25 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Swakelola Wujudkan Sekolah Aman

Jon Roi Tua Purba

Berita ruang kelas yang runtuh dan melukai siswa yang sedang belajar akhir-akhir ini sering kita dengar. Berita runtuh bukan karena dimakan usia, melainkan akibat proses rehabilitasi yang ceroboh. Padahal, biaya rehabilitasi bisa ratusan juta rupiah untuk setiap sekolah.

Untuk memastikan agar siswa aman dan tenang belajar, mulai tahun 2011 lalu pemerintah menerapkan mekanisme swakelola. Rehabilitasi tidak lagi melalui tender dan ditangani pemborong, melainkan diserahkan sepenuhnya kepada sekolah dan masyarakat.

Mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan ditangani sekolah. Alasannya, sekolah yang paling tahu kebutuhannya. Hal ini memang ada baiknya, jadi kepala sekolah sebagai pemimpin diharapkan mampu menjalankan tugasnya dengan baik.

Bantuan dana rehabilitasi dari pemerintah pusat, baik dari dana alokasi khusus (DAK) maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, langsung masuk rekening sekolah.

Setelah menerima dana, diskusikan dengan masyarakat melalui komite sekolah dan konsultan bangunan. Dibahas mulai dari bahan yang akan dipakai, hingga siapa yang mengerjakan. Sebuah kepercayaan pemerintah terhadap kepala sekolah dan komite sekolah. Tentu saja harapannya dikerjakan dengan baik, sehingga sekolah nyaman benar-benar terwujud.

Dengan swakelola, seluruh bantuan dana pemerintah digunakan untuk rehabilitasi tanpa terpotong pajak dan keuntungan bisnis pemborong. Anggaran bisa hemat 25 hingga 30 persen. Proses pengerjaannya bisa dikontrol dan diawasi sehingga hasilnya sesuai dengan rencana. Tentu saja pengawasan dan pendampingan harus ketat. Maka dari itu pihak terkait harus benar memberikan kontribusi perhatian dan tidak melepas begitu saja.

Kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Mohammad Nuh. “Tim pendamping dan pengawas berasal dari pusat, kabupaten/kota, TNI, perguruan tinggi, dan anggota masyarakat lain. Harapannya, swakelola bisa mencegah penyimpangan.”

Kualitas bangunan sekolah harus menjadi prioritas meski harus dikerjakan dengan cepat, seperti pada sekolah-sekolah Inpres. Kondisi sekolah yang dibangun pada 1970-an itu kini rusak berat. Mulai tahun ini semua direhabilitasi. Tahap pertama dimulai dua bulan oktober 2011 lalu.
Menurut data sekolah rusak di tingkat SD, terdapat 110.598 ruangan kelas rusak berat dan 182.500 ruangan kelas rusak sedang. Di jenjang SMP terdapat 42.428 ruangan rusak berat dan 82.892 ruangan rusak sedang (kompas.com, 12/10/11).

Tahap pertama rehabilitasi diputuskan pemerintah harus selesai tiga bulan karena masuk dalam APBN-P. Yang direhabilitasi 3.020 sekolah, yaitu 2.419 SD dan 601 SMP. Sebanyak 193 SD (18 persen) dan 43 SMP (50 persen) mulai dibangun.

Sisa sekolah rusak akan direhabilitasi tahun ini dengan APBN 2012. Untuk merehabilitasi ruang kelas rusak berat di pendidikan dasar dibutuhkan anggaran Rp17,5 triliun ditambah kebutuhan mebel Rp2,9 triliun.
Fokus rehabilitasi tahun 2011 di Nusa Tenggara Timur, Lombok Utara, Banten, daerah bencana, Papua dan Papua Barat, serta daerah nelayan miskin. Kita berharap, urusan sekolah rusak bisa selesai tahun 2012 ini,  meski sekolah yang rusak akan selalu ada.

Diperlukan gerakan massal untuk merehabilitasi sekolah. Seperti pembangunan sekolah Inpres besar-besaran pada tahun 1970-an. Kualitas bangunan tentu harus diperhatikan. Apalagi bangunan sekolah kerap menjadi tempat berlindung dan penampungan warga masyarakat pada saat terjadi bencana.
Kualitas konstruksi bangunan sekolah sering kali buruk, terutama pada struktur dan sambungan kuda-kuda, ring balok tidak tersambung dengan baik, kolom dan fondasi tidak menggunakan pembesian, serta retakan di kolom. Kasus seperti ini sebaiknya tidak ditemukan lagi setelah semua dikerjakan. Upaya pemerintah memang harus didukung dengan seluruh lapisan masyarakat serta komite sekolah.

Selain itu, desain dan konstruksi bangunan sekolah di daerah rawan bencana harus berbeda dan lebih kokoh. Sebelumnya pemerintah harus membuat peta risiko bencana sehingga tergambar lebih jelas lokasi sekolah dan ancaman bencana yang dihadapi. Menentukan bangunan sekolah seperti apa yang dibutuhkan dan ruangan yang perlu ada. Seperti tempat berlindung saat bencana. Pemerintah memiliki desain gedung sekolah baru. Bentuknya sederhana, minimalis, dan kualitasnya bebas perawatan.

Berdasarkan data Kementerian Pendidikan Nasional, akibat bencana gempa dan tsunami di Aceh tahun 2004 terdapat 750 sekolah rusak. Adapun akibat gempa di Yogyakarta (2006) terdapat 2.900 sekolah rusak, gempa di Padang (2009) menyebabkan 241 sekolah rusak, dan gempa di Mentawai (2010) menyebabkan tujuh sekolah rusak. Jadi memang sekolah nyaman perlu segera diwujudkan.

Dengan peta risiko bencana akan tergambar dengan jelas lokasi sekolah dan ancaman bencana yang dihadapi sehingga bisa ditentukan konstruksi bangunan sekolah yang dibutuhkan. Idealnya, kondisi bangunan sekolah yang berada di daerah rawan bencana harus lebih kokoh dibandingkan dengan sekolah di daerah non-rawan bencana.

Di daerah rawan bencana, konstruksi bangunan harus diperhatikan, misalnya Yogyakarta, Aceh, Padang, dan daerah lain yang rawan dengan gempa. Namun, belum ada desain sekolah di daerah bencana yang spesifik sesuai karakteristik ancaman bencananya. Nah, hal inilah yang harus diperhatikan. Sehingga program besar yang mengeluarkan dana besar ini tidak sia-sia dan tepat manfaatnya.

Berkaitan dengan sekolah nyaman, Pemerintah hanya mensyaratkan bentuk bangunan dengan banyak bukaan sehingga hemat listrik, ventilasi udara dioptimalkan, serta ada banyak pohon di sekitarnya sehingga suhu ruang kelas sejuk. Di setiap kelas juga harus ada sudut untuk membaca.

Desain pemerintah ternyata tak digunakan oleh sekolah-sekolah yang sedang direhabilitasi. Seperti di SDN Banyongbong, Kecamatan Pontang, Serang. Alasannya, desain dari pemerintah tidak sesuai dengan kondisi lingkungan sekolah yang panas dan berdebu pekat. Namun, desain itu memang sifatnya tawaran, untuk disesuaikan dengan karakteristik daerah masing-masing. Jadi setiap sekolah harus melihat topografi sekolah.

Penuntasan rehabilitasi sekolah-sekolah rusak yang dicanangkan pemerintah bakal selesai tahun 2012 ini, harus diiringi komitmen untuk mewujudkan terciptanya sekolah aman di Indonesia.

Banyak bangunan sekolah-sekolah di Indonesia yang belum memperhatikan aspek keselamatan dan keamanan sehingga mudah rusak, terutama saat bencana alam datang. Menwujudkan sekolah nyaman pada tahun 2012. Semoga. (*)

Penulis aktif di Campus Concern Medan (CC-Medan), tinggal di Pematangsiantar.

Jon Roi Tua Purba

Berita ruang kelas yang runtuh dan melukai siswa yang sedang belajar akhir-akhir ini sering kita dengar. Berita runtuh bukan karena dimakan usia, melainkan akibat proses rehabilitasi yang ceroboh. Padahal, biaya rehabilitasi bisa ratusan juta rupiah untuk setiap sekolah.

Untuk memastikan agar siswa aman dan tenang belajar, mulai tahun 2011 lalu pemerintah menerapkan mekanisme swakelola. Rehabilitasi tidak lagi melalui tender dan ditangani pemborong, melainkan diserahkan sepenuhnya kepada sekolah dan masyarakat.

Mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan ditangani sekolah. Alasannya, sekolah yang paling tahu kebutuhannya. Hal ini memang ada baiknya, jadi kepala sekolah sebagai pemimpin diharapkan mampu menjalankan tugasnya dengan baik.

Bantuan dana rehabilitasi dari pemerintah pusat, baik dari dana alokasi khusus (DAK) maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, langsung masuk rekening sekolah.

Setelah menerima dana, diskusikan dengan masyarakat melalui komite sekolah dan konsultan bangunan. Dibahas mulai dari bahan yang akan dipakai, hingga siapa yang mengerjakan. Sebuah kepercayaan pemerintah terhadap kepala sekolah dan komite sekolah. Tentu saja harapannya dikerjakan dengan baik, sehingga sekolah nyaman benar-benar terwujud.

Dengan swakelola, seluruh bantuan dana pemerintah digunakan untuk rehabilitasi tanpa terpotong pajak dan keuntungan bisnis pemborong. Anggaran bisa hemat 25 hingga 30 persen. Proses pengerjaannya bisa dikontrol dan diawasi sehingga hasilnya sesuai dengan rencana. Tentu saja pengawasan dan pendampingan harus ketat. Maka dari itu pihak terkait harus benar memberikan kontribusi perhatian dan tidak melepas begitu saja.

Kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Mohammad Nuh. “Tim pendamping dan pengawas berasal dari pusat, kabupaten/kota, TNI, perguruan tinggi, dan anggota masyarakat lain. Harapannya, swakelola bisa mencegah penyimpangan.”

Kualitas bangunan sekolah harus menjadi prioritas meski harus dikerjakan dengan cepat, seperti pada sekolah-sekolah Inpres. Kondisi sekolah yang dibangun pada 1970-an itu kini rusak berat. Mulai tahun ini semua direhabilitasi. Tahap pertama dimulai dua bulan oktober 2011 lalu.
Menurut data sekolah rusak di tingkat SD, terdapat 110.598 ruangan kelas rusak berat dan 182.500 ruangan kelas rusak sedang. Di jenjang SMP terdapat 42.428 ruangan rusak berat dan 82.892 ruangan rusak sedang (kompas.com, 12/10/11).

Tahap pertama rehabilitasi diputuskan pemerintah harus selesai tiga bulan karena masuk dalam APBN-P. Yang direhabilitasi 3.020 sekolah, yaitu 2.419 SD dan 601 SMP. Sebanyak 193 SD (18 persen) dan 43 SMP (50 persen) mulai dibangun.

Sisa sekolah rusak akan direhabilitasi tahun ini dengan APBN 2012. Untuk merehabilitasi ruang kelas rusak berat di pendidikan dasar dibutuhkan anggaran Rp17,5 triliun ditambah kebutuhan mebel Rp2,9 triliun.
Fokus rehabilitasi tahun 2011 di Nusa Tenggara Timur, Lombok Utara, Banten, daerah bencana, Papua dan Papua Barat, serta daerah nelayan miskin. Kita berharap, urusan sekolah rusak bisa selesai tahun 2012 ini,  meski sekolah yang rusak akan selalu ada.

Diperlukan gerakan massal untuk merehabilitasi sekolah. Seperti pembangunan sekolah Inpres besar-besaran pada tahun 1970-an. Kualitas bangunan tentu harus diperhatikan. Apalagi bangunan sekolah kerap menjadi tempat berlindung dan penampungan warga masyarakat pada saat terjadi bencana.
Kualitas konstruksi bangunan sekolah sering kali buruk, terutama pada struktur dan sambungan kuda-kuda, ring balok tidak tersambung dengan baik, kolom dan fondasi tidak menggunakan pembesian, serta retakan di kolom. Kasus seperti ini sebaiknya tidak ditemukan lagi setelah semua dikerjakan. Upaya pemerintah memang harus didukung dengan seluruh lapisan masyarakat serta komite sekolah.

Selain itu, desain dan konstruksi bangunan sekolah di daerah rawan bencana harus berbeda dan lebih kokoh. Sebelumnya pemerintah harus membuat peta risiko bencana sehingga tergambar lebih jelas lokasi sekolah dan ancaman bencana yang dihadapi. Menentukan bangunan sekolah seperti apa yang dibutuhkan dan ruangan yang perlu ada. Seperti tempat berlindung saat bencana. Pemerintah memiliki desain gedung sekolah baru. Bentuknya sederhana, minimalis, dan kualitasnya bebas perawatan.

Berdasarkan data Kementerian Pendidikan Nasional, akibat bencana gempa dan tsunami di Aceh tahun 2004 terdapat 750 sekolah rusak. Adapun akibat gempa di Yogyakarta (2006) terdapat 2.900 sekolah rusak, gempa di Padang (2009) menyebabkan 241 sekolah rusak, dan gempa di Mentawai (2010) menyebabkan tujuh sekolah rusak. Jadi memang sekolah nyaman perlu segera diwujudkan.

Dengan peta risiko bencana akan tergambar dengan jelas lokasi sekolah dan ancaman bencana yang dihadapi sehingga bisa ditentukan konstruksi bangunan sekolah yang dibutuhkan. Idealnya, kondisi bangunan sekolah yang berada di daerah rawan bencana harus lebih kokoh dibandingkan dengan sekolah di daerah non-rawan bencana.

Di daerah rawan bencana, konstruksi bangunan harus diperhatikan, misalnya Yogyakarta, Aceh, Padang, dan daerah lain yang rawan dengan gempa. Namun, belum ada desain sekolah di daerah bencana yang spesifik sesuai karakteristik ancaman bencananya. Nah, hal inilah yang harus diperhatikan. Sehingga program besar yang mengeluarkan dana besar ini tidak sia-sia dan tepat manfaatnya.

Berkaitan dengan sekolah nyaman, Pemerintah hanya mensyaratkan bentuk bangunan dengan banyak bukaan sehingga hemat listrik, ventilasi udara dioptimalkan, serta ada banyak pohon di sekitarnya sehingga suhu ruang kelas sejuk. Di setiap kelas juga harus ada sudut untuk membaca.

Desain pemerintah ternyata tak digunakan oleh sekolah-sekolah yang sedang direhabilitasi. Seperti di SDN Banyongbong, Kecamatan Pontang, Serang. Alasannya, desain dari pemerintah tidak sesuai dengan kondisi lingkungan sekolah yang panas dan berdebu pekat. Namun, desain itu memang sifatnya tawaran, untuk disesuaikan dengan karakteristik daerah masing-masing. Jadi setiap sekolah harus melihat topografi sekolah.

Penuntasan rehabilitasi sekolah-sekolah rusak yang dicanangkan pemerintah bakal selesai tahun 2012 ini, harus diiringi komitmen untuk mewujudkan terciptanya sekolah aman di Indonesia.

Banyak bangunan sekolah-sekolah di Indonesia yang belum memperhatikan aspek keselamatan dan keamanan sehingga mudah rusak, terutama saat bencana alam datang. Menwujudkan sekolah nyaman pada tahun 2012. Semoga. (*)

Penulis aktif di Campus Concern Medan (CC-Medan), tinggal di Pematangsiantar.

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/