MARKETING SERIES (13)
Di Colombo saya temukan slogan; Ethical Tea? Yes, Made in Sri Lanka! Ethical Tea Partnership (ETP), sebuah organisasi not-for-profit yang sekretariatnya berada di London, sejak 1997 mengajak kerja sama produsen dan perusahaan teh di mana pun untuk meningkatkan keberlanjutan industri teh.
Organisasi ini punya regional manajer di lima area yaitu Kenya, India, Sri Lanka, Tiongkok, dan Indonesia.
Visinya? Thriving tea industry that is socially just and environmentally sustainable. Karena itu, mereka melakukan monitoring dan sertifikasi. Ada dua aspek besar yang dipakai sebagai kriteria, yaitu social provisions dan environment provisions.
Social provision dimasukkan visi-visi menyangkut perlindungan terhadap pekerja teh, kesetaraan saat rekrutmen, jaminan kesehatan dan keselamatan, antidiskriminasi, larangan mempekerjakan anak-anak, dan seterusnya. Sedangkan, environment provisions menjamin adanya pelestarian ladang, penggunaan energi dan air, pengelolaan limbah, dan konservasi ekosistem.
Tadinya ETP hanya terbuka untuk perusahaan teh yang berbasis di London. Tapi, belakangan dikembangkan ke berbagai tempat di banyak negara. Tapi, bagi Sri Lanka khususnya, teh memang andalan ekonomi negara tersebut. Sepuluh persen di antara penduduknya yang hanya sekitar 22 juta orang itu punya keterlibatan dengan industri teh.
Secara umum, mereka di-branding sebagai Ceylon Tea, sebuah nama yang diberikan oleh orang-orang Inggris pada masa dulu. Setelah itu, secara cerdas mereka mem-rebranding Teh Ceylon sebagai Ethical Tea.
Mereka juga giat melakukan banyak even berskala internasional dan bekerja sama dengan ETP serta LSM seperti CARE untuk memantapkan positioning-nya. Sedangkan, Dilmah, teh Sri Lanka lainnya yang sudah jadi brand teh dunia, kini mendeklarasikan slogannya from ethical to sustainability.
Kenapa? Sebab, Dilmah ingin getting out of the crowd dari Ceylon Tea yang hanya ethical. Sebuah deklarasi smart di Colombo yang dilakukan pada suatu even selama dua hari dengan para agen penjualan mereka dari negara-negara maju.
UN Global Compact membeberkan Triple Bottom Line sebagai tiga pilar utama. Yaitu, pilar sosial yang terkait erat dengan people. Environment yang nge-link dengan planet dan pilar ekonomi, yaitu profit.
Marketing 3.0 di lapangan selalu menegaskan aksi minority empowerment, environment sustainability, dan bottom of the pyramid, yaitu ekonomi. Memang, perusahaan yang ethical pasti menjalankan marketing 3.0 dengan semangat memanusiakan. Tak hanya kepada pelanggan atau pegawainya, tapi juga kepada semua yang ada di semesta raya.
Bagaimana pendapat Anda? (*)