25 C
Medan
Monday, December 22, 2025
Home Blog Page 14576

Warga Kapten Jumhana Protes Keberadaan Kelenteng

MEDAN- Puluhan warga Jalan Kapten Jumhana, Kelurahan Sukaramai II, Medan Area, tepatnya di kawasan Asia Mega Mas, mendatangi Gedung DPRD Medan, Rabu (21/9). Mereka memprotes keberadaan kelenteng penempatan abu jenazah di Yayasan Vihara Gunung Mas yang sudah mengganggu ketenangan warga dan merusak fengsui (keberuntungan) warga sekitar.

“Bayangkan saja Pak, bagi etnis Thionghoa keberadaan kelenteng itu sangat tidak baik berada di dekat pemukiman warga. Kelenteng itu tidak layak di sana, kita menolak keberadaannya. Karena dalam etnis Thionghoa, kalau pemukiman dekat kelenteng penempatan abu jenazah akan membawa sial dan membawa fengsui tidak baik. Sebab, warga di sana selalu sial,” kata Sukih, perwakilan warga, kepada Ketua Komisi A DPRD Medan Ilhamsyah bersama beberapa Anggota Komisi A lainnya saat menyamapaikan keluhan.

Dikatakannaya, keberadaan kelenteng itu saat ini sudah menjadi komersil dan tidak murni pada kepentingan sosial semata. Sebab, menurutnya, seperti keberadaan kelenteng Vihara Gunung Mas di sekitar tempat tinggalnya tersebut bukan ditempati abu jenazah dari warga sekitar, namun warga pendatang.

“Bahkan banyak dari luar Kota Medan ataupun dari luar negeri. Ini yang kita sesalkan, ditambah saat ini kelenteng kremasi jenazah dan kelenteng penempatan abu jenazah itu sudah komersil atau bisnis. Bayangkan saja, untuk menempatkan abu jenazah harus memberikan uang sewa pada pemilik kelenteng Rp25 juta hingga ratusan juta. Cobala bayangkan, sudah tidak ada kepentingan sosialnya,” ucapnya.

Selain itu, warga juga menyesalkan pihak pemilik kelenteng yang sudah berulang kali diperingatkan oleh warga sekitar. Namun, tidak juga merespon dengan baik. Bahkan, terkesan mengabaikannya dan terus melakukan aktivitas penempatan abu jenazah dan sembahyang menghormati orang yang telah tiada itu.

Mendengar keluhan tersebut, Ketua Komisi A DPRD Medan Ilhamsyah bersama Anggota Komisi A lainnya seperti Parlindungan SH, M Faisal Nasution, Porman Naibaho, Landen Marbun, Janlie SE dan Damai Yona Nainggolan langsung turun ke Vihara Gunung Mas untuk mengecek kebenaran keluhan warga tersebut. Dalam kunjungan tersebut, Ilhamsyah meminta pada pemilik untuk tidak lagi beroperasi atau stanvas.

“Kita sudah bertemu dengan pihak pemilik dan melihat langsung bangunan serta penyimpanan penempatan abu jenazahnya. Walau pemilik mengakui itu hanya tempat sembahyang keluarga dan abu jenazah keluarga, kita meminta untuk mengurus perizinan yang berlaku seperti rekomendasi dari kecamatan, dinas terkait, Kementrian Agama Kota Medan melalui Walubi hingga Pemko Medan. Untuk saat ini, keberadaan atau aktifitas di vihara itu harus stanvas,” jelasnya.

Dia menegaskan, pihaknya juga telah menegaskan pada pemilik kelenteng untuk merespon keluhan warga yang sampai padanya tersebut. Karena bagi masyarakat, keberadaan kelenteng itu sangat buruk bagi fengsui dan kehidupannya sehari-hari.

“Kita sudah tegaskan pada pemiliknya. Kita sudah minta mengurus segala perizinannya termasuk peralihan fungsi bangunan dari ruko menjadi tempat ibadah. Untuk sementara, aktifitasnya tidak dibenarkan,” tegas politisi Golkar ini.(adl)

Alokasikan CSR untuk Pendidikan

Medan Cerdas Award 2011

MEDAN- Dinas Pendidikan Kota Medan memberikan apresiasi kepada 10 perusahaan dan lima tokoh masyarakat yang peduli terhadap pendidikan di Medan. Penyerahan penghargaan bertajuk Medan Cerdas Award 2011 ini digelar secara meriah di Ballroom Grand Aston City Hall Medan, Selasa (20/9) malam.
“Mereka yang mendapat penghargaan adalah perusahaan yang yang telah menyalurkan dana CSR di bidang pendidikan di Kota Medan dan tokoh masyarakat yang telah menunjukkan pengabdian tak terhingga di bidang pendidikan,’’ kata Kepala Dinas Pendidikan Kota Medan Hasan Basri di acara malam penganugerahan tersebut.
Dikatakan Hasan Basri, untuk memilih perusahaan-perusahaan yang peduli di bidang pendidikan Kota Medan, Dinas Pendidikan bekerja sama dengan media cetak di Kota Medan sebagai penyelenggara.

Adapun ke-10 perusahaan yang maraih penghargaan itu yakni PT Jamsostek, PT BNI Tbk, PT Telkomsel, PT XL Axiata Tbk, PT Pertamina (Persero), PT Perkebunan Nusantara III (Persero), PT Madju Medan Cipta, PDAM Tirtanadi, CV Indako Trading Co, dan PT Monex Investindo Futures.  Sedangkan kelima tokoh pendidikan adalah Ir OK Nazaruddin Hisyam, H Abdul Manan Lubis, Prof Dr Usman Pelly MA, Drs H Ng Daeng Malewa MM dan DR H RM Soesetyo SE MSc.

Mengenai kelima tokoh masyarakat yang diberi penghargaan, lanjut Hasan, yakni mereka yang memiliki komitmen tinggi dalam bidang pendidikan. ‘’Umumnya mereka mengedepankan pengabdian tanpa menghitung keuntungan yang mereka raih,’’ cetusnya.

Sementara itu, Wali Kota Medan Rahudman Harahap berharap, dengan digelarnya Medan Cerdas Award 2011 ini, akan lebih banyak lagi perusahaan yang mau berpartisipasi khususnya dalam memberikan bantuan pendidikan di Kota Medan. “Sebab, kemajuan dunia pendidikan tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, namun juga menjadi tanggung jawab bersama,” ujar Rahudman.

Menurut Rahudman, even ini selain bertujuan untuk memberikan penghargaan yang peduli dengan dunia pendidikan di Kota Medan juga untuk menstimulus perusahaan lain agar ikut peduli dengan perkembangan dunia pendidikan di Kota Medan tercinta. Pemerintah memiliki peran aktif dalam memajukan dunia pendidikan dan juga masyarakat. “Sesuai dengan slogan pendidikan Kota Medan ‘Semua Mendidik’ berarti semua kalangan harus berperan aktif dalam memajukan dunia pendidikan termasuk juga perusahaan swasta melalui program CSR pendidikannya,’’ ungkapnya.
Adapun ke-10 perusahaan dimaksud adalah, PT Jamsostek (Persero), PT Bank Negara Indonesia Tbk, PT Telkomsel, PT XL Axiata Tbk, PT Pertamina (Persero), PT Perkebunan Nusantara III (Persero), PT Madju Medan Cipta, PDAM Tirtanadi, CV Indako Trading Co, dan PT Monex Investindo Futures.  Sedangkan kelima tokoh pendidikan adalah Ir OK Nazaruddin Hisyam, H Abdul Manan Lubis, Prof Dr Usman Pelly MA, Drs H Ng Daeng Malewa MM dan DR H RM Soesetyo SE MSc.(adl)

Awas KBIH Abal-abal

Calon Jemaah Haji Bisa tak nyaman dan Gagal Berangkat

Pelaksanaan ibadah haji periode 2011 sudah semakin dekat. Kementerian Agama (Kemenag) menjadwalkan, jamaah kloter pertama mulai masuk embarkasi 1 Oktober depan. Sehari kemudian, mereka diterbangkan ke tanah suci. Kemenag mengimbau, calon jamaah haji mewaspadai keberadaan Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) bodong alias abal-abal.

Imbauan untuk mewaspadai legalitas KBIH ini, disampaikan oleh Direktur Pembinaan Haji dan Umrah Ahmad Kartono dalam acara Rakernas I Forum Komunikasi KBIH di Asrama Haji Bekasi kemarin (21/9).

Ya, di tengah ancaman keberadaan KBIH bodong, Kartono menjelaskan jika keberadaan KBIH selama ini cukup membantu pemerintah. Sebab, dia mengakui kinerja tenaga penyuluh haji di Kantor Urusan Agama (KUA) kecamatan belum optimal. “Tapi hati-hati jangan sampai masuk dalam KBIH bodong,” katanya.

Kartono menuturkan, selama ini Kemenag aktif untuk memberikan izin bagi KBIH. Namun, KBIH juga tegas mencabut izin KBIH-KBIH yang nakal. KBIH bodong ini, diantaranya muncul dari KBIH resmi yang izinnya dicabut tetapi masyarakat belum tahu. Dalam kasus ini, KBIH masih mengandalkan nama besarnya. Ada pula KBIH yang sejak terbentuk tidak berizin.

Keberadaan KBIH abal-abal ini cukup meresahkan. Diantaranya, mereka jelas-jelas melakukan praktik penipuan. Meskipun pada akhirnya jamaah haji yang ikut rombongan bisa terbang ke tanah suci, tapi di Arab jamaah haji ini masuk kategori jamaah haji nonkuota atau illegal. “Yang lebih menyesal lagi jika gagal berangkat,” terang Kartono.

Nasib para jamaah haji non kuota ini sering buruk ketika di Saudi. Diantaranya, mereka tidak mendapatkan perkemahan yang layak saat di Mina. Selain itu, mereka juga tidak mendapatkan makanan dan fasilitas pemondokan dari pemerintah. Keberadaan haji nonkuota ini hanya membebani petugas haji yang ada di Saudi.
Sementara itu, Ketua Umum Forum Komuniasi KBIH Muchtar Ilyas menjelaskan, saat ini jumlah KBIH mencapai 2.500 buah. “Insyaallah resmi,” tutur pria asal Kabupaten Jombang, Jawa Timur itu. Dari jumlah tersebut, sebagian besar KBIH berada di Provinsi Jawa Barat. Sebab, hampir 95 % calon jamaah haji di Provinsi Jawa Barat mendaftar menjadi anggota KBIH.

Mendekati masa pemberangkatan seperti sekarang, Muchtar menjelaskan aktivitas pendaftaran ikut KBIH semakin besar. Jumlahnya bisa naik jika ada calon jamaah haji yang mendaftar melalui kuota tambahan. Dalam masa yang sangat mepet ini, terkadang calon jamaah haji tidak mencaritahu dulu legalitas KBIH yang bakal dipilih.

Muchtar menjelaskan, agenda utama yang diusung dalam rakernas kemarin adalah mengakrabkan lagi KBIH dengan Kemenag. Selama ini, dia menjelaskan hubungan antara KBIH dan Kemenag sering merenggang. Contohnya, jelas mantan guru ngaji keluarga almarhum Gus Dur itu, KBIH sering mensponsori aksi-aksi demonstrasi jamaah haji di tanah suci. “Saya harap praktik-praktik seperti itu tahun ini tidak terjadi lagi,” katanya.

Forum Komunikasi KBIH lantas memberikan masukan kepada pemerintah atau Kemenag untuk menindak KBIH yang nakal. Cara yang bisa dilakukan Kemenag adalah mematikan KBIH itu dengan perlahan-lahan. Cara ini bisa dilakukan dengan memecah kloter jamaah haji yang tergabung dalam KBIH tersebut.

“Andalan KBIH selama ini adalah jamaah yang satu kloter. Jika itu dipecah menjadi beberapa kloter, KBIH itu akan mati sendiri,” pungkas mantan Kepala Badan Rukyah dan Hilal Kemenag itu. (wan/jpnn)

Dua Ribuan Kursi Masih Kosong

Upaya pemerintah mengurangi daftar tunggu haji dengan meminta tambahan kuota, tak semua dimanfaatkan masyarakat. Sebab, kursi baru yang didapat dari kuota tambahan tersebut masih banyak kosong. Jumlahnya cukup besar, di atas dua ribuan.

Pada penyelenggaraan ibadah haji periode 2011, pemerintah Indonesia mendapatkan kuota tetap dari kerjaaan Arab Saudi sebesar 211 ribu kursi. Lantas, angka tadi dipecah menjadi 194 ribu untuk jamaah haji reguler, dan 17 ribu untuk jamaah haji khusus.

Nah, pekan pertama setelah lebaran lalu, ada kabar baik. Kerajaan Arab Saudi memberi kuota tambahan untuk Indonesia sebesar 10 ribu. Jumlah itu lantas dibagi, 7.000 untuk jamaah haji reguler dan 3.000 untuk jamaah haji khusus. Dengan penambahan itu, maka total jamaah haji reguler Indonesia mencapai 201 ribu orang dan jamaah haji khusus 20 ribu.

Setelah dibagi, kuota tambahan tersebut langsung disebar ke 33 provinsi. Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Agama (Kemenag) tingkat provinsi langsung mendapat tugas untuk mencukupi seluruh kuota tambahan tersebut. Mereka diberi batas hingga Senin lalu (19/9). Batas waktu ini sekaligus untuk masa pelunasan biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) kuota tambahan.

Laporan dari Direktorat Pembiayaan Haji Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kemeng menyebutkan, hingga pembayaran ditutup, kuota tambahan masih belum terisi penuh.

Secara keseluruhan, jamaah haji reguler yang sudah melunasi BPIH sebesar 198.887 orang. Dengan demikian, masih ada 2.113 kursi kosong. Jumlah ini hampir sama dengan kursi kosong jamaah haji reguler tahun lalu. Sementara itu, laporan terakhi pelunasan BPIH haji khusus mencapai 19.399. Artinya, masih ada 601 kursi kosong. “Kursi kosong ini bakal kembali ke pusat (Kemenag, Red), dan menjadi wewenang menteri,” ujar Kepala Pusat Informasi dan Humas Kemenag Zubaidi.

Kabar masih banyaknya kursi kosong ini, sampai ke masyarakat. Tak ayal, kemarin kantor Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat) Kemang diserbu calon jamaah haji yang tidak mau antre. Mereka tidak hanya berasal dari DKI Jakarta. Ada juga yang datang dari Batam, Jawa Timur, Jawa Timur, hingga Makassar.
Muhammad Amrudin, salah satu calon jamaah haji yang ingin berangkat lebih cepat dari daftar tunggu menjelaskan, masyarakat sudah memperkiraan kursi kosong mencapai ribuan. “Untuk itu saya datang ke sini, supaya bisa memastikan berangkat tahun ini,” ujar pria 47 tahun asal Batam itu. Dia mengaku sudah melayangkan proposal pengajuan percepatan keberangkatan pertengahan Ramadan lalu.

Siti Kholifah, pengantre selanjutnya juga berharap bisa berangkat lebih cepat. Perempuan 42 tahun asal Garut, Jawa Barat itu mengaku mengajukan percepatan pemberangkatan haji sekaligus untuk orang tuanya yang sudah berumur 70 tahun lebih. Dia mengaku sudah berupaya keras di tingkat Kanwil Kemenag Jawa Barat, tapi belum ada hasil. “Siapa tahu jika langsung ke pusat, bisa dipastikan berangkat tahun ini,” kata dia.(wan/nw/jpnn)

Berharap Calhaj Jujur Soal Riwayat Kesehatan

Kesehatan optimal adalah syarat penting bagi suksesnya ibadah haji. Karena itu calon jamaah haji (calhaj) diimbau jujur tentang riwayat kesehatannya saat menjalani pemeriksaan kesehatan di Tanah Air.

“Tolong pada saat pemeriksaan kesehatan, disampaikan penyakit (yang diidap) yang benar. Mengakui sakit atau keluhan apa,” imbau Kepala Pusat Kesehatan Haji Kemenkes, Taufik Tjahjadi usai menutup pelatihan petugas haji nonkloter 2011 di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur, beberapa waktu lalu.

Taufik menjamin, kejujuran tentang sakit yang diidap, tidak berdampak pada larangan orang tersebut untuk naik haji. “Tidak ada yang kita larang berangkat, asal namanya masuk dalam kuota (haji), itu amanat UU,” tandasnya. Hanya jamaah yang sakit menular saja yang dilarang berangkat.

Kejujuran riwayat kesehatan itu diperlukan, urai Taufik, agar petugas bisa melakukan pembinaan kesehatan terhadap calon jamaah tersebut. Selain itu juga berfungsi sebagai sarana kesiagaan petugas yang mendampingi. Hal ini akan membentuk jamaah yang sehat dan mandiri, yang berujung pada haji mabrur.
“Kami minta semua jamaah menyampaikan semua informasi (kesehatan), jangan ada yang disembunyikan,” ujarnya.

Kemenkes bertekat untuk menurunkan angka kematian sebagai indikator keberhasilan program kesehatan dalam pelaksanaan ibadah haji. Tahun lalu, sebanyak 451 jamaah haji meninggal karena sakit alias 2,08 persen per 1.000 jamaah. Angka ini menurutnya lebih tinggi dari indikator yang ditetapkan yaitu 2 persen per 1.000 jamaah. “Kami harap tahun ini (angka kematian) bisa diturunkan,” harap Taufik.

Mayoritas jamaah wafat karena sakit jantung, paru-paru, dan pembuluh darah otak. “Dan itu merupakan bakat (penyakit bawaan, Red) dari Tanah Air,” pungkasnya. (net/jpnn)

Oktober, 67 Ribu Honorer Jadi CPNS

BKD Pemprov Usulkan 223 Honorer

JAKARTA-Berakhir sudah penantian puluhan ribu tenaga honorer yang belum terangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS).  Pada Oktober 2011, sebanyak 67 ribu tenaga honorer kategori I, dipastikan akan menjadi CPNS. Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang pengangkatan tenaga honorer menjadi CPNS yang menjadi payung hukumnya, akan diterbitkan Oktober juga.

“Segera diterbitkan (PP tentang pengangkatan tenaga honorer menjadi CPNS, Red) . Mudah-mudahan Oktober,” ujar EE Mangindaan usai membuka acara sosialisasi RPP pengangkatan honorer menjadi CPNS, RPP tentang pegawai tidak tetap, dan kebijakan moratorium, di gedung Kemendagri, Selasa (20/9).

Sementara, Sekretaris Kemenpan (Seskemenpan), Tasdik Kinanto, menjelaskan, tenaga honoer yang tertinggal (kategori I), akan diangkat menjadi CPNS Oktober 2011. “Insya Allah Oktober. Tapi yang jelas tidak akan lewat 2011,” terang Tasdik di tempat yang sama.

Dia yakin 67 ribu honorer itu bisa segera diangkat lantaran payung hukumnya, yakni RPP pengangkatan honorer jadi CPNS, saat ini sudah beres. “RPP sudah tidak ada kendala,” ujarnya.

Sebanyak 67 ribu honorer yang akan diangkat itu sudah melalui proses verifikasi data oleh kemenpan. Mereka adalah tenaga honorer yang bekerja di bawah 2005, tapi belum terangkat, karena tercecer. Dalam RPP pengangkatan tenaga honorer menjadi CPNS, antara lain disebutkan bahwa tenaga honorern
yang akan diangkat menjadi CPNS pada bulan depan ini, pemberkasan untuk penetapan Nomor Induk Pegawai (NIP)-nya diusahakan selesai 2011.

Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Pemprov Sumut, Suherman, yang juga hadir di acara tersebut, menyebutkan, untuk honorer di Pemprov Sumut saja, ada 223 tenaga honorer yang diusulkan untuk ikut diangkat. “Tapi kita belum tahu, dari jumlah itu, berapa yang lolos verifikasi,” katanya.

Berapa jumlah honorer tersisa untuk seluruh Sumut, termasuk kabupaten/kota? “Saya belum punya datanya,” kata Suherman. Plt Sekdaprov Sumut, Rachmatsyah, juga hadir di acara tersebut.

Untuk honorer kategori II, yang juga tercecer, jumlahnya secara nasional mencapai 600 ribu. Mereka ini nantinya akan diangkat menjadi CPNS, namun melalui proses seleksi diantara honorer sendiri, atau tidak dicampur proses seleksinya dengan pendaftar dari jalur umum.  Di draf RPP juga diatur bahwa pembuatan soal seleksi untuk honorer ketegori II (yang honornya bukan dari APBN/APBD), dilakukan Pejabat Pembina Kepegawaian, yang dikoordinasikan oleh gubernur.

Bagaimana nasib honorer yang tak lolos seleksi? Di RPP diatur bahwa jika tenaganya masih dibutuhkan instansi, tersedia anggaran, berkelakuan baik, dan punya kinerja baik, tetap bekerja di instansi yang bersangkutan. Dengan ketentuan, ada SK pengangkatan dari Pejabat Pembina Kepegawaian, serta diberikan penghasilan setiap bulan berdasar beban kerja dan kemampuan keuangan instansi.

Sebaliknya, jika sudah tidak dibutuhkan, mereka bisa diberhentikan atau tidak diperpanjang lagi.

Pemko Belum Mengusulan

Berdasarkan Rancangan Peraturan Permintah (RPP) tentang pengangkatan tenaga honorer menjadi CPNS yang menjadi payung hukumnya, akan diterbitkan Oktober mendatang sebanyak 67 ribu tenaga honorer kategori I dispastikan menjadi CPNS.

Pemko Medan belum ada mengajukan untuk pengangkatan tenaga honorer menjadi CPNS. Hal itu dikarenakan belum mendapat surat edaran dari Pusat.

“Belum ada kita meminta. Sedangkan untuk hasil dari RPP kita juga belum mengetahui,” kata BKD Pemko Medan, Parluhutan, Selasa (20/9) malam.

Sementara, di hadapan peserta rapat, EE Mangindaan menyampaikan bahwa dalam masa moratorium penerimaan CPNS, daerah harus melakukan penataan organisasi, termasuk menghitung kebutuhan pegawainya secara detil.
“Daerah harus melaporkan ke kemenpan dan kemendagri. Kalau ada yang gemuk (kelebihan pegawai), dimana? Atau kuruskah? Rampingkah? September hingga Desember 2011, seyogyanya sudah selesai,” kata Mangindaan.

Selanjutnya, Januari hingga Desember 2012, bagi daerah yang sudah selesai membuat data penataan PNS, sudah bisa melakukan penerimaan CPNS, dengan formasi terbatas. “Bagi daerah yang belum selesai, ya belum bisa (menerima CPNS dengan formasi terbatas). Karena itu semacam konsep. Kalau belum ada konsep, gimana?” beber menteri asal Manado itu.

Dengan demikian, bagi daerah yang cepat menyelesaikan tugas itu, bisa melakukan penerimaan CPNS lebih cepat. Sebaliknya, yang lambat juga akan ketinggalan melakukan penerimaan ‘abdi negara’ itu.

Dijelaskan Mangindaan, formasi CPNS yang direkrut pada kurun Januari hingga Desember 2012, juga dibatasi. Dicontohkan, tenaga guru. Itu pun, harus jelas guru untuk mata pelajaran apa. Menurutnya, untuk tenaga guru mata pelajaran tertentu sudah over kapasitas. “Tapi untuk matematika masih kurang,” ujar mantan gubernur Sulut itu.
Contoh lain adalah tenaga kesehatan, karena kata Mangindaan, kebutuhannya masih kurang. Selain itu untuk ‘tenaga khusus yang mendesak’, seperti sipir, yang saat ini perbandingan sipir dengan napi adalah 1:100. “Nanti kalau tak dikasih (formasi) kalau napi kabur, saya yang disalahkan,” selorohnya. Tenaga navigator penerbangan juga akan tetap direkrut.

Lulusan perguruan tinggi kedinasan, seperti Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), Sekolah Tinggi Ilmu Statistik (STIS), Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN), dan beberapa yang lain, juga tetap diangkat menjadi CPNS. “Jadi, moratorium itu tidak kaku. Toh jumlahnya (lulusan sekolah kedinasan) itu tidak banyak,” kata Mangindaan.
Satu syarat lagi yang sudah dituangkan dalam surat keputusan bersama tiga menteri yang mengatur  moratorium CPNS, daerah yang bisa melakukan rekrutmen CPNS, hanyalah daerah yang belanja pegawainya di bawah 50 persen dari total anggaran APBD-nya.  Dengan demikian, meski suatu daerah sudah melakukan penataan pegawai namun belanja pegawainya di atas 50 persen, tetap dilarang melakukan penerimaan CPNS.

Sebelumnya Mangindaan mengungkapkan, dari 33 provinsi, hanya tiga yang belanja pegawainya di bawah 30 persen. Mereka adalah Kaltim (28,77 persen), Papua (28,85 persen), dan Papua Barat (28,04 persen). Selebihnya di atas 30 persen. Padahal ketentuan pusat, prosentase belanja pegawai dengan dana belanja pembangunan adalah 30 persen dan 70 persen.

Yang paling banyak adalah Jateng (57,31 persen), Jogjakarta (56,66 persen), NTB (55,53 persen), Lampung (54,9 persen), Bali (52,19 persen), Sulut (51,45 persen),” ungkap mantan ketua Komisi II DPR RI.

Sedangkan daerah yang belanjanya di bawah 51 persen adalah NTT (50,78 persen), Sumut (50,69 persen), Bengkulu (50,24 persen), Jatim (50,05 persen). Daerah di bawah 50 persen adalah Gorontalo (49,83 persen), Sumbar (49,43 persen), Sulteng (49,43 persen), Sulsel (49,43 persen), Jabar (48,06 persen), Sultra (47,17 persen), Banten (47,24 persen), Sulbar (45,66 persen), Kalbar (44,72 persen), Jambi (45,40 persen), Sumsel (44,39 persen), Maluku (42,71 persen), Kalsel (42,11 persen), Aceh (40,16 persen), Malut (38,32 persen), Kepri (37,04 persen), DKI Jakarta (36,87 persen), Bangka Belitung (35,51 persen) dan Riau (34,96 persen).   (sam/ari/adl)

Rachmatsyah Sudah tak Betah jadi Plt Sekda

JAKARTA- Sudah hampir setahun H.Rachmatsyah menduduki jabatan sebagai plt Sekdaprov Sumut. Pria kelahiran Aceh 18 Desember 1953 itu sudah pernah menyampaikan keinginannya untuk diberhentikan dari jabatannya itu, langsung kepada Plt Gubernur Sumut, Gatot Pujo Nugroho.

Hanya saja, Gatot tidak mengabulkan keinginannya. “Saya bilang ke Pak Gatot, untuk sementara kasih orang dulu. Pak Gatot jawab, ‘nanti dulu lah, tunggu ada Kepres’,” kata Rachmatsyah kepada wartawan di sela-sela menghadiri rapat sosialisasi Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang pengangkatan tenaga honorer menjadi CPNS, di gedung Kemendagri, Jakarta, Selasa (20/9).

Yang dimaksud adalah Kepres penunjukan sekdaprov Sumut defenitif, yang hingga kemarin belum juga terbit. “Kepres belum turun. Kalau sudah kan nanti di antar ke sini,” ujar Sekjen Kemendagri, Diah Anggraeni.

Mengapa Rachmatsyah ingin cepat-cepat meninggalkan jabatan sebagai Plt sekdaprov? Dia mengatakan, butuh waktu untuk mempersiapkan diri mengikuti pemilukada Kota Lhokseumawe, Aceh.  Dia mengaku sudah mantab untuk menjadi calon walikota Lhokseumawe, pada pemilukada yang pendaftaran calonnya kemungkinan besar Oktober 2011.
“Saya sudah bertekad ke sana (Lhokseumawe),” ujar Rachmatsyah, yang pernah menjadi walikota administratif Kota Lhokseumawe selama tujuh tahun, di saat diberlakukan Darurat Militer di wilayah NAD, itu.

Syarat untuk menjadi calon kepala daerah,seorang PNS harus meninggalkan jabatannya.  Meski hanya menjadi plt sekdaprov, Rachmatsyah berharap, begitu meninggalkan jabatannya itu, dirinya tidak meninggalkan persoalan apa pun. (sam)

Rachmatsyah Sudah tak Betah jadi Plt Sekda

JAKARTA- Sudah hampir setahun H.Rachmatsyah menduduki jabatan sebagai plt Sekdaprov Sumut. Pria kelahiran Aceh 18 Desember 1953 itu sudah pernah menyampaikan keinginannya untuk diberhentikan dari jabatannya itu, langsung kepada Plt Gubernur Sumut, Gatot Pujo Nugroho.

Hanya saja, Gatot tidak mengabulkan keinginannya. “Saya bilang ke Pak Gatot, untuk sementara kasih orang dulu. Pak Gatot jawab, ‘nanti dulu lah, tunggu ada Kepres’,” kata Rachmatsyah kepada wartawan di sela-sela menghadiri rapat sosialisasi Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang pengangkatan tenaga honorer menjadi CPNS, di gedung Kemendagri, Jakarta, Selasa (20/9).

Yang dimaksud adalah Kepres penunjukan sekdaprov Sumut defenitif, yang hingga kemarin belum juga terbit. “Kepres belum turun. Kalau sudah kan nanti di antar ke sini,” ujar Sekjen Kemendagri, Diah Anggraeni.

Mengapa Rachmatsyah ingin cepat-cepat meninggalkan jabatan sebagai Plt sekdaprov? Dia mengatakan, butuh waktu untuk mempersiapkan diri mengikuti pemilukada Kota Lhokseumawe, Aceh.  Dia mengaku sudah mantab untuk menjadi calon walikota Lhokseumawe, pada pemilukada yang pendaftaran calonnya kemungkinan besar Oktober 2011.
“Saya sudah bertekad ke sana (Lhokseumawe),” ujar Rachmatsyah, yang pernah menjadi walikota administratif Kota Lhokseumawe selama tujuh tahun, di saat diberlakukan Darurat Militer di wilayah NAD, itu.

Syarat untuk menjadi calon kepala daerah,seorang PNS harus meninggalkan jabatannya.  Meski hanya menjadi plt sekdaprov, Rachmatsyah berharap, begitu meninggalkan jabatannya itu, dirinya tidak meninggalkan persoalan apa pun. (sam)

Kinerja Polisi Dipertanyakan

Kasus Pembobolan Rumah Dinas Kajatisu

MEDAN-Kepolisian Resort Kota (Polresta) Medan, didesak segera mengungkap pelaku pencurian di rumah dinas Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara di Jalan Listrik Medan. Desakan tersebut ditegaskan Sekretaris Daerah Lumbung Informasi Rakyat (Lira) Kota Medan Ibeng Syafruddin Rani, di Kantor DPD Lira Kota Medan Jalan Bakti Medan, Selasa (20/9).

“Polisi harus ungkap kasus pencurian di rumah Kejatisu AK Basuni Masyarif. Pengungkapan kasus pencurian di rumah Kajatisu itu oleh Polresta Medan sangat penting untuk transparannya informasi soal tudingan barang yang digondol maling milik Kajatisu mencapai miliaran rupiah,” beber Ibeng.

Ibeng juga mencurigai, kasus tersebut memang sengaja di perlambat kepolisian untuk kepentingan oknum-oknum yang tidak menginginkan kasus tersebut diungkap polisi.

“Saya rasa polisi bukannya tidak bisa mengungkap kasus pencurian ini. Namun saya menilai kepolisian sengaja memperlambat penanganan kasus.  Jangan-jangan kasus itu sudah ditutup atas permintaan Kajatisu,” tegas Ibeng.
Ibeng juga berharap, dengan diungkapnya pelaku pencurian itu, masyarakata bisa tahu apakah memang benar kerugian yang dialami kajatisu mencapai miliar atau tidak.

“Kita juga mensinyalir, tudingan bahwa Kajatisu kehilangan harta benda hingga miliar rupiah, benar. Jadi kalau kasus ini terungkap, bisa membahayakan posisi kajatisu karena menyimpan barang berharga mencapai miliaran rupiah,” tegas Ibeng.

Ibeng kembali menyesalkan sikap polisi yang tidak transparan. “Polisi bisa mengungkap kasus teroris namun untuk mengungkap kasus pencurian di rumah dinas Kajatisu, kok tidak bisa,” ujar Ibeng keheranan.

Terkait pembobolan rumah dinas Kajatisu ini, penyidik dari Mapolsekta Medan Baru tampaknya enggan berkomentar. “Masih dilidik” ujar Kanit Reskrim Mapolsekta Medan Baru. AKPN Endik Eko singkat, kemarin. Saat didesak samapi di mana perkembangan penyidikan, Edik Eko hanya berujar, “Entar dulu lagi sibuk ini.” (rud/mag-7)

Defisit di Sumut, Cina Genjot Popularitas Yuan

MEDAN- Perkembangan ekonomi Cina di dunia Internasional kian mencengangkan. Penguatan ekonomi ini diikuti pula dengan kokohnya posisi yuan Cina atau disebut renminbi (rmb) di perdagangan internasional.

Pelaku ekonomi di sebagian negara di belahan dunia kini mulai menyimpan uangnya dalam bentuk rmb. Berbagai kebijakan dilakukan pemerintah Cina untuk memposisikan rmb masuk dalam jajaran mata uang utama dalam perdagangan internasional.

Saat ini, pengaruh rmb di perdagangan dunia hampir setara dengan dolar AS, euro Uni Eropa, Yen Jepang dan Poundsterling Inggris. Analisis Senior Hongkong and Shanghai Banking Corporation Limited (HSBC Bank), Nirmala Salli, memprediksi rmb akan berada di posisi tiga besar untuk pemakaian mata uang dunia. Hal ini sekaitan dengan berbagai kebijakan yang dilakukan Cina memanfaatkan devisa yang melimpah menjadi pinjaman bagi negara lainn
Salah satunya adalah Yunani yang menggunakan mata uang euro. “Bahkan Yunani yang merupakan salah satu negara Eropa meminjam dari Cina,” ujar Nirmala yang juga Vice President, Sales Trade and Supply Chain HSBC Bank Indonesia ini.

Analis HSBC memperkirakan rmb akan menjadi mata uang dalam perdagangan internasional pada 2013-2015. Peran mata uang negeri tirai bambu ini akan meningkat mata uang global pada 2020, setara dengan dolar AS dan euro Uni Eropa.

Menangkap trend penggunaan mata uang di perdagangan internasional, HSBC Indonesia sebagai bank asal negeri tirai bambu, mulai intensif memperdagangkan mata uang ini. Bank yang memiliki cabang di seluruh dunia ini, mulai mensosialisasikan rmb ke seluruh nasabahnya, terutama di Sumut sebagai sentra penghasil kelapa sawit dan produk turunannya di Indonesia.
“Sejak 2006, renminbi ini sudah masuk, tetapi untuk sosialisasinya baru mulai sekarang,” ujar Nirmala Salli.
Untuk Indonesia sendiri saat ini, penggunaan mata uang Yuan dalam perdagangan internasional berada di urutan lima setelah dolar AS, rupiah, euro dan dolar Singapura.

Menurut Kepala Seksi Ekspor Hasil Pertanian Pertambangan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sumatera Utara, Fitra Kurnia, perdagangan Sumut-Cina mencatatkan surplus untuk provinsi ini. “Perdagangan Sumut-Cina mengalami surplus, sedangkan Indonesia-Cina mengalami defisit,” ujar Fitra Kurnia.

Surplus ini disumbang ekspor minyak sawit atau crude palm oil (CPO) Sumut ke negeri panda itu. Sumut merupakan pengekspor kedua CPO ke Cina. Nilai ekspor minyak nabati ini menyumbangkan 19,72 persen dari total ekspor Sumut pada Januari-Juli 2011. “Bahkan untuk negara tujuan (ekspor), Cina sudah berada di posisi ke 3,” ucapnya.
Selain CPO dan turunannya, Sumut juga mengekspor karet alam, kayu lapis dan produk kimia ke Cina. Ada juga rempah-rempah seperti pala dan kapulaga. “Bisa dibilang, ekspor kita ke Cina merupakan barang baku, yang akan memberikan keuntungan sangat besar bagi mereka (Cina) setelah diolah dan dijual kembali menjadi barang jadi,” ucap Fitra.

Bahan baku asal Sumut ini diolah dan diekspor dalam bentuk barang jadi dengan harga berpuluh kali lipat. “Dan salah satu yang membeli produk Cina tersebut adalah Indonesia. Karena itu perdagangan kita (Indonesia) defisit dari Cina,” tambah Fitra. (mag-9)

Penyidik Polda Jadwalkan Pemanggilan Rudi Hartono

MEDAN-Kasus pencurian arus listrik di kediaman Ketua DPRD Langkat Rudi Hartono Bangun, di Komplek Mutiara Indah No 3 Jalan Kapten Muslim Dalam, Kelurahan Dwikora, Kecamatan Medan Helvetia terus bergulir.
Yang sedikit aneh dalam kasus ini adalah setelah ditemukannya indikasi pencurian arus di rumah tersebut, sang pemilik rumah malah melaporkan petugas PLN ke polisi atas perbuatan tidak menyenangkan, dimana pihak Rudi Hartono Bangun menilai, petugas PLN masuk tanpa izin.

Berdasarkan kronologis kejadian yang diterima Sumut Pos, pada 15 Agustus 2011 tepatnya pukul 14.20 WIB, petugas PLN yang salah satunya bernama Eva, memasuki pekarangan rumah milik Rudi Hartono Bangun, untuk memeriksa APP yang terpasang di bangunan tersebut.

Hal itu sehubungan dengan petugas P2TL sesuai surat tugas No.626.STG/431/MED/2011 tanggal 15 Agustus 2011. Pada saat itu, keadaan pintu pagar rumah tersebut dalam keadaan tidak terkunci dan terbuka sedikit. Sehingga, Eva menanggap penghuni rumah ada dan rumah tidak dalam keadaan kosong.

Dengan keadaan pintu pagar yang terbuka tersebut, Eva masuk ke pekarangan dan langsung menuju pintu rumah untuk memanggil penghuni rumah dengan tujuan untuk meminta izin melakukan pemeriksaan APP. Akan tetapi, sebelum Eva sampai ke pintu rumah tersebut, tiba-tiba saudari Eva ditegur oleh Supir pemilik rumah bernama Srinoto, dari seberang rumah tersebut.

Kemudian Srinoto menanyakan maksud dan tujuan Eva dan beberapa petugas dari PLN lainnya. Eva pun mengatakan, mereka berniat untuk melakukan pemeriksaan APP. Mendengar itu, Srinoto mempersilahkan. Namun sebelumnya, Eva sempat terlebih dahulu menanyakan apakah Srinoto adalah pemilik rumah. Srinoto menjawab, dirinya bukan pemilik rumah melainkan seorang supir dari pemilik rumah tersebut.

Eva meminta Srinoto untuk mendampingi pemeriksaan APP yang dilakukannya. Ternyata, Srinoto menyetujui. Sehingga, pemeriksaan APP di rumah Ketua DPRD Langkat Rudi Hartono Bangun tersebut, dilakukan dengan cara didampingi oleh supir di rumah tersebut. Dari pemeriksaan itu lah, pada akhirnya ditemukan adanya indikasi pencurian arus listrik.

Namun, pihak pemilik rumah malah melaporkan upaya pemeriksaan itu ke Mapolresta Medan. Tak ingin disalahkan, PLN pun membuat laporan pencurian arus listrik tersebut ke Polda Sumut. Sayangnya, hingga saat ini belum ada proses yang dilakukan oleh Polda Sumut untuk menyelesaikan masalah ini.

Padahal lagi, proses tambah daya atau pemasangan arus listrik di kediaman putra Ketua DPRD Sumut Saleh Bangun tersebut, tertera dalam sebuah surat pernyataan pihak pelanggan dalam proses tambah daya tanggal 18 Februari 2008 yang isinya, yang membuat pernyataan bernama Ervina Fariani, alamat Jalan Kapten Muslim Dalam No 3, RT/RW : 032/013 Kelurahan Dwikora Kecamatan Medan Helvetia, Medan. NIK : 02.5012.440378.0004. Kelahiran Sicanggang, 4 Maret 1978, Agama Islam.

Isi pernyataan yang terkait dengan memasuki pekarangan, butir 11 berisi, “Bersedia tidak akan menghalangi apabila sewaktu-waktu petugas dari PLN (Persero)/Operasi Penertiban Arus Listrik (OPAL) untuk melakukan pendataan penggunaan bangunan, pemeriksaan instalasi listrik dan APP di rumah/bangunan/persil saya/kami”.
Butir 17 berisi, “Setuju sambungan lsitrik saya/kami dicabut/dibongkar tanpa pemberitahuan/peringatan terlebih dahulu apabila, e) terbukti melakukan pelanggaran dalam pemakaian tenaga/sambungan listrik dan memindahkan listrik sambungan/APP tanpa izin dari PT PLN (Persero).

Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No 10/1989 tentang penyediaan dan pemanfaatan tenaga listrik Pasal 25 ayat 1 (b) beserta penjelasannya ; Mengambil tindakan atas pelanggaran perjanjian penyambungan listrik oleh pemakai. Yang dimaksud dengan tindakan dalam ketentuan ini adalah antara lain pemutusan sementara aliran listrik dengan tagihan susulan.

Terkait laporan pihak PLN ke Polda Sumut, Kasubdit II/Harda-Tahbang AKBP Rudi Rifani yang dikonfirmasi Sumut Pos, Selasa (20/9) mengenai hal ini mengaku, pihaknya baru menerima laporan pencurian listrik di rumah milik Rudi Hartono Bangun di Komplek Mutiara Indah 1 Jalan Kapten Muslim Dalam No 3 Medan, Senin (19/9) lalu.

“Benar ada laporan dari PLN terkait pencurian di rumah milik Rudi Hartono Bangun di alamat tersebut. Namun, kami baru menerimanya kemarin. Jadi, akan kami pelajari dulu baru akan dilakukan proses selanjutnya,” ungkapnya.
Apakah ada kemungkinan dan kapan pihak pemilik rumah dipanggil untuk dilakukan pemeriksaan, Rudi menegaskan, proses pemanggilan pasti akan dilakukan. Hanya saja, pihaknya harus terlebih dulu memahami persoalan itu.
“Pasti akan kami tindaklanjuti, karena semua laporan sebagai kewajiban kami untuk memprosesnya. Untuk pemanggilan, juga akan segera kita agendakan setelah kami memahami persoalan ini. Kita tunggu dalam beberapa waktu ke depan,” tegasnya.

Terkait lambannya proses yang dilakukan terhadap kasus tersebut, Kepala Bidang (Kabid) Humas Polda Sumut Kombes Pol Raden Heru Prakoso membantahnya.

Dikatakannya, laporan mengenai pencurian arus listrik di rumah Ketua DPRD Langkat Rudi Hartono Bangun, baru diterima Polda Sumut beberapa hari ke belakang.

“Belum lama, soalnya baru beberapa hari ini saja ada wartawan yang menanyakan hal itu. Itu masalahnya ada laporan perbuatan tidak menyenangkan di Polresta Medan. Kalau laporan yang di Polda, baru-baru saja. Nanti akan kita cek lagi,” jawabnya.(ari/mag-7)

Para Janda Tek Dung Ingin Bangun Rumah Baru

Warga Rawagede setelah Gugatan Mereka Dimenangkan Pengadilan Den Haag

Harapan besar menghinggapi para janda dan ahli waris korban pembantaian oleh tentara Belanda di Rawagede, Karawang, Jabar, setelah gugatan mereka dimenangkan pengadilan Den Haag. Meski sudah berusia sangat lanjut, mereka ingin memiliki rumah sendiri dan lepas dari ketergantungan pada anak dan cucu.

Moh. Hilmi S, Karawang

MENCARI Kampung Rawagede cukup sulit jika hanya berbekal peta. Sebab, di peta, kampung tersebut tidak tercantum. Tapi, bila mau bertanya kepada penduduk Karawang, mereka akan langsung menunjukkan sebuah kampung yang dikitari areal persawahan di Desa Balongsari, Kecamatan Rawamerta. Ya, Rawagede kini telah berganti nama menjadi Balongsari, sebuah desa berjarak sekitar 15 km dari jantung Kota Karawang.

Pada pengujung musim kemarau seperti sekarang ini, di hampir sepanjang jalan menuju desa tersebut tersaji pemandangan hamparan tanaman padi yang baru saja dipanen. Meski letaknya cukup jauh dari pusat pemerintahan, infrastruktur jalan menuju Rawagede sudah bagus. Sepanjang jalan sudah ditutup aspal dan sebagian lagi dicor. Meski begitu, di beberapa titik, aspal terasa bergelombang, bahkan ada yang sedikit bolong.

Begitu masuk Desa Balongsari, monumen pembantaian warga Rawagede oleh tentara Belanda pada Selasa, 9 Desember 1947, menyambut dengan gagah.

Monumen itu diresmikan pada 12 Juli 1996 oleh KASD Jenderal R. Hartono. Monumen tersebut berbentuk seperti kuncup bunga melati.

Makna di balik bentuk itu adalah cita-cita dan harapan. Selain itu, bagi warga setempat, bunga melati selalu mendampingi setiap fase kehidupan manusia. Mulai lahir, menikah, hingga mati.

Monumen yang didirikan di atas lahan seluas 4.600 meter persegi tersebut melengkapi Taman Makam Pahlawan (TMP) Sampurna Raga. Berbeda dari TMP lainnya, jenazah-jenazah yang dimakamkan di TMP Sampurna Raga bukan prajurit TNI. Mereka adalah warga sipil yang menjadi korban kebrutalan tentara Belanda pada masa Agresi Militer II.
Tidak tanggung-tanggung, kebengisan tentara Belanda kala itu memakan korban 431 orang. Semuanya laki-laki. Baik yang sudah tua maupun yang masih remaja. Namun, tidak seluruh korban kejahatan perang tersebut dimakamkan di TMP. Berdasar catatan pengelola Monumen Rawagede, TMP Sampurna Raga hanya menampung 181 jenazah.
Akibat pembantaian tersebut, di Rawagede saat itu muncul lebih dari 150 janda. Seiring bertambahnya umur republik ini, sebagian janda Rawagede sudah meninggal. Mereka menyusul sang suami dan keluarga lainnya yang sudah menunggu di alam barzakh.

Berdasar catatan Yayasan Rawagede, saat ini tinggal enam janda tragedi kemanusiaan tersebut. Mereka adalah Wanti, 90; Cawi, 86; Lasmi, 83; Tijeng, 84; dan Kaswi, 84. Seorang lagi adalah Wanti, 89, yang ikut anaknya tinggal di Kampung Rawagede.

Di antara para janda tersebut, Cawi menyempatkan diri untuk membersihkan makam sang suami, Bitol, sehari setelah pengadilan Den Haag memenangkan gugatan warga Rawagede (16/9). Dengan telaten, dia menyapu dan mengambil satu demi satu daun-daun yang bertebaran di atas makam.

Setelah pekerjaan selesai, bungsu di antara dua bersaudara itu menceritakan kejadian kelabu 64 tahun lalu tersebut. Ketika itu, umur Cawi baru 20 tahun, sedangkan Bitol menginjak 25 tahun. Mereka sudah dua tahun menikah, tapi belum dikaruniai anak.

Saat itu, seusai subuh, seperti biasa Bitol memanggul cangkul untuk mengerjakan sawah majikannya. Pasangan Bitol dan Cawi sehari-hari memang bekerja sebagai buruh tani. Pagi itu, Bitol sendirian pergi ke sawah karena belum musim tanam padi. “Jika waktunya musim tanam padi, saya kebagian tugas menanam padi,” terang Cawi sambil sesekali matanya melihat ke makam suaminya.

Bitol sempat pamit sebelum berangkat ke sawah. Namun, ketika itu Cawi ngantuk berat. Dia hanya membalas kira-kira; iya Pak, hati-hati kalau kerja. Beberapa saat kemudian, Bitol pulang dengan napas terengah-engah. “Bu, sawah sudah dikepung tentara Belanda,” jelas Cawi mencoba menirukan kembali penuturan Bitol saat itu. Bitol lantas menyatakan bahwa seluruh kaum perempuan dilarang keluar rumah. Takut jika terkena peluru nyasar.

Pagi yang tenang seketika menjadi mencekam. Beberapa warga langsung gemetar saat mengetahui kampung mereka dikepung sekitar 300 serdadu Belanda bersenjata lengkap. Beberapa warga mengetahui bahwa rencana Belanda saat itu adalah mencari Kapten Lukas Kustario.

Lukas atau yang saat itu dikenal dengan sebutan Macan Lukas benar-benar membuat geram dan gemas pihak Belanda. Dia dikenal cukup nakal ketika bertempur melawan Belanda. Kenakalannya, antara lain, selalu menyempatkan diri menggunakan seragam serdadu Belanda yang dia bunuh setiap menyerbu markas Belanda. Gunanya adalah untuk menyamar. Kenakalan Lukas lainnya, dia pernah membuat kereta Belanda yang melewati Karawang ambruk dengan serangannya. Lantas, dia pernah mengambil ratusan pucuk senjata komplet dengan pelurunya.

Melalui mata-mata warga pribumi, Belanda mendapat kabar bahwa pada Senin, 8 Desember 1947, Lukas berada di Rawagede. Memang, saat itu sekitar pukul 07.00 Lukas masuk ke Rawagede. Keberadaan dia di Rawagede tersebut tercium sekitar pukul 09.00.

Lantas, kabar keberadaan Lukas itu disampaikan ke pos besar tentara Belanda di Jakarta. Akhirnya, setelah asar, turun perintah dari Jakarta untuk membumihanguskan Rawagede. Celakanya, sebelum azan asar, Lukas sudah meninggalkan Rawagede. Dia menuju daerah Sukatani, Cikarang, Bekasi, untuk menyerang lapangan terbang di Cililitan bersama sekitar seratus tentara Indonesia.

Serdadu Belanda tidak tahu bahwa Lukas sudah keluar dari Rawagede. Sejatinya, jalur-jalur yang menuju Rawagede sudah ditutup. Tapi, tentara Belanda masuk lewat utara Rawagede yang dilewati rel kereta api dengan jalan kaki. Senin malam, serdadu Belanda itu langsung mengepung Rawagede dengan formasi letter U. Operasi Belanda tersebut dipimpin Mayor Leinenn.

Ratusan warga Rawagede semakin gaduh ketika barisan serdadu Belanda mulai mendekat ke rumah-rumah mereka. Kaum laki-laki langsung keluar rumah. Beberapa di antara mereka bersembunyi di Sungai Rawagede yang kebetulan sedikit banjir. Mereka menggunakan dedaunan sebagai penutup kepala. Nahas bagi Bitol, dia ditemukan tewas tidak jauh dari rumahnya. Dia tewas dengan bekas tembakan di kepala.
Cawi baru tahu suaminya meninggal menjelang duhur. “Saat itu, perempuan tidak berani keluar rumah,” katanya. Apalagi, saat itu bunyi tembakan terdengar tiada henti. Bunyi senapan mesin saat itu, jelas Cawi, dredet, dredet, dredet…
Selain itu, di telinga warga Rawagede, ada senjata Belanda yang menimbulkan bunyi tek dung, tek dung. Diduga, senjata yang mengeluarkan bunyi seperti itu adalah sejenis meriam. Akhirnya, warga setempat punya guyonan untuk menyebut para janda korban pembantaian Rawagede. Mereka menyebut para janda itu dengan istilah janda tek dung. “Hahaha” kami memang dikenal janda tek dung,” tutur Cawi.
Dia awalnya tidak percaya suaminya tewas saat itu. Dia benar-benar yakin Bitol sudah tewas setelah melihat mayatnya yang dipenuhi lumpur. Dibantu janda-janda lainnya, Cawi lantas mengangkat mayat Bitol. Sehari kemudian, Bitol dimakamkan di pemakaman umum yang saat ini sudah dipugar menjadi TMP Sampurna Raga.
Tapi, ada sejumlah janda yang tidak memakamkan jenazah suaminya di pemakaman umum. Alasannya, lokasinya sedikit jauh dari penemuan mayat serta tidak ada tenaga laki-laki saat itu. Jenazah-jenazah tersebut lantas dimakamkan di samping rumah. Jenazah itu juga tidak dikubur sedalam proses penguburan saat ini. Rata-rata hanya dikubur sedalam setengah meter.
Untungnya, jelas Cawi, meski banyak jenazah yang dikubur dengan kedalaman tidak sampai satu meter, tidak pernah tercium bau mayat. “Kami semua hidup normal, tanpa ada bau mayat sama sekali,” ungkapnya.
Memasuki 1950, mayat-mayat yang dikubur di pekarangan rumah tersebut diangkat, lalu dikumpulkan dan dimakamkan di TMP Sampurna Raga.
Kini, Cawi menyatakan senang mendengar kabar gugatan para janda tragedi Rawagede dimenangkan pengadilan Den Haag. Jika uang kompensasi dari gugatan tersebut turun, dia berjanji membangun rumah sederhana. “Supaya tidak ngrepoti anak-cucu lagi. Meski sudah tua, saya siap tinggal sendiri,” katanya berharap.
Cerita kebrutalan serdadu Belanda saat itu juga dituturkan Ketua Yayasan Rawagede Sukarman. Dia mengungkapkan, ayahnya yang bernama Sukardi selamat dari pembantaian setelah bersembunyi di Sungai Rawagede. “Orang di kanan-kiri bapak saya kena tembak. Tapi, untungnya, bapak selamat,” ujarnya di kompleks Monumen Rawagede.
Dia menyatakan, aksi Belanda saat itu benar-benar merupakan kejahatan perang. Sebab, banyak korban yang ditembak dari belakang. Selain itu, seluruh korban yang tewas bukan tentara. Mereka adalah warga sipil yang menurut tentara Belanda ikut membantu menyembunyikan Macan Lukas. “Tapi, tuduhan itu kan tidak terbukti. Saat terjadi pembantaian, Kapten Lukas tidak ada di Rawagede,” tutur kepala Desa Balongsari periode 1977-1995 tersebut.
Berawal dari situlah, Sukarman beserta janda-janda dan ahli waris korban tragedi Rawagede menggugat pemerintah Belanda. Mereka difasilitasi Yayasan Komite Utang Kehormatan Belanda (KUKB). Organisasi nonpemerintah yang memperjuangkan korban pembantaian Rawagede tersebut juga mendirikan perwakilan di Belanda. Selama sidang, KUKB membantu penuh para janda serta ahli waris tragedi Rawagede.
Sukarman menuturkan, gugatan itu terdiri atas tiga poin. Yaitu, menuntut Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 secara de facto, menuntut Belanda meminta maaf kepada Indonesia karena telah melanggar HAM dalam kasus Rawagede, serta meminta Belanda memberikan kompensasi untuk para janda dan ahli waris korban tragedi pembantaian Rawagede. “Nominal kompensasi belum kami cantumkan dalam gugatan itu,” katanya.
Sukarman tidak membenarkan kabar bahwa nominal kompensasi tersebut hanya Rp4 jutaan. Selain itu, dia mengelak bahwa nominal gugatan tersebut mencapai miliaran rupiah untuk seorang janda dan ahli waris.
Dia berharap nominal ganti rugi itu bisa cepat cair, mumpung para janda yang tersisa saat ini masih hidup. Sukarman juga meminta campur tangan pemerintah RI. Dia berharap tragedi Rawagede yang menjadi inspirasi puisi Chairil Anwar tersebut juga bisa menjadi inspirasi bagi kasus-kasus serupa. (c5/nw/jpnn)