26 C
Medan
Saturday, November 23, 2024
spot_img

Popularitas dan Elektabilitas Kandidat Kepala Daerah

Oleh: KHAIRUL FAHMI LUBIS, S.Sos, MSP

Walaupun Pemilukada Sumut belum masuk pada tahapan kampanye sesuai dengan jadwal yang dikeluarkan oleh KPUD Sumut, akan tetapi para kandidat kepala daerah sudah mulai memasang alat peraga dan tanda gambar mereka di tempat tempat yang dianggap strategis, seperti di pasar tradisional, dipinggir jalan, pohon, tiang listrik, dsb.

Tentunya secara tidak langsung hal ini menandakan “genderang perang” pencitraaan sudah dimulai. Mesin partai politik pendukung juga digerakkkan untuk melakukan pencitraan melalui para kader partai politik mereka dengan spanduk dan baliho. Artinya para kader partai politik tersebut
“sambil menyelam minum air”, kerena mereka mencitrakan kandidat kepala daerah untuk Pemilukada 2013 dan diri mereka untuk Pemilu 2014. Nah, itulah beberapa fenomena yang terjadi jelang Pemilukada Sumut yang akan berlangsung sekitar 2 bulan lagi.

Menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 2012 pasal 86 tentang Pemilu bahwa pemasangan tanda gambar dan alat peraga tidak boleh sembarangan tempat. Adapun yang tidak diperbolehkan seperti, fasilitas pemerintah, tempat pendidikan, tempat ibadah.

Untuk pemasangan alat peraga dan tanda gambar kandidat di pohon, tiang listrik dan fasilitas umum penulis sendiri tidak memahami, apakah di benarkan menurut peraturan KPUD dan peraturan Panwaslu. Tentunya persoalan ini merupakan tugas bagi KPUD dan Panwaslu untuk melakukan sosialisasi kepada tim kampanye/tim sukses kandidat kepala daerah dan melakukan penertiban tanda gambar dan alat peraga apabila bertentangan dengan peraturan atau Undang-undang Pemilu.

Terlepas dari persoalan diatas, penulis akan mencoba menganalisis popularitas dan elektabilitas para kandidat Cagubsu/Cawagubsu yang akan bertarung memperebutkan 10.295.013 pemilih di Sumut.

Pada beberapa media lokal di Sumut survei dan polling juga sudah dilakukan untuk mengukur tingkat popularitas (keterkenalan publik terhadap kandidat) dan tingkat elektabilitas (keterpilihan publik terhadap kandidat). Tentunya hasil survei dan polling tersebut tidak mutlak bisa jadi referensi bagi masyarakat. Hal ini terbukti pada Pemilukada Provinsi DKI Jakarta kemarin, dimana hasil survei dan polling banyak yang menjagokan pasangan Fauzi Bowo – Nahrowi Ramli yang mendapat dukungan masyarakat.

Ternyata hasil survei dan polling tersebut meleset dan jauh dari yang diharapakan. Tentunya masyarakat di Sumut tidak menginginkan hasil survei dan pollling seperti itu terjadi di Sumut, artinya ada data yang tidak valid atau kemungkinan ada survei atau polling titipan para kandidat kepala daerah.
Sebagai pemilih cerdas, ada beberapa indikator untuk melihat sosok kandidat yang ideal sesuai harapan, antara lain harus melihat kepada rekam jejak, hasil kinerja kandidat selama ini, visi dan misi yang ditawarkan, dan kontrak sosial dengan masyarakat apabila nantinya terpilih jadi Gubernur/Wakil Gubernur.

Secara teoritis, tingkat keterkenalan kandidat dapat dilakukan melalui bentuk pencitraan, seperti iklan dimedia cetak dan media elekktronik, pemasangan tanda gambar (spanduk & baliho), silaturrahmi yang dilakukan para kandidat kepada masyarakat, melalui program yang dirasakan langsung oleh masyarakat, dsb.

Sedangkan tingkat keterpilihan dapat dipengaruhi oleh timbal balik dari tingkat keterkenalan, artinya kalau masyarakat sudah mengenal dekat sosok kandidat dan masyarakat anggap mereka punya kemampuan, tentunya secara otomatis masyarakat akan simpati kepada sosok tersebut. Disamping itu tingkat keterpilihan juga dipengaruhi oleh hubungan emosional yang selama ini terbangun antara masyarakat dengan sosok kandidat. Hal ini seperti persamaaan ideologi, persamaam etnis, persamaaan geografis, dsb.

PENUTUP

Popularitas dan elektabilitas merupakan hal penting dalam mendukung kesuksesan kandidat kepala daerah bertarung dalam Pemilukada.
Tetapi kalau mesin partai politik juga tidak bekerja tentunya kekuatan yang ada pada sosok kandidat akan lemah, artinya dibutuhkan mesin partai politik yang tangguh dan kuat untuk memperkenalkan sosok kandidat kepala daerah kepada masyarakat luas. Akhir kata, apapun cerita nya penentu akhir pada Pemilukada tersebut ada pada pemilih sewaktu pemungutan suara. Penulis menghimbau kepada masyarakat Sumut gunakan lah hak pilih anda dan jadilah pemilih cerdas dalam memilih kandidat kepala daerah…

Penulis: Dosen STKIP & STIE Labuhanbatu

Oleh: KHAIRUL FAHMI LUBIS, S.Sos, MSP

Walaupun Pemilukada Sumut belum masuk pada tahapan kampanye sesuai dengan jadwal yang dikeluarkan oleh KPUD Sumut, akan tetapi para kandidat kepala daerah sudah mulai memasang alat peraga dan tanda gambar mereka di tempat tempat yang dianggap strategis, seperti di pasar tradisional, dipinggir jalan, pohon, tiang listrik, dsb.

Tentunya secara tidak langsung hal ini menandakan “genderang perang” pencitraaan sudah dimulai. Mesin partai politik pendukung juga digerakkkan untuk melakukan pencitraan melalui para kader partai politik mereka dengan spanduk dan baliho. Artinya para kader partai politik tersebut
“sambil menyelam minum air”, kerena mereka mencitrakan kandidat kepala daerah untuk Pemilukada 2013 dan diri mereka untuk Pemilu 2014. Nah, itulah beberapa fenomena yang terjadi jelang Pemilukada Sumut yang akan berlangsung sekitar 2 bulan lagi.

Menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 2012 pasal 86 tentang Pemilu bahwa pemasangan tanda gambar dan alat peraga tidak boleh sembarangan tempat. Adapun yang tidak diperbolehkan seperti, fasilitas pemerintah, tempat pendidikan, tempat ibadah.

Untuk pemasangan alat peraga dan tanda gambar kandidat di pohon, tiang listrik dan fasilitas umum penulis sendiri tidak memahami, apakah di benarkan menurut peraturan KPUD dan peraturan Panwaslu. Tentunya persoalan ini merupakan tugas bagi KPUD dan Panwaslu untuk melakukan sosialisasi kepada tim kampanye/tim sukses kandidat kepala daerah dan melakukan penertiban tanda gambar dan alat peraga apabila bertentangan dengan peraturan atau Undang-undang Pemilu.

Terlepas dari persoalan diatas, penulis akan mencoba menganalisis popularitas dan elektabilitas para kandidat Cagubsu/Cawagubsu yang akan bertarung memperebutkan 10.295.013 pemilih di Sumut.

Pada beberapa media lokal di Sumut survei dan polling juga sudah dilakukan untuk mengukur tingkat popularitas (keterkenalan publik terhadap kandidat) dan tingkat elektabilitas (keterpilihan publik terhadap kandidat). Tentunya hasil survei dan polling tersebut tidak mutlak bisa jadi referensi bagi masyarakat. Hal ini terbukti pada Pemilukada Provinsi DKI Jakarta kemarin, dimana hasil survei dan polling banyak yang menjagokan pasangan Fauzi Bowo – Nahrowi Ramli yang mendapat dukungan masyarakat.

Ternyata hasil survei dan polling tersebut meleset dan jauh dari yang diharapakan. Tentunya masyarakat di Sumut tidak menginginkan hasil survei dan pollling seperti itu terjadi di Sumut, artinya ada data yang tidak valid atau kemungkinan ada survei atau polling titipan para kandidat kepala daerah.
Sebagai pemilih cerdas, ada beberapa indikator untuk melihat sosok kandidat yang ideal sesuai harapan, antara lain harus melihat kepada rekam jejak, hasil kinerja kandidat selama ini, visi dan misi yang ditawarkan, dan kontrak sosial dengan masyarakat apabila nantinya terpilih jadi Gubernur/Wakil Gubernur.

Secara teoritis, tingkat keterkenalan kandidat dapat dilakukan melalui bentuk pencitraan, seperti iklan dimedia cetak dan media elekktronik, pemasangan tanda gambar (spanduk & baliho), silaturrahmi yang dilakukan para kandidat kepada masyarakat, melalui program yang dirasakan langsung oleh masyarakat, dsb.

Sedangkan tingkat keterpilihan dapat dipengaruhi oleh timbal balik dari tingkat keterkenalan, artinya kalau masyarakat sudah mengenal dekat sosok kandidat dan masyarakat anggap mereka punya kemampuan, tentunya secara otomatis masyarakat akan simpati kepada sosok tersebut. Disamping itu tingkat keterpilihan juga dipengaruhi oleh hubungan emosional yang selama ini terbangun antara masyarakat dengan sosok kandidat. Hal ini seperti persamaaan ideologi, persamaam etnis, persamaaan geografis, dsb.

PENUTUP

Popularitas dan elektabilitas merupakan hal penting dalam mendukung kesuksesan kandidat kepala daerah bertarung dalam Pemilukada.
Tetapi kalau mesin partai politik juga tidak bekerja tentunya kekuatan yang ada pada sosok kandidat akan lemah, artinya dibutuhkan mesin partai politik yang tangguh dan kuat untuk memperkenalkan sosok kandidat kepala daerah kepada masyarakat luas. Akhir kata, apapun cerita nya penentu akhir pada Pemilukada tersebut ada pada pemilih sewaktu pemungutan suara. Penulis menghimbau kepada masyarakat Sumut gunakan lah hak pilih anda dan jadilah pemilih cerdas dalam memilih kandidat kepala daerah…

Penulis: Dosen STKIP & STIE Labuhanbatu

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/