26 C
Medan
Monday, September 30, 2024

Hutan Ini Milik Siapa?

Oleh: Amos Simanungkalit

Hutan Indonesia merupakan salah satu hutan tropis terluas di dunia dan ditempatkan pada urutan ke-2 dalam hal tingkat keanekaragaman hayatinya. Hutan Indonesia memberikan manfaat berlipat ganda, baik secara langsung maupun tidak langsung kepada manusia untuk memenuhi hampir semua kebutuhan manusia.

Ironinya, pertumbuhan sektor kehutanan yang sangat pesat dan menggerakkan ekspor bagi perekonomian ditahun 1980-an dan 1990-an dicapai dengan mengorbankan hutan karena praktik kegiatan kehutanan yang tidak lestari.

Konsekuensinya, Indonesia tercatat sebagai negara penyumbang emisi terbesar ketiga di dunia yang berasal dari penebangan hutan yang berlebihan dengan laju deforestasi mencapai 2 juta ha per tahun. Saat ini berkembang REDD-Plus sebagai inisiatif global yang bertujuan untuk menurunkan emisi karbon yang berasal dari deforestasi dan degradasi hutan.

Indonesia merupakan rumah dari hutan hujan terluas di seluruh Asia, meski Indonesia terus mengembangkan lahan-lahan tersebut untuk mengakomodasi populasinya yang semakin meningkat serta pertumbuhan ekonominya.
Sekitar tujuh belas ribu pulau-pulau di Indonesia membentuk kepulauan yang membentang di d

a alam biogeografi-Indomalayan dan Australasian dan tujuh wilayah biogeografi, serta menyokong luar biasa banyaknya keanekaragaman dan penyebaran spesies.

Dari sebanyak 3.305 spesies amfibi, burung, mamalia, dan reptil yang diketahui di Indonesia, sebesar 31,1 persen masih ada dan 9,9 persen terancam. Indonesia merupakan rumah bagi setidaknya 29.375 spesies tumbuhan vaskular, yang 59,6 persennya masih ada.

Realitas

Saat ini, hanya kurang dari separuh Indonesia yang memiliki hutan, merepresentasikan penurunan signifikan dari luasnya hutan pada awalnya. Antara 1990 dan 2005, negara ini telah kehilangan lebih dari 28 juta hektar hutan, termasuk 21,7 persen hutan perawan.

Penurunan hutan-hutan primer yang kaya secara biologi ini adalah yang kedua di bawah Brazil pada masa itu, dan sejak akhir 1990an, penggusuran hutan primer makin meningkat hingga 26 persen. Kini, hutan-hutan Indonesia adalah beberapa hutan yang paling terancam di muka bumi.

Jumlah hutan-hutan di Indonesia sekarang ini makin turun dan banyak dihancurkan berkat penebangan hutan, penambangan, perkebunan agrikultur dalam skala besar, kolonisasi, dan aktivitas lain yang substansial, seperti memindahkan pertanian dan menebang kayu untuk bahan bakar.
Luas hutan hujan semakin menurun, mulai tahun 1960an ketika 82 persen luas negara ditutupi oleh hutan hujan, menjadi 68 persen di tahun 1982, menjadi 53 persen di tahun 1995, dan 49 persen saat ini. Bahkan, banyak dari sisa-sisa hutan tersebut yang bisa dikategorikan hutan yang telah ditebangi dan terdegradasi.

Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono pada Konferensi Forests Indonesia pada tanggal 27 September 2011 berjanji akan mendedikasikan tiga tahun terakhir masa jabatannya untuk mengamankan hutan hujan tropis negerinya.

Sebuah ikrar yang mendapat dukungan luas para partisipan acara Konferensi yang diselenggarakan Center for International Forestry Research (CIFOR) ini menjadi arena bagi 1.000 pemimpin dari kalangan pemerintah, komunitas bisnis dan masyarakat sipil, juga para donatur asing, untuk mendiskusikan masa depan wilayah hutan tropis ketiga terbesar di dunia.

“Saya akan terus bekerja dan membaktikan masa tiga tahun terakhir saya sebagai Presiden untuk mencapai hasil berkelanjutan yang melindungi lingkungan dan hutan Indonesia,” kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada konferensi berjudul Hutan  Indonesia: alternatif masa depan untuk memenuhi kebutuhan pangan, kayu, energi. “Seandainya tidak ada jasa dan manfaat yang diberikan hutan, maka cara hidup kita, rakyat kita, ekonomi kita, lingkungan kita dan masyarakat kita akan menjadi lebih miskin.”

“Keberhasilan kita dalam mengelola hutan kita akan menentukan masa dapan dan kesempatan-kesempatan bagi anak-anak kita.”

Baru-baru ini, pengaruh kuat langsung dari masyarakat pedesaan pada hutan tropis tampaknya telah stabil dan bahkan telah berkurang di beberapa wilayah. Walau banyak negara tropis masih memiliki pertumbuhan populasi yang tinggi, tren urbanisasi yang kuat di negara berkembang (kecuali di Sub-Saharan Afrika) menunjukkan bahwa populasi di pedasaan tumbuh dengan lebih lambat, dan di beberapa negara mulai menurun.
Popularitas program perpindahan penduduk ke perbatasan skala besar telah pula menyusut di beberapa negara. Jika tren seperti itu berlanjut, mereka mungkin meringankan tekanan pada hutan dari kegiatan pertanian skala kecil, berburu, dan mengumpulkan kayu bakar .

Pada saat yang bersamaan, pasar finansial yang telah terglobalisasi dan tingginya komoditas dunia menciptakan sebuah lingkungan yang amat menarik bagi sektor swasta. Sebagai hasil, industri penebangan kayu, penambangan, pengembangan minyak dan gas, dan terutama pertanian skala besar semakin muncul sebagai penyebab dominan dari kerusakan hutan tropis.

Di Amazonia Brazil, contohnya, pertanian skala besar telah meledak, dengan jumlah hewan ternak yang meningkat lebih dari 3 kali lipat (dari 22 ke 74 juta kepala) sejak 1990, sementara industri penebangan kayu dan pertanian kedelai juga telah tumbuh dengan dramatis. Gelombang permintaan akan padi-padian dan minyak yang dapat dikonsumsi, didorong oleh kebutuhan dunia akan biofuel dan kenaikan standar hidup di negara-negara berkembang, membantu memacu tren ini.

Masa Depan

Hutan-hutan Indonesia menghadapi masa depan yang suram. Walau Indonesia memiliki 400 daerah yang dilindungi, namun kesucian dari kekayaan alam ini seperti tidak ada. Dengan kehidupan alam liar, hutan, tebing karang, atraksi kultural, dan laut yang hangat, Indonesia memiliki potensi yang luar biasa untuk eko-turisme, namun sampai saat ini kebanyakan pariwisata terfokus pada sekedar liburan di pantai.

Sex-tourism merupakan masalah di beberapa bagian negara, dan pariwisata itu sendiri telah menyebabkan permasalahan-permasalahan sosial dan lingkungan hidup, mulai dari pembukaan hutan, penataan bakau, polusi, dan pembangunan resort.

Mahasiswa Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara

Oleh: Amos Simanungkalit

Hutan Indonesia merupakan salah satu hutan tropis terluas di dunia dan ditempatkan pada urutan ke-2 dalam hal tingkat keanekaragaman hayatinya. Hutan Indonesia memberikan manfaat berlipat ganda, baik secara langsung maupun tidak langsung kepada manusia untuk memenuhi hampir semua kebutuhan manusia.

Ironinya, pertumbuhan sektor kehutanan yang sangat pesat dan menggerakkan ekspor bagi perekonomian ditahun 1980-an dan 1990-an dicapai dengan mengorbankan hutan karena praktik kegiatan kehutanan yang tidak lestari.

Konsekuensinya, Indonesia tercatat sebagai negara penyumbang emisi terbesar ketiga di dunia yang berasal dari penebangan hutan yang berlebihan dengan laju deforestasi mencapai 2 juta ha per tahun. Saat ini berkembang REDD-Plus sebagai inisiatif global yang bertujuan untuk menurunkan emisi karbon yang berasal dari deforestasi dan degradasi hutan.

Indonesia merupakan rumah dari hutan hujan terluas di seluruh Asia, meski Indonesia terus mengembangkan lahan-lahan tersebut untuk mengakomodasi populasinya yang semakin meningkat serta pertumbuhan ekonominya.
Sekitar tujuh belas ribu pulau-pulau di Indonesia membentuk kepulauan yang membentang di d

a alam biogeografi-Indomalayan dan Australasian dan tujuh wilayah biogeografi, serta menyokong luar biasa banyaknya keanekaragaman dan penyebaran spesies.

Dari sebanyak 3.305 spesies amfibi, burung, mamalia, dan reptil yang diketahui di Indonesia, sebesar 31,1 persen masih ada dan 9,9 persen terancam. Indonesia merupakan rumah bagi setidaknya 29.375 spesies tumbuhan vaskular, yang 59,6 persennya masih ada.

Realitas

Saat ini, hanya kurang dari separuh Indonesia yang memiliki hutan, merepresentasikan penurunan signifikan dari luasnya hutan pada awalnya. Antara 1990 dan 2005, negara ini telah kehilangan lebih dari 28 juta hektar hutan, termasuk 21,7 persen hutan perawan.

Penurunan hutan-hutan primer yang kaya secara biologi ini adalah yang kedua di bawah Brazil pada masa itu, dan sejak akhir 1990an, penggusuran hutan primer makin meningkat hingga 26 persen. Kini, hutan-hutan Indonesia adalah beberapa hutan yang paling terancam di muka bumi.

Jumlah hutan-hutan di Indonesia sekarang ini makin turun dan banyak dihancurkan berkat penebangan hutan, penambangan, perkebunan agrikultur dalam skala besar, kolonisasi, dan aktivitas lain yang substansial, seperti memindahkan pertanian dan menebang kayu untuk bahan bakar.
Luas hutan hujan semakin menurun, mulai tahun 1960an ketika 82 persen luas negara ditutupi oleh hutan hujan, menjadi 68 persen di tahun 1982, menjadi 53 persen di tahun 1995, dan 49 persen saat ini. Bahkan, banyak dari sisa-sisa hutan tersebut yang bisa dikategorikan hutan yang telah ditebangi dan terdegradasi.

Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono pada Konferensi Forests Indonesia pada tanggal 27 September 2011 berjanji akan mendedikasikan tiga tahun terakhir masa jabatannya untuk mengamankan hutan hujan tropis negerinya.

Sebuah ikrar yang mendapat dukungan luas para partisipan acara Konferensi yang diselenggarakan Center for International Forestry Research (CIFOR) ini menjadi arena bagi 1.000 pemimpin dari kalangan pemerintah, komunitas bisnis dan masyarakat sipil, juga para donatur asing, untuk mendiskusikan masa depan wilayah hutan tropis ketiga terbesar di dunia.

“Saya akan terus bekerja dan membaktikan masa tiga tahun terakhir saya sebagai Presiden untuk mencapai hasil berkelanjutan yang melindungi lingkungan dan hutan Indonesia,” kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada konferensi berjudul Hutan  Indonesia: alternatif masa depan untuk memenuhi kebutuhan pangan, kayu, energi. “Seandainya tidak ada jasa dan manfaat yang diberikan hutan, maka cara hidup kita, rakyat kita, ekonomi kita, lingkungan kita dan masyarakat kita akan menjadi lebih miskin.”

“Keberhasilan kita dalam mengelola hutan kita akan menentukan masa dapan dan kesempatan-kesempatan bagi anak-anak kita.”

Baru-baru ini, pengaruh kuat langsung dari masyarakat pedesaan pada hutan tropis tampaknya telah stabil dan bahkan telah berkurang di beberapa wilayah. Walau banyak negara tropis masih memiliki pertumbuhan populasi yang tinggi, tren urbanisasi yang kuat di negara berkembang (kecuali di Sub-Saharan Afrika) menunjukkan bahwa populasi di pedasaan tumbuh dengan lebih lambat, dan di beberapa negara mulai menurun.
Popularitas program perpindahan penduduk ke perbatasan skala besar telah pula menyusut di beberapa negara. Jika tren seperti itu berlanjut, mereka mungkin meringankan tekanan pada hutan dari kegiatan pertanian skala kecil, berburu, dan mengumpulkan kayu bakar .

Pada saat yang bersamaan, pasar finansial yang telah terglobalisasi dan tingginya komoditas dunia menciptakan sebuah lingkungan yang amat menarik bagi sektor swasta. Sebagai hasil, industri penebangan kayu, penambangan, pengembangan minyak dan gas, dan terutama pertanian skala besar semakin muncul sebagai penyebab dominan dari kerusakan hutan tropis.

Di Amazonia Brazil, contohnya, pertanian skala besar telah meledak, dengan jumlah hewan ternak yang meningkat lebih dari 3 kali lipat (dari 22 ke 74 juta kepala) sejak 1990, sementara industri penebangan kayu dan pertanian kedelai juga telah tumbuh dengan dramatis. Gelombang permintaan akan padi-padian dan minyak yang dapat dikonsumsi, didorong oleh kebutuhan dunia akan biofuel dan kenaikan standar hidup di negara-negara berkembang, membantu memacu tren ini.

Masa Depan

Hutan-hutan Indonesia menghadapi masa depan yang suram. Walau Indonesia memiliki 400 daerah yang dilindungi, namun kesucian dari kekayaan alam ini seperti tidak ada. Dengan kehidupan alam liar, hutan, tebing karang, atraksi kultural, dan laut yang hangat, Indonesia memiliki potensi yang luar biasa untuk eko-turisme, namun sampai saat ini kebanyakan pariwisata terfokus pada sekedar liburan di pantai.

Sex-tourism merupakan masalah di beberapa bagian negara, dan pariwisata itu sendiri telah menyebabkan permasalahan-permasalahan sosial dan lingkungan hidup, mulai dari pembukaan hutan, penataan bakau, polusi, dan pembangunan resort.

Mahasiswa Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/