum) yang menyediakan layanan pembiayaan one stop service bagi pelaku usaha mikro. Jumlah tersebut akan terus bertambah hingga lebih dari seribu unit yang tersebar di seluruh Indonesia nantinya. Data nasabah BRI – Pegadaian dan PNM juga telah mulai diintegrasikan sehingga nasabah akan mendapatkan layanan keuangan yang lebih optimal.

Pemerintah dan pelaku usaha ultra mikro tentunya menaruh harapan besar terhadap kiprah dan gebrakan yang akan dilakukan holding dalam mengembangkan dan menyediakan layanan pembiayaan ultra mikro. Holding yang tengah menguatkan pondasi untuk menapak lebih jauh ini diharapkan mampu segera merealisasikan target yang telah ditetapkan dan berkontribusi lebih besar untuk perekonomian Indonesia.

Penulis: M. Aulia Putra Saragih

Analis Kebijakan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia

Pembentukan Holding Ultra Mikro

“Privatisasi” dan “Holding” sebelumnya mungkin terasa sangat jauh hubungannya dengan usaha mikro, namun berbeda ketika Pemerintah mendirikan Holding Ultra Mikro (UMi) dengan Bank Rakyat Indonesia (BRI) sebagai induk holding dan Pegadaian serta Permodalan Nasional Madani (PNM)  sebagai anggota holding. Holding Ultra Mikro resmi terbentuk pada 13 September 2021, dengan ditandatanganinya perjanjian pengalihan saham negara di PT Pegadaian dan PT Permodalan Nasional Madani (PNM) ke PT Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk (BRI).

Dengan pengalihan tersebut, Pegadaian dan PNM yang sebelumnya berstatus sebagai BUMN berubah menjadi anak perusahaan BRI, bank nasional terbesar dengan aset lebih dari Rp 1.600 triliun dan telah go public. Tujuan utama Pemerintah mengintegrasikan BRI – Pegadaian – PNM untuk mempercepat proses inklusi dan literasi keuangan terutama pada segmen ultra mikro di Indonesia. Hal ini menunjukkan dukungan kuat dan perhatian serius Pemerintah terhadap para pelaku usaha mikro agar mendapatkan akses pembiayaan formal dengan lebih mudah serta bunga yang lebih murah.

Dalam prosesnya, pembentukan holding ultra mikro telah melewati kajian dan pembahasan yang komprehensif oleh Komite Privatisasi Perusahaan Perseroan yang diketuai Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, bersama dengan Menteri BUMN dan Menteri Keuangan serta konsultasi dengan Dewan Perwakilan rakyat. Pemerintah dan DPR sepakat untuk membentuk holding dengan mekanisme privatisasi dan penerbitan saham baru BRI (rights issue), melalui Penambahan Modal Dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (“PMHMETD”), di mana Pemerintah mengambil seluruh HMETD, yang  pembagiannya dengan cara pembayaran non-tunai berupa penyetoran seluruh saham seri B yang dimilliki Pemerintah di Pegadaian dan PNM. Hal ini berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 33 tahun 2005 j.o Peraturan Pemerintah Nomor 59 tahun 2009, privatisasi adalah suatu tindakan penjualan saham Persero, baik sebagian maupun seluruhnya kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas kepemilikan saham oleh masyarakat.

Saham baru yang diterbitkan oleh BRI sebanyak ~28,2 miliar lembar saham senilai ~USD 6,7 miliar atau  ~Rp 95,9 triliun, dimana Pemerintah mengambil seluruh bagian yang menjadi haknya dengan mengalihkan saham negara di Pegadaian dan PNM senilai masing-masing Rp Rp 48,67 triliun dan Rp 6,1 triliun (berdasarkan penilaian independen).

Dengan adanya keputusan ini, publik sangat antusias dan menaruh kepercayaan besar terhadap holding ini, yang ditunjukkan dengan mengambil seluruh bagiannya bahkan permintaan saham melebihi penawaran sebesar 101,5% (oversubscribed). Pasca rights issue jumlah saham yang diterbitkan BRI naik dari ~123,3 miliar lembar menjadi ~151,5 miliar lembar dan kepemilikan Pemerintah RI meningkat dari 56.75% menjadi 56.82%. Sementara komposisi publik (termasuk Treasury Stock) menurun dari 43.25% menjadi 43.18%. Rights issue tersebut merupakan sejarah besar bagi pasar modal dan BUMN Indonesia, karena merupakan yang terbesar di Asia Tenggara, terbesar ketiga di Asia dan ketujuh di dunia.

 

Gambar 1. Struktur Holding Ultra Mikro

 

 

 

 

 

 

 

Meskipun seluruh saham seri B milik negara pada Pegadaian dan PNM telah dialihkan ke BRI, Pemerintah tidak kehilangan kontrol terhadap kedua Perusahaan tersebut, karena Negara tetap memiliki saham seri A (saham dwiwarna) di Pegadaian dan PNM. Saham seri A sendiri memiliki hak-hak istimewa sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2016, sehingga status Pegadaian dan PNM berbeda dengan anak perusahaan BRI lainnya dan masih tetap diperlakukan sama dengan BUMN lainnya.

 Holding Ultra Mikro untuk Pelaku Usaha Mikro

Pembentukan holding ultra mikro tidak mengubah fungsi dan peran Pegadaian yang menyediakan layanan pinjaman cepat dengan sistem gadai dan PNM yang melakukan pemberdayaan serta menyediakan pembiayaan kelompok. Kehadiran holding justru akan memperkuat peran/ posisi masing-masing dengan menyediakan layanan pembiayaan yang terintegrasi (one stop service). Holding ultra mikro diharapkan berperan dalam pemberdayaan dan pengembangan usaha mikro dengan menciptakan perluasan akses layanan keuangan formal dengan biaya pinjaman yang lebih terjangkau disertai jaringan distribusi yang luas di seluruh wilayah Indonesia. Holding juga diyakini mampu mendukung target literasi serta inklusi keuangan menjadi di atas 90% pada tahun 2025, mempercepat proses naik kelas segmen ultra mikro secara terstruktur, dan membangun database usaha mikro sehingga penyaluran program dan bantuan Pemerintah dapat lebih optimal.

Gambar 2. Sumber Pendanaan Usaha Ultra Mikro

 

 

 

 

 

Sumber: Analisis McKinsey

Diperkirakan pada tahun 2025, Indonesia akan memiliki kurang lebih 54 juta usaha ultra mikro yang didominasi oleh 4 kelompok usaha yakni petani dan peternak, pedagang pasar, pemilik warung, dan pekerja lepas. Namun dari jumlah tersebut hanya 43% yang mendapat pendanaan utama melalui lembaga keuangan formal seperti bank, perusahaan gadai, perusahaan pinjaman kelompok, dan BPR. Sedangkan 57% dari usaha ultra mikro tersebut masih belum memiliki akses pendanaan kepada lembaga keuangan formal dan menggantungkan pinjaman kepada keluarga, teman, rentenir, ataupun fintech yang seringkali memberatkan. Hal inilah yang menjadi salah satu alasan utama dibentuknya holding ultra mikro.

Target Holding Ultra Mikro

Untuk menjamin masyarakat khususnya pelaku usaha mikro mendapatkan manfaat yang sebesar-besarnya dari holding ini, Pemerintah menetapkan sejumlah target untuk dicapai, antara lain: (i) penambahan 5 juta nasabah pada 2024, (ii) digitalisasi layanan pembiayaan dengan fitur yang lebih lengkap, inovatif dan lebih murah (iii) penurunan bunga pinjaman, (iv) efisiensi dan perluasan jaringan dengan menerapkan co-location (BRI – Pegadaian – PNM di satu lokasi), dan (v) peningkatan kontribusi terhadap pendapatan Pemerintah dari deviden dan pajak.

Sampai dengan akhir 2021, telah dibentuk ~100 unit kerja co-location “sentra layanan ultra mikro” (Senyum) yang menyediakan layanan pembiayaan one stop service bagi pelaku usaha mikro. Jumlah tersebut akan terus bertambah hingga lebih dari seribu unit yang tersebar di seluruh Indonesia nantinya. Data nasabah BRI – Pegadaian dan PNM juga telah mulai diintegrasikan sehingga nasabah akan mendapatkan layanan keuangan yang lebih optimal.

Pemerintah dan pelaku usaha ultra mikro tentunya menaruh harapan besar terhadap kiprah dan gebrakan yang akan dilakukan holding dalam mengembangkan dan menyediakan layanan pembiayaan ultra mikro. Holding yang tengah menguatkan pondasi untuk menapak lebih jauh ini diharapkan mampu segera merealisasikan target yang telah ditetapkan dan berkontribusi lebih besar untuk perekonomian Indonesia.

Penulis: M. Aulia Putra Saragih

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/