28 C
Medan
Saturday, December 20, 2025
Home Blog Page 15595

simPATIzone Friday Movie Mania

Telkomsel kembali mengadakan program simPATIzone Friday Movie Mania yang merupakan rangkaian acara bertema film bagi pelanggan setia simPATI yang dilangsungkan pada hari Jumat setiap bulannya. Kali ini seluruh pelanggan simPATI berkesempatan untuk menyaksikan film favorit pilihannya sendiri secara gratis di bioskop 21 dan XXI di 11 kota.

Program nonton film gratis ini berlangsung di Medan (Sun Plaza 21), Palembang (Palembang Indah Mall 21), Jakarta (Plaza Senayan XXI), Bandung (Ciwalk XXI), Semarang (Paragon XXI), Yogyakarta     (Empire XXI), Surabaya (Sutos XXI), Balikpapan (e-Walk XXI), Makassar (Panakukang 21), Denpasar (Galeria 21), dan Bogor (Botani Square XXI).

Manager Telkomsel Branch Medan – Heribertus Budi Ariyanto mengatakan, “Kami menyediakan 1000 voucher untuk ditukarkan dengan tiket gratis nonton film-film box office pada hari Jumat setiap bulannya untuk pelanggan simPATI di Medan. Program nonton film gratis ini didedikasikan khusus bagi para pelanggan simPATI sebagai wujud apresiasi atas kesetiaan menggunakan berbagai layanan komunikasi yang terdapat dalam simPATI.”

Pelanggan simPATI bisa mendapatkan 2 voucher nonton film gratis dengan menukarkan 100 TELKOMSELpoin di counter simPATI yang terdapat di bioskop-bioskop 21 dan XXI pada tanggal yang telah ditentukan mulai pukul 16.00 waktu setempat. Cukup kirim SMS, ketik simPATIZONE, lalu kirim ke 777. Selanjutnya tukarkan voucher tersebut dengan tiket nonton film favorit pilihan pelanggan yang sedang ditayangkan pada hari tersebut.

simPATIzone Friday Movie Mania akan terus hadir setiap bulannya sepanjang tahun ini untuk menyajikan film-film terbaik spesial bagi pelanggan simPATI. Masyarakat masih berkesempatan untuk menikmati program nonton film gratis ini, serta berbagai program dan kegiatan berhadiah menarik lainnya hanya dengan membeli kartu perdana simPATI untuk bergabung dengan sekitar 60 juta pelanggan yang sudah merasakan kenyamanan berkomunikasi menggunakan simPATI,” jelas Heribertus.

Selain nonton film gratis di 11 kota, Telkomsel juga menggelar simPATIzone Friday Movie Mania di Bioskop Trans TV, yakni penayangan film-film box office pilihan di Trans TV pada hari Jumat pukul 21.00 setiap minggunya. Pemirsa dapat mengikuti voting melalui SMS untuk memilih film yang ingin disaksikan pada program simPATIzone Friday Movie Mania Jumat minggu selanjutnya dari 2 pilihan film yang tersedia. Caranya dengan mengirim SMS dengan tarif Rp 1.000 per SMS, ketik SIMPATIZONE<spasi>A atau B<spasi>Komentar, lalu kirim ke 9910. Pemirsa juga bisa berpartisipasi dalam kuis yang berlangsung selama penayangan program tersebut untuk berkesempatan mendapatkan hadiah BlackBerry Torch 9800 serta uang jutaan rupiah.

Telkomsel Usung “Hemat Energi” Pada Program CSR

Selain mewujudkan kepedulian terhadap dunia pendidikan, Telkomsel mengusung konsep “Hemat Energy” pada program CSR pendidikan berbasis Informasi Teknologi. Melalui kegiatan ini, Telkomsel mewujudkan kepedulian terhadap isu pemanasan global, yang tidak hanya dari aktifitas operasional perusahan tapi hingga kepada jenis bantuan yang diberikan sudah mendukung program “Hemat Energi”.

Dapat dikatakan demikian karena jenis bantuan yang diberikan kali ini berupa  perangkat multiseat komputer Merk HP yang terdiri dari 1 CPU dan 5 monitor dimana komputer ini mampu menghemat energi listrik hingga 89% dari komputer pada umumnya.

Bantuan diberikan kepada SMP Negeri  7 Medan dan SMA Negeri 1 Binjai. Selain mengusung tema “Hemat Energi”, bantuan ini merupakan wujud kepedulian Telkomsel terhadap dunia pendidikan dan merupakan bagian dari program Corporate Social Responsibility Telkomsel pada bidang Pendidikan berbasis teknologi informasi.

Selain perangkat komputer “Hemat Energi” bantuan kali ini dilengkapi dengan meja bundar berdiameter 1,5 m2 serta 5 kursi dan free login masing-masing 150 user setiap sekolah dengan alamat website http://www.telkomselsahabatpintarku.com, yang akan dimaksimalkan oleh para siswa sebagai sarana internet sekolah. Tujuan  dari program CSR ini adalah untuk menyesuaikan  standar pendidikan siswa berbasis internet.

Total sekolah yang menerima bantuan untuk Regional Sumbagut ada 4 sekolah, di Branch Medan sendiri adalah 2 sekolah yaitu SMP Negeri 7 Medan dan  SMA Negeri 1 Binjai. Menurut Manager Branch Telkomsel Medan – Heribertus Budi Ariyanto,  “Selain memfokuskan bantuan pada bidang pendidikan, Telkomsel tentunya ingin mensinergikan seluruh aktifitas perusahaan dengan mendukung program Go Green yang menjadi tanggung jawab kita bersama, untuk itulah bantuan kali ini tidak hanya sekedar memberikan sarana komputer sekolah, tapi lebih dari pada itu bantuan yang diberikan juga turut mendukung program Hemat Energi”.

Bantuan sarana internet sekolah kali ini semakin melengkapi program CSR bidang Pendidikan berbasis Teknologi Infromasi (TI) yang digelar Telkomsel sepanjang tahun 2010 di seluruh Sumatera, yang telah dilakukan di kota Banda Aceh, Meulaboh, Medan, Pematang Siantar, Padang, Pekanbaru, Bengkulu, Belitung dan Jambi, serta melakukan renovasi ruang perpustakaan untuk Sekolah di Propinsi Nanggroe Aceh Darusalam.

Dan tidak hanya untuk sekolah Telkomsel juga telah memberikan Pelatihan Teknologi Informasi untuk guru dan sarana aplikasi pendidikan berbasis TI untuk sekolah. Terkait dengan bidang TI, Telkomsel juga telah memberikan bantuan Sarana Internet Keliling yang dipasang pada mobil edukasi keliling milik INFOKOM Propinsi Lampung.

Heribertus mengungkapkan, “Bantuan ini merupakan komitmen kepedulian Telkomsel pada dunia pendidikan, sekaligus merupakan wujud nyata jiwa dan semangat Telkomsel dalam meningkatkan kualitas pendidikan dengan memberikan kemanfaatan lebih, tidak sekedar hanya dalam core bisnis telekomunikasi saja, tapi juga berusaha menebar kemanfaatan bagi masyarakat dan lingkungan khususnya pendidikan”.

TELKOMSEL SCHOOL COMMUNITY & TELKOMSEL MOBILE CAMPUS

Merupakan salah satu komunitas Telkomsel yang diperuntukkan bagi sekolah-sekolah. Telkomsel School Community & Telkomsel Mobile Campus menghadirkan program layanan komunikasi murah, voice, SMS dan data antar siswa guru dan keluarga. Dengan bergabung pada Telkomsel School Community para siswa mempuyai kesempatan untuk ikut pada berbagai program edukasi yang diadakan Telkomsel.

Secara nasional jumlah subscriber Telkomsel School Community dan Telkomsel Mobile Campus berjumlah lebih dari 10 juta dimana untuk wilayah Sumatera jumlah ini mencapai lebih dari 1,8 juta subscriber.

Saat ini di Regional Sumbagut, Telkomsel mempunyai lebih dari 1500 sekolah yang telah bergabung di Telkomsel School Community dengan jumlah anggota lebih dari 460.000 subscriber dan lebih dari 500 ada di Branch Medan dengan jumlah anggota 92.000 subcriber.

Untuk Telkomsel Mobile Campus di Sumbagut ada Lebih 110  kampus dengan jumlah anggota lebih dari 345.000 mahasiswa dan lebih dari 55 kampus, diantaranya ada di Branch Banda Aceh dengan jumlah anggota lebih dari 225.000 subscriber.

Telkomsel Raih 4 Top Brand Award 2011

Telkomsel meraih sekaligus 4 penghargaan Top Brand 2011, di mana kedua produk SIM Card, yakni simPATI (prabayar) dan kartuHALO (paskabayar) telah meraih pengakuan sebagai yang terbaik selama dua belas kali berturut-turut. Telkomsel juga memperoleh penghargaan kategori Internet Service Provider untuk layanan Telkomsel Flash dan kategori penyedia layanan BlackBerry.

Penghargaan Top Brand 2011 didasarkan pada hasil survei lembaga survei independen Frontier Consulting Group dan Majalah Marketing terhadap ratusan merek dari berbagai kategori industri. Survei dalam skala nasional dilakukan untuk mengevaluasi kinerja merek berdasarkan tiga parameter, yakni: mind share, market share, dan commitment share untuk kemudian diperoleh indikator kekuatan merek yang disebut Top Brand Index (TBI).

Survei Top Brand 2011 dilakukan terhadap 3.600 responden yang tersebar di enam kota besar, yakni Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Medan, dan Makassar. Para responden tersebut terdiri dari berbagai lapisan masyarakat berusia 15 hingga 65 tahun dengan tingkat sosial ekonomi A hingga E.

Produk-produk Telkomsel berhasil memperoleh TBI tertinggi dari indeks produk sejenis yang beredar di pasar. Untuk kategori SIM Card Prabayar, nilai TBI simPATI 48%. Sementara untuk kategori SIM Card Paskabayar, nilai TBI kartuHALO 66,2%. Telkomsel juga berhasil meraih penghargaan sebagai penyedia layanan mobile internet terbaik melalui layanan Telkomsel Flash dengan nilai TBI 26,3%. Sedangkan untuk kategori layanan BlackBerry, di mana tahun 2011 merupakan tahun pertama diikutsertakannya layanan tersebut ke dalam Top Brand Award, Telkomsel meraih nilai TBI 38,9%.

Direktur Utama Telkomsel Sarwoto Atmosutarno mengatakan, “Penghargaan Top Brand untuk simPATI dan kartuHALO merupakan bukti kepercayaan masyarakat terhadap kualitas layanan komunikasi Telkomsel. Kami juga berterima kasih layanan Telkomsel Flash dan BlackBerry Telkomsel dipercaya untuk memenuhi kebutuhan mobile lifestyle di era layanan berbasis data saat ini.”

simPATI kini telah digunakan oleh sekitar 60 juta pelanggan, sedangkan pelanggan KartuHALO kini berjumlah sekitar 2 juta. Sementara itu layanan akses internet berkecepatan tinggi Telkomsel Flash telah digunakan oleh sekitar 4 juta pelanggan. Untuk layanan BlackBerry, Telkomsel kini dipercaya melayani lebih dari 1 juta pelanggan, yang mengukuhkan Telkomsel sebagai penyedia layanan BlackBerry dengan jumlah pelanggan terbanyak di Indonesia.

Sarwoto menambahkan bahwa tantangan yang dihadapi di tahun 2011 jauh lebih besar karena Telkomsel mulai mentransformasikan diri ke bisnis baru, yakni broadband. Di tahun 2011 Telkomsel akan mengekspansi kota broadband, di mana saat ini telah tersedia di 25 kota dan ditargetkan mampu menjangkau 40 kota di akhir tahun ini. Dengan demikian, di kota-kota tersebut akan tersedia jaringan dan layanan yang bisa terhubung dengan Telkomsel Flash maupun smartphone.

Chairman Frontier Consulting Group Handi Irawan menyatakan, “Telkomsel telah berhasil mengatur strategi merek produknya dengan menerapkan pemikiran strategis dalam membangun merek. Telkomsel melakukan pengembangan merek yang ada, baik dengan melakukan penambahan fitur maupun membuat produk baru dari merek yang ada.”

Penghargaan Top Brand Award ini melengkapi berbagai penghargaan yang telah diterima Telkomsel. Di tingkat nasional, Telkomsel secara berturut-turut juga berhasil mempertahankan Indonesian Customer Satisfaction Award (ICSA) selama 11 tahun berturut-turut, Indonesia Best Brand Award (IBBA) selama 8 tahun, Service Quality Award (SQA) selama 5 tahun, dan Best Call Center Award selama 5 tahun. Bahkan di tingkat internasional, Telkomsel menjadi satu-satunya operator di Asia yang mampu mempertahankan gelar “Operator of The Year” selama 5 tahun berturut-turut di ajang Asian Mobile News Award.

Tekan Pencurian Listrik dengan Sistem Tender

Komite Yang Tentukan Tarif Listrik

DI India, badan otorita independen tidak hanya untuk jalan tol (lihat bagian pertama tulisan saya kemarin), tapi juga untuk listrik. India memang punya cara sendiri untuk membenahi keruwetan listriknya. “PLN” New Delhi selalu rugi besar dan pelayanannya sangat parah. Pembenahan itu sudah diuji coba di negara bagian New Delhi yang tak lain juga ibu kota India.

Pemerintah negara bagian New Delhi sudah tidak tahan lagi menanggung beban subsidi listrik. Kerugian “PLN”-nya dari tahun ke tahun terus meningkat. Padahal tarif listrik yang dikenakan kepada masyarakat sudah cukup mahal. Jauh lebih mahal dari tarif listrik di Indonesia. Rata-rata sudah sekitar Rp 1.000/kWh (Indonesia rata-rata Rp 730/kWh).

Dengan tarif seperti itu, seharusnya listrik di New Delhi sudah tidak lagi byar-pet. Tapi, kenyataannya byar-petnya gawat sekali. Sebulan 30.000 pengaduan masuk ke “PLN”-nya New Delhi. Padahal jumlah pelanggannya hanya sekitar 4 juta orang (pelanggan Jakarta 3,7 juta, tahun lalu pengaduannya 5.000).

Penyebab utama kerugian itu ternyata di sistem distribusi listrik. Peralatannya sudah tua dan, ini dia yang keterlaluan: pencurian listrik oleh penduduknya luar biasa. Kerugian tersebut kian lama kian besar sehingga “PLN” New Delhi tidak mampu memperbaiki jaringan, mengganti trafo, dan akhirnya jadi pengemis subsidi.

Yang sangat memalukan: kebocoran listrik (loses) di New Delhi mencapai 53 persen. Bandingkan dengan loses di Indonesia yang tahun lalu sudah berhasil diturunkan menjadi tinggal 9,85 persen. Loses yang tidak masuk akal itu sudah berlangsung bertahun-tahun. Petugas “PLN” India kalah gesit oleh kepintaran rakyatnya mengakali meteran listrik. Operasi pemberantasan pencurian listrik tidak pernah berhasil dilakukan. Hari ini diberantas, besok sudah mencuri lagi.

Saya sempat berkeliling bagian kota yang disebut Old Delhi. Saya masuk gang-gang yang kumuh di kota itu. Saya perhatikan kabel-kabel listriknya malang-melintang dan saling bergulat dengan serunya. Saya membayangkan betapa sulit memang mengatasi pencurian listrik di sana.

Maka, sebagai senjata pemungkas, sampailah pada keputusan ini: mengubah sistem distribusi secara radikal. Distribusi listriknya dikerjasamakan saja dengan swasta. Kalau swasta yang menangani, mau tidak mau menggunakan pendekatan untung-rugi. Petugas penertiban dari swasta akan lebih ampuh dalam bekerja.

Untuk itu, diadakanlah tender. Pemerintah mencari partner swasta untuk mendistribusikan listrik di tiap wilayah. Di New Delhi diadakan tiga paket tender: wilayah utara-barat, wilayah timur-tenggara, dan selatan-barat daya. Peminat tender itu ternyata cukup banyak.

Mengapa? Tarif listrik yang rata-rata Rp 1.000/kWh rupanya cukup menarik bagi swasta. Itu akan berbeda kalau tarif listriknya masih rendah. Dengan tarif seperti itu, asal pencurian listriknya rendah, perusahaan sudah bisa untung.

Tingkat kebocoran itulah yang kemudian menjadi pokok yang ditenderkan. Barang siapa bisa menurunkan loses paling rendah, dialah yang menang tender. Di wilayah Delhi utara-barat, grup Tata (konglomerat nomor satu India) memenangi tender tersebut. Waktu tender, Tata menawarkan: sanggup menurunkan loses dari 53 menjadi 31 persen secara bertahap dalam lima tahun. Ternyata
Tata mampu. Bahkan terlampaui menjadi 24 persen. Dua tahun berikutnya menurun drastis lagi. Akhir Desember 2010, kebocoran listrik di Delhi sudah tinggal 13 persen.

Meski masih kalah oleh Jakarta (tahun lalu Jakarta berhasil menurunkan loses-nya menjadi 8,3 persen), pencapaian itu luar biasa. Dalam delapan tahun turun dari 53 menjadi 13 persen. Maka, Delhi Utara, setelah delapan tahun pembenahan, tercatat sebagai wilayah paling kecil kebocoran listriknya. Loses yang 13 persen tersebut sudah langsung menjadi buah bibir di seluruh negeri.

Di Indonesia saat ini sudah banyak daerah yang loses-nya tinggal 6 persen (sudah setara dengan di Korea). Misalnya, di Surabaya Barat, Bukittinggi, Salatiga, dan banyak lagi. Namun, masih ada satu daerah lebih buruk dari New Delhi. Yakni, di Madura yang loses-nya masih 15 persen (sudah turun dari 24 persen dua tahun lalu tapi masih yang tertinggi di Indonesia).

Kalau saja dalam beberapa tahun ke depan loses di New Delhi bisa mencapai apa yang terjadi di Jakarta, perusahaan patungan swasta-pemerintah tersebut bisa meraih untung yang cukup. Maksudnya, cukup untuk terus memperbarui peralatan listriknya.
Demikian juga, pemerintah negara bagian New Delhi tidak lagi direpotkan oleh subsidi. Dengan penanganan seperti sekarang saja, penghematan subsidinya mencapai USD 3 miliar (sekitar Rp 27 triliun) tahun lalu. Dan yang lebih penting, masyarakat tidak ribut karena byar-petnya teratasi dan pengaduannya menurun drastis.

Dari mana perusahaan distribusi tersebut mendapat pasokan listriknya?

Di India, seperti juga di banyak negara, perusahaan listriknya tidak monopoli dari hulu sampai hilir, dari barat sampai timur, dari utara sampai selatan, seperti PLN. Masing-masing negara bagian memiliki perusahaan khusus untuk mendistribusikan listrik.

Perusahaan-perusahaan distribusi itu masing-masing membeli listrik sendiri-sendiri pula dari perusahaan-perusahaan pembangkit listrik. Tiap tahun perusahaan distribusi listrik tersebut melakukan tender pembelian listrik. Perusahaan pembangkit yang menawarkan listrik termurah, dialah yang menang.

Bagaimana kalau perusahaan pembangkitnya itu berada jauh di selatan, sedangkan New Delhi di Utara? India, sebagaimana juga di negara lain, memiliki perusahaan transmisi secara nasional. Listrik dari pembangkit tersebut dialirkan ke perusahaan distribusi dengan cara membayar sewa transmisi. Dengan demikian, perusahaan transmisi mirip dengan perusahaan jalan tol. Mengenakan tarif untuk listrik yang lewat berdasar besarnya daya dan jauhnya jarak.

Di samping membeli listrik lewat tender seperti itu, perusahaan distribusi listrik kadang juga membeli listrik secara spot. Misalnya, kalau tiba-tiba ada lonjakan pemakaian listrik pada jam-jam tertentu. Mengingat banyaknya perusahaan distribusi dan perusahaan pembangkit, transaksi listrik itu terus terjadi sepanjang hari. Mirip dengan yang terjadi di bursa saham.

Dengan naiknya harga batu bara dan gas belakangan ini, pembelian listrik dari perusahaan pembangkit juga naik. Itu memukul perusahaan distribusi mengingat tarif listrik kepada pelanggan tidak bisa mengikuti kenaikan harga beli listrik. Perusahaan-perusahaan distribusi itu pun lantas meminta kenaikan tarif listrik kepada badan otorita yang independen tadi.

Di India, badan independen itulah yang menentukan tarif listrik. Bukan pemerintah atau DPR seperti di Indonesia. Komite tersebut memang ditunjuk pemerintah, tapi tidak bertanggung jawab kepada pemerintah. Komite itu benar-benar independen.
Seperti komite gaji wali kota dan anggota DPRD di Jepang. Di Jepang, gaji seorang bupati/wali kota dan anggota DPRD ditentukan oleh komite yang ditunjuk pemda. Anggota komite tersebut terdiri atas sembilan orang. Ada pengusahanya, petani, guru, pensiunan, dan sebagainya. Komite itulah yang menilai berapa sebaiknya gaji para pejabat tersebut.

Demikian juga komite listrik di India. Komite itu berisi berbagai unsur yang dianggap mengerti listrik dan bersifat independen. Komite tersebut bisa mewakili perasaan masyarakat, kalangan industri, dan bisa mengerti juga kesulitan perusahaan listrik. Tidak selalu permintaan kenaikan tarif dikabulkan.

Komite akan membahas usul kenaikan tarif secara komprehensif. Perusahaan listrik akan dievaluasi dulu, apakah permintaan kenaikan tarif tersebut wajar atau tidak. Bisa saja setelah dievaluasi ternyata ketahuan kinerja perusahaan listrik tersebut yang kurang baik. Misalnya, loses-nya yang masih tinggi. Karena itu, di dalam komite tersebut terdapat ahli-ahli manajemen, ahli loses, ahli pembangkitan, dan seterusnya.

Sebaliknya, kalau secara objektif melihat tarif listrik sudah seharusnya naik, komite akan menaikkannya. Kalau tidak, perusahaan listrik tersebut akan merugi dan ujung-ujungnya akan byar-pet lagi. Sekali komite itu sudah menetapkan tarif listrik yang baru, pemerintah dan DPR tidak bisa ikut campur.

Adanya komite listrik maupun komite jalan tol ternyata menjadi solusi bagi negara demokrasi untuk mempercepat kemajuan pembangunan infrastrukturnya.(***)