25 C
Medan
Tuesday, December 30, 2025
Home Blog Page 14878

XL Sediakan Dompet Pulsa

Layani Pembelian Layanan Data dan Paket Hemat

Jakarta- PT XL Axiata Tbk (XL)  terus melakukan inovasi untuk meningkatkan dan memberikan layanan yang lebih baik kepada pelanggan, termasuk dalam hal mempermudah pelanggan mendapatkan berbagai layanan XL.
Kali ini inovasi yang diterapkan berupa Dompet Pulsa (Dompul) yang juga bisa dipergunakan untuk melayani pembelian beragam Paket Hemat XL dan layanan data (Internet, BlackBerry, dan RBT).

Direktur Commerce XL, Nicanor V Santiago, mengatakan, melalui inovasi ini, baik pelanggan maupun retailer akan sama-sama mendapatkan manfaat. Pelanggan akan semakin mudah untuk membeli dan mengaktifkan Paket Hemat dan layanan data yang dibutuhkan, sedangkan retailer akan mendapatkan poin berhadiah atas setiap transaksi layanan data yang dilakukan.

Sebelumnya dengan Dompul kios-kios penyalur resmi XL hanya bisa melayani pembelian pulsa. Mereka tidak bisa melayani jika pelanggan menginginkan hendak membeli Paket-paket Hemat XL atau layanan data yang dikehendaki.
Untuk mendapatkan layanan yang dimaksud, pelanggan harus memilih dan mengaktifkannya sendiri melalui saluran *123#. Dengan adanya inovasi ini, selain melalui *123#, pelanggan memiliki pilihan alternatif yang lebih mudah untuk mendapatkan/mengaktifkan layanan data. Sementara itu bagi para penjual/penyalur layanan XL, penerapan inovasi ini juga akan memberikan  kesempatan mendapatkan komisi dari penjualan paket Hemat XL tadi, dan juga bisa sebagai alternatif penjualan kepada pelanggan selain dari pulsa. HIngga Juni 2011, lebih dari 250 ribu outlet resmi XL siap melayani pelanggan.

Untuk ketersediaan layanan/produk, XL menjamin ketersediaanya setiap saat di pasaran, termasuk untuk layanan Paket Hemat dan layanan data yang bisa dibeli langsung di kios-kios penyalur resmi XL.

Melalui jaringan distribusi yang terkelola dengan baik, layanan XL bisa diperoleh dengan mudah hingga ke pelosok-pelosok daerah. Pelanggan juga bisa mendapatkan informasi berbagai layanan XL di outlet-outlet tersebut. (rel)

Meningkatkan Kualitas Perempuan, Keluarga dan Anak Indonesia

Musda ke-2 Salimah Deli Serdang

Sebagai  ormas muslimah yang dinamis dalam meningkatkan kualitas hidup perempuan, keluarga dan anak Indonesia,  Persaudaraan Muslimah (Salimah) terus berkiprah melakukan berbagai upaya positif.

Mengokohkan dan meluaskan struktur di berbagai  daerah,  meningkatkan kualitas pengurus dan anggotanya,  menjalin kerjasama dengan berbagai pihak yang memiliki kepedulian sama serta menghadirkan berbagai program kegiatan yang bermanfaat di tengah masyarakat. Terkait dengan visi dan misinya tersebut Pimpinan Daerah (PD) Saliman Salimah Deli Serdang menggelar Musyawarah Daerah (Musda) ke 2 yang berlangusng selama dua hari 17 – 18 Juli 2011.

Musda dimulai dengan persidangan yang dilaksanakan di gedung TK Putri Sholeha Tembung dipimpin oleh Drg Tina Arriani. Agenda musda antara lain memilih kepengurusan PD Salimah Deli Serdang tahun 2011 – 2014.  Dari empat kandidat ketua yang menyampaikan visi misi yakni Sufla Irina Amd, Zuraidah S.Ag, Fauziah Rosni S. Ag dan Hj Diani Mursyida S. Pd.I,  melalui musyawarah terpilih Sufla Irina A.Md sebagai  Ketua PD Salimah Deli Serdang.

Ketua terpilih Sufla usai pelantikan di Lapangan Reformasi Tembung (18/7)  mengatakan,  kehadiran Salimah  berupaya membawa harapan untuk bisa  menjadi salah satu organisasi yang berkontribusi mencari jalan keluar bagi berbagai problematika yang dihadapi khususnya oleh para perempuan. Tentunya dengan program-program yang mendorong pemberdayaan perempuan, pengokohkan institusi keluarga serta perlindungan bagi anak. ‘’Melalui departemen – departemen yang ada kita akan mendorong kualitas perempuan sesuai dengan potensinya masing – masing,”ujarnya.

Sufla  mencontohkan  melalui pembinaan SISTER   (Sekolah Ibu Salimah Terpadu) yang selama ini sudah dijalankan. ‘’Kita akan terus menggalakkan program ini.  Program ini diharapkan bisa meningkatkan pemahaman keislaman para perempuan untuk meningkatkan kualitas keluarga,”ujarnya. Ditambah lagi program Koperasi Syariah Serba Usaha Salimah khusus perempuan.  (*/sih)

Menjual Nama Mendulang Rupiah

Ramadhan Batubara

Pada sebuah warung kopi, seorang kawan saya tergelak menceritakan kisah adiknya. Dia ceritakan, adiknya yang tahun ini masuk ke sekolah dasar ternyata sudah hebat menipu demi keuntungan pribadi.  Dan, korbannya siapa lagi kalau bukan kawan saya tadi.

KISAH ini terungkap, tentunya versi pengakuan kawan saya itu, setelah orangtua mereka memasukan sang adik ke sekolah yang diinginkannya tersebut. Sang kawan sedikit terkejut, pasalnya sekolah yang dimaksud adalah sekolah mahal. “Kan kau yang menyuruh dia masuk ke situ,” jawab sang orangtua ketika si kawan menanyakan hal itu. Langsung saja kawan saya membantah.

“Apanya kau ini, dia bilang kekgitu kok,” balas sang orangtua pula.
Tak mau berdebat, kawan saya langsung menjumpai adiknya. Dengan cengengesan, si adik menjawab, “Aku maunya sekolah di situ, Bang.”
“Ya, tapi aku kan gak ada nyuruh kau sekolah di situ, kenapa kau jual namaku sama Mamak,” balas kawan saya.

“Aku maunya sekolah di situ, Bang.”
Ya sudah, daripada sang adek menangis, kawan saya tadi pun langsung menggaruk-garuk kepala. Bagaimana tidak, perjanjiannya, untuk biaya sekolah sang adik, adalah tanggungannya. Dan, si adek kini sudah tersenyum karena resmi menjadi murid sekolah yang diinginkannya itu.

Terus terang, kisah di atas bukan rekaan. Sengaja saya kutip cerita kawan itu di lantun ini karena beberapa hari belakangan memang lagi trend kasus menjual nama demi keunutngan pribadi. Sebut saja nama SBY yang kabarnya telah bolak-balik dicatut alias dijual oknum tertentu. Yang terdekat adalah soal Universitas Sumatera Utara. Nah, saking maraknya kasus pencatutan nama SBY, Mendagri pun segera membuat daftar para pencatut itu.

Baiklah, harus saya katakan salut dengan para pencatut itu. Bukan maksud untuk mendukung mereka, namun yang saya bayangkan adalah mental mereka. Saya yakin, hal semacam itu tidak diajarkan di bangku sekolah, nah, dari mana mereka mendapat ilmu itu. Bayangkan, yang namanya mereka catut tidak tangung-tanggung: presiden!

Tapi, sudahlah, apapun itu semuanya telah terjadi. Pertanyaannya adalah kenapa orang bisa diperdaya oleh mereka. Ya, bukankah modal mereka hanya omongan saja. Mungkinkah seorang SBY merelakan namanya dijual semacam itu? Ayolah, itu kan namanya pencemaran nama baik; bisa dituntut dan dipenjarakan. Atau, jangan-jangan SBY telah merestui hal itu? Tapi, apa buktinya?
Sejatinya jika SBY memberi restu, bukankah harus ada tanda pastinya. Maksudnya begini, untuk melakukan tugas, tentunya dibutuhkan surat tugas kan? Bah, muncul pula pertanyaan lain,

bagaimana jika tugas khusus yang tidak boleh meninggalkan jejak. Hm, tampaknya pertanyaan inilah yang menjadi jawaban. Sang pencatut pasti berlindung dari kata ‘tugas khusus’ tadi. Dia cukup menjual kedekatannya dengan SBY saja, padahal bisa saja itu di luar kendali SBY. Nah, pemikiran terakhir inilah yang tampaknya sering terjadi di negeri tercinta ini.

Saya jadi teringat seorang kenalan menawarkan ‘job’ kepada saya saat penerimaan CPNS beberapa waktu lalu. Ya, dia mengajak saya untuk berbisnis ringan tapi beruntung besar.

“Kau kan wartawan banyak kenal pejabat. Apalagi pas kau kawin, orang bisa melihat papan bunga dari pejabat-pejabat itu. Nah, bilang saja kalau kau bisa memasukan orang untuk menjadi PNS. Terima uangnya setengah, setelah lulus setengahnya lagi. Nah, kalau tak lulus, uangnya kau kembalikan. Biarkan saja mereka ujian, kau pura-pura mengurus gitu. Kalau mereka menuntut, kan tinggal bilang kalau jatahnya diambil anak atau saudara pejabat dari pusat. Dan, untuk hal semacam ini tak perlu kuitansi? Gampangkan?”

Fiuh. Perhatikan, soal menjual nama bisa menjadi begitu gampang. Seperti tawaran kenalan tadi, yang siap memberikan korban, adalah bukan kerja berat bagi saya. Siapa yang tidak percaya dengan saya ketika mengetahui kalau ada papan bunga dari gubernur, wakil gubernur, wali kota, beberapa bupati dan pejabat lainnya di pernikahan saya. Padahal, jika korban bisa lebih cermat, dengan adanya papan bunga itu bukan berarti hubungan saya dengan para pejabat itu akrab kan? Ya, bukankah para pejabat itu memiliki staf yang mengurusi hal semacam itu. Dengan kata lain, ketika ada undangan masuk ke kantor mereka, maka papan bunga pun hadir di rumah pengundang.

Tapi begitulah, kadang kita memang cenderung tidak bijak ketika terdesak. Semacam korban pencatutan nama SBY tadi, jika saja korban mau lebih cermat, tentunya dia tidak akan gampang meluluskan permintaan sang pencatut itu. Masalahnya, kadang sang korban sudah ketakutan begitu mendengar nama yang dicatut. Ditambah lagi, ada bukti kedekatan antara si pencatut dengan yang namanya dicatut. Jika sudah begitu, ya mau apa dibilang, sukseslah program tersebut.

Sejatinya untuk menangkal hal itu, sang korban wajib meminta bukti otentik dari sang pencatut. Misalnya bukti yang berbentuk surat atau apalah, hingga jika dikemudian hari menjadi masalah, sang korban bisa membela diri. Dan ingat, bukti yang dimaksud adalah langsung dari yang namanya dicatut. Kasarnya, sang korban harus menjadikan si pencatut sebagai kurir semata.

Hm, idealnya, perlu konfirmasi langsung pada oknum yang namanya dicatut. Seperti kawan saya tadi yang mengkonfirmasi langsung pada adiknya. Ya, kalaupun ternyata benar, ya sudah berikan saja jika sesuai kesepakatan dan tidak merugikan secara pribadi. Bukankah begitu? (*)

Rumah Burung

Dengan kepak, aku mencoba berteman dengan burung-burung dan mengusir rasa sepi yang bertahun-tahun, membikin sarang di sini. Di kepalaku.

Selepas dari musola untuk solat zuhur, aku membuka laptop untuk melanjutkan pekerjaanku yang tertunda. Di situ ada beberapa fail yang mesti kuedit untuk diterbitkan besok. Aku bekerja sebagai redaktur di majalah lokal. Pekerjaan yang selalu menumpuk adalah rutinitas yang biasa. Terkadang jika waktu bisa tiba-tiba lengang, aku mampir melihat orang sedang mengerjakan batu bata yang terletak persis di seberang rumahku.

Rumah ini–yang sengaja kubangun setelah mengontrak di sana-sini–baru selesai dibangun beberapa bulan lalu. Berdiri di atas tanah warisan yang sekian tahun sempat menunggu untuk digunakan. Awalnya aku berpikir untuk menyumbangkannya saja guna dibangun sebuah mesjid. Di tempatku tinggal hanya ada sebuah musola kecil. Orang-orang agak sulit jika harus jum’atan karena mesjid terletak agak jauh di dusun sebelah.

Namun karena beberapa alasan, aku kemudian membatalkan niat itu dan membangun rumah agak besar di sini. Di rumah ini hanya aku tinggal seorang diri. Sesekali memang ada orang yang datang sekedar bersilaturahim. Tapi kehidupanku sekarang lebih banyak dihuni sepi dari yang sebelum-sebelumnya. Sewaktu-waktu aku sering merasa kaget mengetahui bahwa kehidupan yang dulu seperti dipaksa dibelesakkan sampai sesak tiba-tiba berubah menjadi lengang yang begitu lapang. Meski pekerjaanku masih sama menumpuknya, tetap tak mengubah apapun. Kesepian itu memang harus datang.

Beberapa saat lamanya kutunggu laptop sampai selesai loading dengan membaca majalah, terbitan tempatku bekerja dan terbitan majalah lain. Beberapa minggu ini majalahku seperti bersaing dengan majalah itu. Saling berebut berita. Rapat redaktur menjadi lebih sengit demi mendapatkan kualitas berita yang mampu menandingi kualitas majalah saingan. Tak pelak aku dan kawan-kawan mesti bekerja ekstra keras supaya tidak kecolongan berita.

Rutinitas yang melelahkan itu sering membuatku babak belur. Setiap hari kami harus mengadakan rapat ini-itu, pertemuan di sana-sini, yang memaksaku pulang larut malam setiap harinya. Aku biasanya akan langsung jatuh di atas kasur dan terlelap beberapa saat, sebab tengah malam aku mesti bangun dan menyiapkan berita. Lalu aku tidur sekitar sejam dan bangun untuk sholat subuh. Setelah itu tak ada waktu bagiku untuk tidur lagi.

Sambil menggumamkan berita yang kubaca di majalah, aku terhempas ke waktu di mana kelengangan seperti tak butuh tempat bagiku. Tempatku (waktu itu) adalah kesibukan yang begitu membahagiakan sambil ditemani isteri dan dua anak kembar yang terus rewel menanyakan ini-itu. Wajah mereka menggantikan wajah tokoh-tokoh terkenal dalam foto di majalah tersebut, membuatku serasa ingin benar-benar kembali ke masa itu. Memperbaiki kesalahan sehingga perceraian itu tak mesti terjadi.
“Pikirkanlah sekali lagi.” Bujuk isteriku.
“Aku sudah mengajukan gugatan ke pengadilan. Tidak ada yang harus dipikirkan lagi. Keputusanku sudah bulat.” Kataku tegas.

Tangisnya pecah. Ia terduduk di sofa sambil menutup wajahnya. Airmata merembes di sela-sela jarinya. Untung saat itu anak-anak sudah tidur sehingga mereka tidak perlu menyaksikan keadaan seperti itu. Aku bersikeras untuk tidak menatap tajam wajahnya lagi.

Mira menyeka airmatanya dengan saputangan. Lalu ia beranjak ke kamar dan membanting pintu. Saat itu aku mungkin tak sadar airmataku telah merembes di bulu-bulu mataku. Tak kurasakan basah, hanya sakit di perih di sekitar mata yang bisa kutahan.

Perpisahan memang harus terjadi. Dan sejak itu, sejak hakim mengabulkan gugatan, aku sering pindah mengontrak rumah di sana-sini. Rumahku, rumah kami, maksudku kuserahkan untuk Mira, sebagai pembuktian bahwa aku masih seorang lelaki.

Karena kesal laptop yang belum juga selesai loading, kutekan tombol restart sedikit keras. Laptop mati lagi. Beberapa saat menyala lagi untuk booting. Aku berjalan ke teras rumah sambil menunggu laptop siap. Kulihat pekerja batu bata–yang kesemuanya perempuan–masih bekerja membuat batu bata dengan tanah liat.

Sebenarnya tanah yang mereka gunakan sebagai bahan pembuat batu bata adalah tanah warisan milikku juga. Sengaja kusewakan karena berpikir tanah tersebut pasti akan kosong sia-sia jika tidak digunakan. Sementara uang sewanya kuserahkan kepada abangku yang petani yang kebetulan tinggal di samping rumah. Mereka lebih butuh, pikirku.

Pekerja-pekerja itu sudah datang pukul setengah tujuh pagi. Mereka biasanya selesai pukul tiga siang hari. Aku sering melihat beberapa di antaranya membuat batu bata sambil menggendong bayinya. Aku berpikir betapa perkasanya perempuan-perempuan itu. Apakah mereka juga sejahat Mira? Aku menggeleng. Kembali ke meja kerja untuk memastikan laptop sudah siap digunakan.
“Assalamualaikum….” Ucap seseorang dari arah ruang tamu.
Kutinggalkan pekerjaanku dan bergegas menemui orang tersebut.

Pak Gani, kepala dusun itu ternyata ingin memberikan KTP baruku. Kupersilakan dia masuk namun ia menolak. Katanya ia harus bergegas pulang karena akan pergi ke suatu tempat bersama anak dan isteri. Sebelum pamit, ia menyerahkan sebuah amplop kepadaku.
“Terima kasih, Pak.” Ucapku.
Kuletakkan amplop itu di meja karena kupikir pengirim amplop itu tidak lebih penting ketimbang pekerjaan yang mesti kuselesaikan saat ini. Saat tengah mengetik, tiba-tiba sesuatu yang basah jatuh di atas kepalaku. Kurasakan hangat serta lendir yang merembes di kepalaku.
“Ciiss.”

Aku berlari ke kamar mandi untuk mencuci rambutku. Lalu kubuat galah dengan sebilah bambu agak panjang dengan pengait kawat di ujungnya. Bagaimana bisa ada burung bersarang di rumah ini?
Kicau serak mereka menggangguku. Ada beberapa sangkar burung bertengger di sudut rangka kayu genteng rumahku. Mungkin mereka masuk dari celah-celah atap karena memang rumahku belum dipasang plafon. Dengan kesal kukibas-kibaskan ujung galah ketika seekor burung berseliweran di atas. Seperti sedang mengejek.

Aku cukup kewalahan mengatasi burung-burung yang suka mencicit di kala malam itu. Kotoran mereka sering nemplok di lantai dan sofa. Rumahku seperti sarang raksasa bagi mereka. Tak kusadarai ternyata mereka sudah beranak-pinak. Bayi-bayinya mencicit ribut, ditingkahi induknya yang seperti tak ada habisnya bercinta.

Tapi setelah beberapa lama aku mulai terbiasa dengan kehadiran burung-burung itu. Mereka sering kuperhatikan bertengger di perabotan rumahku. Hendak kuberi makan, namun segera terbang ketika aku mendekat. Aku bahkan berani memanjat genting rumah untuk memastikan anak-anak burung itu baik-baik saja. Bahkan kubuatkan sarang baru untuk mereka dengan rumput-rumput kering.

Telah kusadari burung-burung itu menjadi teman setiaku. Saat menonton televisi, memasak, makan, bahkan mandi mereka sering berseliweran di atasku. Mereka seperti jatuh cinta dengan kebaikanku memberikan tempat tinggal yang begitu mewah untuk mereka. Kepak halus sayap mereka dan suara ribut ketika sayap mereka menyambar genting adalah keributan baru kehidupanku.

Suatu malam ketika aku sedang membersihkan lantai dari kotoran burung, aku mendengar pintu diketuk. Sangat lembut hingga ketukan itu terkadang terdengar ada, terkadang tidak. Setelah meletakkan kain lap di dapur, aku segera membuka pintu. Betapa terkejutnya aku ketika melihat Mira dengan senyum memelas tengah berdiri di hadapanku. Ia tak membawa serta anak-anak. Hidung dan matanya merah. Ia memakai pakaian kerjanya.
“Dirman–.” Sapanya datar.
“Silakan masuk.” Aku menyilakannya masuk. Merapikan dan memastikan tidak ada kotoran burung di sofa.

Kami tidak langsung bercakap-cakap. Ada rentang yang begitu panjang dan lengang terjadi hingga aku memutuskan permisi ke dapur membuatkan minum.
“Kamu baik-baik saja?” tanyanya sambil menyeruput tehnya.
Aku mengangguk, tersenyum. Kutanyakan padanya kenapa tiba-tiba datang ke rumah dan tidak menghubungi terlebih dahulu.

“Lho, bukannya aku sudah mengirimkan surat kepadamu?” katanya.
Aku diam, berpikir. Ya, mungkin surat yang waktu itu diberikan Pak Gani kepadaku. Ternyata masih tergeletak di meja. Mira melihatnya, kemudian menatapku penuh haru dan senyum.
“Aku bisa mengerti, Dirman.” Dia mengangguk. “Aku pikir, setelah lama kita berpisah ada keinginan kita untuk….. bertemu.”

ku diam saja. Membiarkan kekosongan membuat spasi yang ganjil di antara kami berdua. Dia menunduk. Airmatanya jatuh membasahi roknya.
“Setelah lama berpisah, aku pikir, aku mulai terbiasa dengan ini.” Kataku dingin.
“Anak-anak sering menanyakanmu. Izinkanlah mereka bertemu denganmu. Mungkin….mungkin kita bisa mengembalikan hubungan kita lagi, Dirman.” Katanya sendu.

“Tidak ada yang perlu dikembalikan, Mira. Keputusan ini tetap sama seperti beberapa tahun lalu. Kita membuat kesalahan. Kau membuat kesalahan, Mira.” Kataku tanpa memandang wajahnya.
Tangisnya pecah. Persis ketika kulayangkan gugatan cerai kepadanya waktu itu. Ia menutup wajahnya dengan telapak tangan, cukup lama. Lagi-lagi seperti ada batas yang tebal di antara kami berdua. Tak ada niatanku untuk membujuknya diam.

Setelah beberapa lama, Mira berhenti menangis. Ia berdiri sambil sesekali menyeka airmatanya. Masih dengan wajah yang memelas, ia berpamitan denganku. Mengatakan bahwa ia masih menaruh harapan kepadaku. Tapi aku hanya diam. Tak bereaksi apa-apa.

***
Semalaman aku terus memikirkan Mira. Begitu berani dia datang ke rumahku. Bahkan mungkin tak langsung pulang. Namun masih ada kemarahan berkecamuk dalam dada. Pengakuan bahwa ia berselingkuh benar-benar membuatku sulit memaafkannya.

Burung-burung berseliweran di atasku. Bulu-bulu mereka gugur di wajahku. Aku menghalau bulu-bulu itu dan menuju dapur untuk minum. Tiba-tiba saja aku merasa sangat kehausan. Beberapa gelas air tetap tak mampu menghilangkan rasa haus yang semakin menjadi. Rasa haus itu kemudian menjalar hingga menjadi panas di seluruh tubuhku. Burung-burung berputar di kepalaku. Kicau mereka membuatku sulit mendengar suara-suara lain, selain gemeretak tubuh yang tiba-tiba merasa gatal.

Aku mencoba menuju kamar mandi. Namun sebelum sempat kudorong pintu kamar mandi, semua menjadi gelap.

***
Siang itu Mira datang lagi ke rumah dengan membawa anak-anak. Ia mengetuk-ngetuk pintu namun tak ada yang membuka. Anak-anak kembarnya sungguh rewel menanyakan tentang ayah mereka.
Karena tidak segera dibuka, Mira mengintip jendela. Namun ia pasti tak dapat melihat apa-apa karena aku lupa menguak horden jendela. Ia melongok ke garasi yang tertutup rapat. Ia yakin bahwa aku belum pergi karena tidak ada jejak ban mobil di tanah.

Sekali lagi ia mengetuk pintu rumahku agak keras. Mengetuk-ngetuk jendela beberapa kali. Bahkan bertanya pada orang-orang yang lewat apakah aku ada di rumah. Namun orang-orang itu hanya menjawab tidak tahu. Akan tetapi Mira tak langsung pergi. Ia menggamit gagang pintu dan memutarnya berulang kali hingga terdengar bunyi klik yang agak tertahan.

Mira membuka pintu perlahan. Terlihat anak-anaknya mencoba menerobos masuk tapi lekas ditahan olehnya. Tapi ketika pintu telah dibuka lebar, sekumpulan burung tiba-tiba terbang ke arahnya. Melesat dengan cepat mematuki tubuhnya. Anaknya berteriak ketakutan melihat ibu mereka dikeroyok burung-burung yang merasa rumahnya diganggu.

Mira mencoba menghalau burung-burung itu namun ia terjatuh hingga sulit berdiri lagi. Anak-anaknya kemudian berlari dan meminta pertolongan kepada orang-orang yang berada di dekat situ. Saat kembali dilihatnya ibu mereka telah terkulai lemas dengan luka patuk di sekitar wajah dan tangan. Aku bisa mendengar rintih sakitnya dan tangis anak-anaknya mengantarkan ibu mereka ke rumah sakit dengan dibantu beberapa orang warga.

Ah, Mira. Telah kusadari siapa sesungguhnya yang bersalah. Akulah yang jahat tak bisa menjaga pernikahan kita yang seharusnya abadi. Seharusnya aku yang malu.

Mira, seandainya aku tak bergabung dengan teman-teman burungku saat ini, aku tentu akan meminta maaf padamu.

Tumpatan, 8 Januari 2010.

Didik Untuk Tak Cengeng

Perempuan sudah terlahir dengan membawa perasaan sensitif dan cengeng. Makanya perempuan itu selalu identik dengan menangis.

Tapi tidak bagi Wirdatulakmal, Area Sales Manager Bank Internasional Indonesia (BII) Medan Region 1. Sejak kecil, ibundanya telah melatih dirinya dan saudara untuk tidak cenggeng sebagai perempuan. “Ibu saya seorang guru. Ia mendidik kami keras. Ini agar anak-anaknya memiliki jiwa tegar dan tidak cengeng dalam menjalani hidup,” ujar wanita kelahiran 1965 silam ini.

Karena itu, tak heran Wirdatulakmal terbiasa berjiwa tegar dalam menghadapi persoalan apapun. Termasuk saat meraih impiannya untuk bisa menjadi wanita karir. Baginya tak mudah meraih impiannya itu. Wirdatulakmal harus jatuh bangun agar bisa sukses dalam karirnya.

“Aku orangnya pantang menyerah bila ingin mencapai tujuan dan cita-cita yang ku inginkan walaupun aku harus jatuh bangun,” kata istri dari Ketua Federasi Olahraga Masyarakat Indonesia (FORMI) Sumut Sujamrat Amro.

Ibu dari dua anak ini mengaku merintis kariernya dari nol. Ia memulai pekerjaan menjadi seorang Teller di BII. Berkat kerja kerasnya,   karir naik menjadi  Supervisor, hingga akhirnya menjadi Sales Manager di BII saat ini. “Saya mengabdi di Bank BII sudah 20 tahun. Saya mencintai pekerjaan saya. Menjadi ibu rumah tangga bukan jadi penghalang saya untuk mencapai karir,” bilangnya.

Wanita yang fasih berbahasa Hokkien meski bukan berdarah Cina ini mengaku, karir yang dicapainya saat ini tak terlepas dari hobinya yang suka belajar. Karir yang diraihnya tak mudah untuk dijalankan, mengingat jabatan, tugas dan kodratnya sebagai seorang wanita, istri dan ibu, membuat waktunya tersita.

“Kehidupan sebagai seorang wanita karier dan sebagai seorang ibu dan istri merupakan pekerjaan yang berbeda sama sekali. Sebisa mungkin saya membedakan tugas di masing-masing tempat. Bila di kantor saya akan menanggalkan status istri, bila di rumah saya menanggalkan status manager,” ucapnya.

 

Dia menyadari, menjadi wanita karir sangat menyita waktunya. Walaupun memiliki waktu yang terbatas untuk keluarganya, bukan berarti perannya sebagai ibu ikut terbatas. “Inti dalam berkeluarga adalah komunikasi, sesibuk apapun, bila sudah tercipta sebuah komunikasi yang baik pasti akan lancar dan hasilnya juga baik,” ucapnya.

Dia mencontohkan, di saat dirinya sedang melakukan tugas yang tidak dapat ditunda dan digantikan, tapi pada saat bersamaan anaknya membutuhkan kehadiran orang tua di sekolah, maka solusinya adalah komunikasi dengan suami. “Saya lalu meminta suami untuk datang ke sekolah anak saya itu. Intinya komunikasi,” bilangnya.

Berperan sebagai ibu, wanita yang menyelesaikan pendidikan D3 Ekonomi di USU ini selalu membudayakan kebiasaan membaca bagi anak-anaknya. Begitu juga dalam mendidik anak, ia bersama suami semaksimal mungkin menerapkan ilmu agama kepada anak mereka. “Agama merupakan pegangan hidup yang sulit goyah. Jadi sedini mungkin saya dan suami menanamkan agama kepada buah hati kami,” paparnya.

Meski memiliki jabatan yang cukup lumayan di tempatnya bekerja, tak membuatnya lupa akan kondratnya sebagai wanita dan ibu bagi keluarganya yang harus berbelanja ke pasar dan memasak. Karena itulah setiap minggunya ia belanja ke pasar untuk membeli sayur dan ikan. “Jadi jangan heran kalau melihat saya di pasar dengan kaki berlumpur,” katanya.

Jika sebagai ibu rumah tangga dirinya harus berkutat di dapur untuk memasak dan rela kaki berlumpur jika berbelanja ke pasar, tapi di tempat bekerjanya ia mengutamakan penampilan. Sebab, katanya, berpenampilan baik merupakan suatu keharusan. “Berpenampilan rapi dan bersih merupakan keharusan bagi perempuan, apalagi bagi pekerja bank. Tapi kalau saya tak perlu ke salon untuk perawatan tubuh. Cukup air wudhu sholat saja,” bilangnya.

Ia berpesan, lakukan semua apapun secara maksimal, maka mudah-mudahan akan mendapatkan hasil yang maksimal pula. Begitu juga menjadi istri, jadilah istri yang maksimal, menjadi ibu yang maksimal dan wanita karier yang maksimal. “Jangan setengah-tengah kalau ingin mencapainya,” pungkasnya. (juli rambe)

Api Lahap 18 Bangunan, Satu Luka Bakar

PADANG- Kebakaran hebat kembali terjadi di Kota Padang, Sumatera Barat (Sumbar). Kali ini, si jago merah melahap 18  bangunan di kawasan Simpang Pasar Baru, Kecamatan Pauh, Kota Padang, Sabtu (16/7/). Jilatan api juga mengakibatkan seorang warga menderita luka bakar.

Saksi mata, Rudi (40), menyebutkan  kobaran api berasal dari salah satu toko foto copy sekitar pukul 18.25 WIB. Api dengan cepat menjalar ke bangunan lain karena pada saat yang sama angin bertiup cukup kencang. Bangunan lain yang turut terbakar terdiri atas toko, rumah kos dan rumah warga. Hingga pukul 20.10 WIB, tim pemadam kebakaran kota Padang masih berupaya menjinakkan kobaran api dengan mengerahkan 5 mobil pemadam kebakaran.

Kasi Ops Dinas Kebakaran Kota Padang, Basril, mengatakan bangunan yang terbakar terdiri atas 12 ruko semi permanen, 2 ruko permanen dan 4 rumah hunian warga. Bangunan tersebut meliputi toko alat tulis dan foto copy, rumah makan, toko grosiran, rumah kos serta warnet. “Kita belum bisa memastikan berapa kerugian akibat kebakaran kali ini. Tidak ada korban jiwa. Namun, satu orang laki-laki dilaporkan menderita luka bakar dan sudah dilarikan ke rumah bidan terdekat,” ujar Basril.

Dikatakan Basril, untuk menjinakkan api, pihaknya mengerahkan 10 unit armada dan 35 orang personel pemadam kebakaran.(net/jpnn)

Kota Suci Dibom, 2 Tewas

KARBALA- Dua bom mobil meledak di kota suci warga Syi’ah, Karbala, Irak. Ledakan itu menewaskan dua orang.

Mobil yang meledak di parkir di dalam garasi dekat tempat ibadah warga syi’ah. Selain menewaskan dua orang, bom juga melukai 15 lainnya. Demikian seperti diberitakan Xinhua, Sabtu (16/7).

Beberapa mobil yang ada di sekitar lokasi juga rusak. Polisi dan ambulans langsung menuju lokasi ledakan tersebut. Namun insiden itu tidak menyurutkan niat warga syia’ah untuk tetap mengunjungi tempat suci itu. kondisi keamanan di Karbala tetap kondusif. Meski demikian, tempat beribadah warga Syi’ah dijaga ketat oleh aparat keamanan. Mereka khawatir terjadi serangan susulan.

Pada 14 April 2007 lalu, sebuah bom juga meledak di kota yang sama dan menewaskan 47 orang.(net/jpnn)

Kemendiknas Masuk Reshuffle

JAKARTA- Kinerja kementerian pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tengah mendapat sorotan. Meski menampik kabar adanya perombakan kabinet (reshuffle), namun pemantauan terhadap kerja para pembantu presiden itu terus dilakukan.

“Itu kan tools-nya ada di UKP4 (Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan). Mereka yang melaksanakan dan laporan ke presiden,” kata Juru Bicara Presiden Julian Aldrin Pasha. Selain rencana yang sudah ditetapkan, ada juga arahan dan instruksi presiden yang diberikan kepada para menteri.
Dia membantah jika ada reshuffle terhadap menteri-menteri yang kinerjanya dinilai kurang. “Justru (kabar reshuffle) itu yang baru kami dengar,” elaknya.

Sebelumnya, Ketua UKP4 Kuntoro Mangkusubroto mengatakan, penilaian kinerja kabinet didasarkan pada 356 rencana aksi yang sudah ditetapkan untuk dipantau sejak Januari 2011. Setiap tiga bulan sekali dilakukan pemantauan melalui laporan dari kementerian dan lembaga.  Dalam catatan Sekretariat Kabinet, jumlah arahan presiden sejak Januari hingga Juni 2011 mencapai 761. Antara lain 561 arahan spesifik kepada salah satu menteri, 144 arahan kepada beberapa menteri, dan 56 arahan kepada seluruh menteri.
Menurut Seskab Dipo Alam, berdasarkan laporan yang sudah masuk, prosentase yang sudah ditindaklanjuti mencapai 70 persen.

Di tempat terpisah, Kementeraian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) laporan keuangannya jelek. 2009 saja opini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Wajar Dengan Pengecualian (WDP), dan 2010 berujung keputusan disclaimer. Kondisi ini menghembuskan kabar  Mendiknas  Mohammad Nuh masuk dalam gerbong reshuffle.

Staf Khusus Mendiknas Bidang Komunikasi Media Sukemi menuturkan, kabar tersebut masih sebatas isu. Belum terbukti kebenarannya. “Pada intinya pak menteri (Nuh, red) tetap bekerja optimal,” kata dia.(wan/fal/jpnn)

Dua ABG Nyaris Dijual

LUBUKBAJA- Dua pekan menghilang dari rumah, dua remaja berinisial JA (14), dan SP (15), akhirnya kembali ke pelukan orang tuanya. Mereka mengaku disekap di salah satu rumah penampungan korban trafiking dan hendak dijual ke pria hidung belang di Singapura Kamis (14/7) lalu.

Tak terima anaknya hendak dijadikan pelacur di negeri singa itu, orang tua JA dan SP langsung melaporkan tiga anggota sindikat trafiking yang menyekap mereka ke pihak berwajib.
Jajaran Polsekta Batuaji bersama keluarga korban akhirnya mengamankan pelaku bernama Robi Andre Saputra (23), Yuliansa Putri alias Bunda (28) dan Rara Aprilia (19), di kawasan Dapur 12 Batuaji pada pukul 01.00 dinihari kemarin (16/7).

Kepada wartawan di Maporesta Barelang kemarin, kedua korban mengaku awalnya diiming-imingi jalan-jalan ke Singapura oleh para pelaku setelah mereka bertemu di kawasan Jodoh Square.
“Siapa yang tak mau diajak jalan ke Singapura. Kami lalu diantar ke rumah pak Robi (tersangka,red) di Jodoh Square,” ujar JA.

Di rumah itu kata dia, mereka lalu diminta untuk menulis nama lengkap, nama orang tua serta alamat untuk pengurusan KTP dan paspor. Dua pekan menunggu, mereka tidak diperkenankan untuk keluar dari rumah atau berkomunikasi dengan orang lain.

Kalaupun keluar, mereka dikawal para pelaku. “Kami pernah diajak beli baju di mall. Mereka yang bayar,” tukas keduanya. Setelah paspor kedua selesai dibuat, mereka lalu diminta untuk mempersiapkan diri untuk meninggalkan Batam. Singapura adalah tujuan keduanya.

Malam hari sebelum berangkat kata mereka, Yuliana alias Bunda lalu mengemukakan kepada keduanya kalau setelah tiba di negeri jiran itu, mereka akan bekerja sebagai pendamping ape-ape di Singapura.
“Katanya nanti kerja kami temani ape-ape. Tapi tidak disebutkan berapa gaji yang kami terima,” ujar JA.

Takut dijadikan budak nafsu pria hidung belang di Singapura, keduanya memilih kabur dari penampungan dengan cara berpura-pura hendak membeli baju.
Para pelaku memberi izin untuk keluar tanpa curiga para korban trafiking ini hendak kabur.(spt/jpnn)
Tiba di jalan raya, keduanya menemui warga yang kebetulan mereka kenal. “Saya lalu pinjam HP orang itu untuk menghubungi mama,” kata JA.

Az (35), ibu kandung JA lalu bergegas menemui anaknya itu kemudian membawanya ke rumah.
Menurut Az, ia telah berhari-hari mencari putri tunggalnya tersebut baik ke rumah temannya maupun kerabat tapi tak dijumpainya.

Robi sendiri kata warga Batuaji ini pernah ia temui di kawasan Jodoh dan menanyakan keberadaan anaknya. “Tapi dia bilang tidak tahu dimana Putri (panggilan akrab JA,red),” ujarnya kepada wartawan di Mapolresta kemarin.

Ironisnya kata dia, setelah mengetahui anaknya telah disekap dan nyaris dijual ke Singapura, para pelaku malah menakut-nakuti para korban dan keluarganya kalau JA dan SP punya utang ke mereka sebanyak Rp7 juta. “Utang itu katanya untuk membayar biaya pembuatan KTP dan paspor,” tukasnya.

Para pelaku ketika dikonfirmasi membantah telah menyekap kedua korban. Mereka menuding para korban sendiri yang mendatangi mereka untuk mencari pekerjaan.(spt/jpnn)

Ditipu Rp15 Juta, Oknum TNI Ngadu ke Polres

TEBING TINGGI- Kesal karena uangnya tak dikembalikan temannya, Syandi Syahputra (28), yang bertugas di Asmil Yonif 132, Jalan Bangkinang, Kecamatan Salo, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau, membuat pengaduan di Polres Tebing Tinggi, Sabtu (16/7).

Menurut Syandi, penipuan ini terjadi pada 26 April 2011 lalu di rumah pelaku, Titat warga Jalan Badak, Kelurahan Bandar Utama, Kota Tebing Tinggi. Waktu itu, Syandi dan istrinya bertamu ke rumah Titat bersama seorang temannya Midin (41), warga Jalan Badak, Kota Tebing Tinggi, yang juga anggota TNI.

Saat itu, Titat ingin meminjam uang kepada Syandi dan berjanji dalam waktu 3 hari akan dikembalikan. Namun, karena kasihan, Syandi memberi tempo satu bulan untuk memulangkan uang tersebut. Namun hingga kini, Titat tak kunjung memulangkan uang tersebut. Akhirnya Syandi membuat pengaduan ke Polres Tebing Tinggi.(mag-3)