28 C
Medan
Saturday, December 20, 2025
Home Blog Page 200

Pengedar Sabu Antar Kabupaten Ditangkap Polisi

DIAMANKAN: Tersangka saat diamankan di Polres Labuhanbatu. FOTO: FAJAR/SUMUT POS
DIAMANKAN: Tersangka saat diamankan di Polres Labuhanbatu. FOTO: FAJAR/SUMUT POS

LABUHANBATU, SUMUTPOS.CO- Pengedar narkotika sabu antar Kabupaten diamankan Tim Khusus Polres Labuhanbatu, di Desa Gunung Selamat, Kecamatan Bilah Hulu, Kabupaten Labuhanbatu, Rabu (23/4/2025) sekira pukul 00.30 WIB.

Tersangka DHR alias Dedi (40), warga Desa Pekan Tolan, Kecamatan Kampung Rakyat, Kabupaten Labuhanbatu Selatan terdeteksi melakukan transaksi narkotika di wilayah perbatasan antara Kabupaten Labuhanbatu dan Kabupaten Labuhanbatu Selatan. Tepatnya di Desa Gunung Selamat, Kecamatan Aek Nabara.
Tim yang mendapat informasi, melakukan pengejaran mobil Daihatsu Xenia berwarna merah marun dengan nomor polisi B 1745 UIH yang mencurigakan.

“Seseorang keluar dari mobil dan menghampiri seseorang lainnya di pinggir jalan dengan gerak-gerik mencurigakan. Petugas segera melakukan penindakan dan berhasil mengamankan tersangka Dedi,” kata Kapolres Labuhanbatu, AKBP Choky Sentosa Meliala melalui Kasi Humas Polres Labuhanbatu Kompol Syafrudin di hari yang sama di Mapolres setempat di Rantauprapat.

Saat diamankan, petugas menemukan satu kotak rokok yang di dalamnya berisi satu bungkus plastik klip berisi narkotika jenis sabu seberat 2,46 gram bruto, yang berada di tangan kanan tersangka.

Dalam penggeledahan lebih lanjut, petugas turut menyita satu unit telepon genggam merek VIVO dan satu unit mobil Daihatsu Xenia yang digunakan tersangka. Tidak ditemukan barang bukti lain di dalam kendaraan.
Hasil interogasi awal mengungkap narkotika tersebut diperoleh dari OOM, yang berdomisili di Jalan T Pohan, Pekan Tolan, Kecamatan Kampung Rakyat, Labusel.

Tim kemudian melakukan pengejaran ke alamat tersebut, namun tidak berhasil menemukan yang bersangkutan. Tersangka dan barang bukti telah diserahkan ke Satuan Reserse Narkoba Polres Labuhanbatu pada pukul 04.30 WIB untuk proses penyidikan lebih lanjut. (fdh/han)

Malaria dan Status KLB yang Membingungkan: Siapa Bertanggung Jawab?

Tenaga Ahli Dinas Kesehatan Sumut dan Dosen FKM USU, Destanul Aulia.
Tenaga Ahli Dinas Kesehatan Sumut dan Dosen FKM USU, Destanul Aulia.

SUMUTPOS.CO – Di tengah komitmen nasional untuk mencapai eliminasi malaria pada tahun 2030, Provinsi Sumatera Utara masih dihadapkan pada tantangan besar. Berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 22 Tahun 2022 tentang Penanggulangan Malaria, suatu kabupaten/kota baru dapat dinyatakan eliminasi malaria jika tidak ditemukan kasus penularan lokal (indigenous) selama tiga tahun berturut-turut, memiliki sistem surveilans yang andal, serta menunjukkan cakupan pemeriksaan dan pengobatan kasus yang memenuhi standar nasional. Namun hingga kini, terdapat delapan daerah di Sumatera Utara yang belum memenuhi syarat tersebut, yaitu Nias Barat, Nias Utara, Nias Selatan, Batu Bara, Asahan, Labuhanbatu Utara, Labuhanbatu, dan Langkat.

Kondisi ini tidak hanya menggambarkan tantangan teknis dalam pengendalian penyakit, tetapi juga menunjukkan ketimpangan struktural dalam dukungan antardaerah. Nias Selatan misalnya, harus memperpanjang status Kejadian Luar Biasa (KLB) malaria hingga Maret 2025 akibat masih munculnya kasus baru.

Namun di sisi lain, penetapan maupun pencabutan status KLB tidak selalu konsisten dan seringkali tidak diiringi dengan dukungan pendanaan atau teknis yang memadai dari pusat. Ketika status KLB dicabut tanpa penyelesaian tuntas, maka beban penanganan seolah beralih sepenuhnya ke pemerintah daerah dan bahkan desa yang belum tentu memiliki kapasitas atau sumber daya yang memadai. Situasi ini menimbulkan pertanyaan mendasar: apakah komitmen eliminasi malaria akan ditegakkan bersama, atau dibiarkan menjadi beban sepihak di level paling bawah?

Penetapan status Kejadian Luar Biasa (KLB) seharusnya menjadi bentuk respons cepat dan terukur terhadap situasi wabah. Namun di lapangan, implementasinya tidak berlaku secara merata. Beberapa daerah seperti Nias Selatan mendapatkan penetapan resmi KLB, namun respon penanganannya berlangsung lambat sehingga hingga kini penularan masih terus terjadi tanpa pemutusan rantai kasus yang efektif. Sementara itu, di Kabupaten Serdang Bedagai yang sebelumnya telah dinyatakan bebas malaria, kembali terjadi peningkatan kasus dalam beberapa tahun terakhir.

Sayangnya, kondisi ini tidak direspons dengan penetapan KLB oleh pemerintah setempat, yang berakibat pada kurang optimalnya penanggulangan dan lemahnya mobilisasi sumber daya. Ketimpangan dalam penetapan dan tindak lanjut status KLB ini menimbulkan kebingungan dan ketidakpastian, terutama bagi pemerintah kabupaten/kota yang berjibaku menghadapi lonjakan kasus namun tidak mendapatkan perlakuan prioritas atau dukungan teknis yang memadai.

Yang lebih mengkhawatirkan, status KLB di sejumlah wilayah terancam dicabut bukan karena kasus telah terkendali, melainkan karena lemahnya koordinasi dan minimnya intervensi lanjutan dari pemerintah pusat. Jika status KLB dihentikan tanpa penyelesaian yang menyeluruh, maka risiko terbesar bukan hanya pada naiknya kembali kasus, tetapi juga pada menghilangnya tanggung jawab pusat terhadap daerah yang masih membutuhkan dukungan.
Namun persoalan tidak hanya datang dari pusat.

Komitmen pemerintah daerah kabupaten/kota pun masih jauh dari optimal. Hingga saat ini, kebijakan konkret seperti Surat Keputusan (SK) Bupati/Wali Kota yang mendukung eliminasi malaria dengan menggerakkan lintas sektor hampir tidak ditemukan. Alokasi anggaran dari APBD juga sangat minim; sebagian besar kegiatan di lapangan justru ditopang oleh Dinas Kesehatan Provinsi melalui dukungan dari Global Fund yang bersifat terbatas dan tidak berkelanjutan. Ketimpangan inilah yang menyebabkan upaya eliminasi tidak berjalan sebagai gerakan kolektif, melainkan terfragmentasi dan bergantung pada dorongan vertikal.

Janji pemerintah pusat untuk menurunkan bantuan, termasuk dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), hingga kini belum sepenuhnya terealisasi. Di beberapa daerah, dana belum juga cair, sementara petugas kesehatan di lapangan harus tetap berjalan dengan sumber daya terbatas. Ketidakhadiran dukungan konkret ini memperlemah semangat gotong royong yang seharusnya menjadi kekuatan utama dalam menghadapi situasi darurat kesehatan masyarakat.

Mengapa Sumatera Utara Belum Mampu Eliminasi Malaria?

Upaya eliminasi malaria di Sumatera Utara menghadapi tantangan multidimensi yang saling berkaitan. Dari sisi kesehatan masyarakat, distribusi tenaga kesehatan masih belum merata lebih dari 47% puskesmas belum memiliki formasi tenaga lengkap, dan sebagian besar wilayah endemis justru berada di daerah dengan akses layanan terbatas. Hal ini berdampak pada lemahnya deteksi dini, surveilans aktif, dan pelayanan pengobatan yang cepat dan tepat.

Secara epidemiologis, Sumatera Utara masih memiliki wilayah dengan API (Annual Parasite Incidence) tinggi seperti Batu Bara (2,29), Labuhanbatu Utara (1,19), dan Asahan (1,08). Penularan lokal (indigenous) masih terjadi, yang menandakan bahwa rantai penularan belum berhasil diputus. Ini diperparah dengan mobilitas penduduk antar wilayah dan kurangnya pengawasan terhadap kasus import.

Dari aspek kesehatan lingkungan, masih banyak desa di daerah endemis yang memiliki kondisi sanitasi buruk, genangan air, dan tempat perindukan nyamuk yang tidak tertangani. Akses terhadap air bersih dan fasilitas sanitasi layak masih rendah, terutama di wilayah kepulauan dan pegunungan seperti Nias dan Mandailing Natal. Upaya vector control sering bersifat insidental, bukan bagian dari strategi berkelanjutan.

Berikutnya, kegiatan konversi lahan menjadi perkebunan sawit di Sumatera Utara turut berkontribusi terhadap meningkatnya risiko malaria. Perubahan lanskap ini menciptakan habitat baru bagi nyamuk vektor seperti Anopheles, terutama melalui genangan air di parit dan kanal perkebunan.

Selain itu, mobilitas pekerja dari daerah endemis dan minimnya infrastruktur sanitasi di pemukiman sekitar kebun memperbesar potensi penularan. Tanpa intervensi lintas sektor yang melibatkan perusahaan perkebunan, upaya eliminasi malaria akan terus menghadapi tantangan dari sisi ekologi dan sosial.

Kemudian, aspek promosi kesehatan juga belum optimal. Banyak masyarakat belum memahami gejala awal malaria, belum melakukan upaya pencegahan mandiri seperti penggunaan kelambu, dan tidak terbiasa mencari pengobatan ke fasilitas kesehatan saat demam. Masih ada kesenjangan antara kampanye tingkat provinsi dan pemahaman di akar rumput, terutama di desa-desa terpencil.

Dan terakhir, perubahan iklim memperburuk situasi. Pola hujan yang tidak menentu, kenaikan suhu, dan peningkatan kelembapan memperluas habitat vektor nyamuk Anopheles dan memperpanjang masa hidupnya. Daerah yang sebelumnya rendah risiko kini menjadi wilayah potensial penularan, sementara sistem kesehatan belum siap beradaptasi dengan dinamika baru ini.

Keseluruhan kondisi ini menunjukkan bahwa eliminasi malaria bukan sekadar persoalan medis, tapi juga urusan tata kelola, literasi masyarakat, dan kepekaan terhadap dinamika lingkungan. Tanpa strategi lintas sektor yang adaptif, Sumatera Utara akan terus berada dalam siklus penanggulangan yang tidak pernah benar-benar selesai.

Komitmen Nasional Tak Boleh Sebatas Dokumen

Pemerintah pusat sejatinya telah menetapkan komitmen yang kuat untuk eliminasi malaria secara nasional pada tahun 2030. Komitmen ini bukan hanya slogan, melainkan telah dituangkan dalam berbagai kebijakan strategis seperti Rencana Aksi Nasional Eliminasi Malaria (RAN-EM) 2020–2024, yang menargetkan seluruh kabupaten/kota bebas malaria dalam waktu kurang dari satu dekade. Dalam rencana tersebut, daerah seharusnya tidak berjalan sendiri. Pemerintah pusat, melalui Kementerian Kesehatan, memiliki mandat untuk mendampingi, mendistribusikan obat, kelambu, dan pelatihan tenaga surveilans, termasuk dalam menghadapi lonjakan kasus atau status Kejadian Luar Biasa (KLB).
Lebih dari itu, Indonesia adalah bagian dari aliansi regional seperti Asia Pacific Leaders Malaria Alliance (APLMA) dan telah berkomitmen dalam Sustainable Development Goals (SDGs) untuk mengakhiri epidemi malaria pada tahun 2030.

Artinya, apa yang terjadi di Kepulauan Nias, Labuhanbatu Utara, hingga Batu Bara bukan hanya persoalan lokal, tetapi bagian dari reputasi dan kredibilitas Indonesia dalam skala global. Ketika status KLB terancam dicabut karena alasan administratif atau lambatnya pencairan dana pusat, maka yang dipertaruhkan bukan hanya nyawa masyarakat desa—tetapi juga kegagalan negara memenuhi janji globalnya.
Maka menjadi tidak masuk akal jika beban penanggulangan malaria hanya dibebankan pada kepala daerah dan desa, dengan instruksi penggunaan dana desa tanpa pendampingan dan tanpa regulasi teknis yang jelas. Situasi ini menunjukkan inkonsistensi: pusat ingin target tercapai, tapi beban sepenuhnya diserahkan pada daerah yang minim kapasitas fiskal dan sumber daya manusia.

Solusi Konkret untuk Sumatera Utara

Bagi Provinsi Sumatera Utara, solusi eliminasi malaria harus dirancang dengan mempertimbangkan realitas wilayah yang sangat beragam mulai dari kota besar seperti Medan hingga wilayah kepulauan dan pegunungan yang sulit dijangkau seperti Nias Selatan, Mandailing Natal, atau Labuhanbatu Raya. Karena itu, pendekatan “satu kebijakan untuk semua” jelas tidak lagi memadai.

Pertama, penguatan kebijakan Kepala Daerah melalui SK Bupati/Wali Kota, dukungan dari pemerintah daerah kabupaten/kota sangatlah penting dan mendesak dalam mencapai target eliminasi malaria. SK ini berfungsi sebagai dasar hukum dan alat penggerak kolaborasi multisektor, melibatkan dinas kesehatan, lingkungan hidup, pendidikan, perhubungan, hingga sektor swasta dan organisasi masyarakat sipil. Melalui SK tersebut, kegiatan pengendalian malaria tidak lagi berdiri sendiri sebagai program sektoral, tetapi menjadi bagian terpadu dalam kerangka pembangunan daerah, baik dalam aspek perencanaan, penganggaran, maupun pelaksanaan kegiatan.

Kedua, pemerintah provinsi perlu mendorong lahirnya kebijakan turunan berupa peraturan gubernur atau surat edaran teknis yang menguatkan penggunaan Dana Desa untuk kegiatan penanggulangan malaria. Payung hukum ini penting agar kepala desa tidak ragu dalam mengalokasikan anggaran untuk surveilans aktif, pelatihan kader, pengadaan alat deteksi dini, maupun operasional kegiatan preventif di masyarakat.

Ketiga, Sumatera Utara perlu membentuk Tim Teknis Eliminasi Malaria Provinsi yang fokus pada pendampingan kabupaten/kota yang belum eliminasi. Tim ini harus mampu menjembatani koordinasi antara Dinas Kesehatan, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, serta Badan Keuangan Daerah, sehingga program berbasis desa benar-benar dapat berjalan dengan baik dan terukur.

Keempat, keterlibatan perguruan tinggi dan organisasi masyarakat sipil perlu diperkuat dalam bentuk klinik desa sehat, riset operasional, dan pelatihan kader malaria berbasis lokalitas. Model kolaborasi ini terbukti efektif dalam konteks daerah lain dan bisa direplikasi di Sumut dengan pendekatan partisipatif.

Terakhir, peran pemerintah pusat tetap tidak bisa dilepaskan. Sumatera Utara, sebagai provinsi dengan wilayah kepulauan, membutuhkan skema afirmatif dari pusat, baik dalam bentuk Dana Alokasi Khusus (DAK) yang diarahkan untuk eliminasi malaria, maupun penugasan khusus dari Kemenkes, BNPB, dan Kemendagri agar desa-desa tidak dibiarkan menanggung beban sendiri. Insya Allah.

Destanul Aulia (Tenaga Ahli Dinas Kesehatan provinsi Sumatera Utara dan Dosen FKM USU)

Alumni IPDN Tersingkir, Penrad Soroti Praktik Perebutan Jabatan Sipil oleh Aparat

JAKARTA, SUMUTPOS.CO– Anggota DPD RI Pendeta Penrad Siagian, menyoroti persoalan penempatan anggota TNI dan Polri dalam jabatan sipil. Senator asal Sumatra Utara (Sumut) itu menegaskan, isu ini perlu dikaji ulang secara serius.

“Alumni IPDN pernah ketemu saya, dan mengatakan, ‘jabatan kami sudah habis’ karena biasanya mereka (TNI dan Polri) bisa ada di kesekjenan, sekda, dan di mana-mana. Ternyata (posisi) ini sudah diambil,” kata Penrad dalam keterangan resminya, Selasa (22/4/2025).

Menurutnya, persoalan ini juga sudah ia sampaikan saat rapat dengar pendapat Komite I DPD RI bersama Menteri PANRB Rini Widyantini dan Kepala BKN Zudan Arif pada Kamis, 17 April 2025 lalu.

Penrad menegaskan penolakannya terhadap keberadaan TNI dan Polri dalam ruang-ruang sipil yang dilegalkan melalui perundang-undangan. Menurutnya, fenomena tersebut telah menimbulkan ketimpangan dalam struktur birokrasi.

“Kita menolak itu. Kemarin saya secara tegas menolak RUU TNI dan akan masuk lagi RUU KUHAP terkait tentang bagaimana dilegalisasinya TNI-Polri masuk ke dalam ruang-ruang sipil terutama melalui kementerian-lembaga (K/L) ini,” lanjutnya.

Penrad juga mengingatkan, permasalahan yang dibahas dengan KemenPANRB dan BKN menyangkut pengaturan secara administratif terhadap status kepegawaian anggota TNI dan Polri yang menduduki jabatan sipil.

“Itu lain soal. Tapi persoalan kita di sini dengan KemenPANRB dan BKN, bagaimana kemudian aturan terkait mereka. Kalau kita merujuk ke regulasi RUU TNI kemarin dan masuk lagi ini Polri ‘minta jatah yang sama begitu lah ya’, ‘masa TNI bisa dapat, kami (Polri) juga boleh dong’ gitulah ini,” tuturnya.

Ia mempertanyakan, apakah aturan kepegawaian saat ini juga mengatur secara tegas keterlibatan TNI-Polri. Hal itu, menurutnya, penting agar tidak ada perlakuan istimewa dalam proses pengangkatan jabatan sipil.

“Maka, apakah aturan-aturan kepegawaian kita akan mengenai mereka juga. Bagaimana peraturan kementerian terkait dengan status kepegawaian mereka, harus juga masuk dalam mazhab peraturan pegawai negeri sipil ini,” katanya.

Lebih lanjut, Penrad mempertanyakan proses perekrutan yang tidak transparan dan berpotensi diskriminatif, yang menurutnya bertentangan dengan semangat reformasi birokrasi.

“Sehingga tidak ada yang diskriminatif di dalam proses penerimaan ini. Kemarin itu juga prosesnya bagaimana? Apakah dicelup-celupkan saja ke dalam atau bagaimana? Apakah mereka melamar? Kita juga tidak tahu ‘kan? Atau dicelupkan saja ke dalam oleh kelompok-kelompok tertentu, kita juga tidak tahu,” tegas Penrad.

Oleh sebab itu, Penrad menekankan pentingnya konsistensi dalam membangun birokrasi yang bersih dan profesional. Ia mengingatkan bahwa praktik-praktik yang tidak adil justru melemahkan reformasi yang tengah diupayakan.

“Kita sedang melakukan reformasi birokrasi tetapi di dalam tubuh kita sendiri secara kontraproduktif itu kita biarkan terjadi. Saya pikir, kita tidak akan mencapai reformasi birokrasi sebenarnya ketika hal-hal yang diskriminatif terjadi di dalam tubuh kita sendiri,” pungkas Penrad Siagian. (adz)

Pemprovsu Imbau Masyarakat Manfaatkan Aplikasi LAPOR, Sampaikan Pengaduan dan Aspirasi

Penjabat (Pj) Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Sumut M Armand Effendy Pohan.
Penjabat (Pj) Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Sumut M Armand Effendy Pohan.

MEDAN, SUMUTPOS.CO- Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Utara (Sumut) mengimbau masyarakat manfaatkan Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat (LAPOR) melalui www.lapor.go.id. Di bawah kepemimpinan Gubernur Bobby Afif Nasution dan Wakil Gubernur Surya, Pemprov Sumut ingin terus berbenah dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.

Hal tersebut disampaikan Penjabat (Pj) Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Sumut M Armand Effendy Pohan dalam keteranganya, Rabu (23/4/2025).

Menurut Effendy Pohan, pengaduan dan aspirasi dari publik sangat penting untuk meningkatkan partisipasi publik dalam mendukung suksesnya pencapaian visi-misi daerah yaitu “Kolaborasi Sumut Berkah menuju Sumatera Utara yang Unggul, Maju dan Berkelanjutan”.

Effendy Pohan mengatakan, melalui aplikasi LAPOR, laporan dan aspirasi masyarakat dapat tersampaikan langsung kepada pihak yang berwenang. LAPOR merupakan saluran pengaduan Sistem Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik Nasional (SP4N) yang terhubung dengan 34 kementerian, 34 Pemprov, 396 Pemkab, 94 Pemkot dan 100 lembaga.

“Ini merupakan salah satu layanan yang cukup efektif agar siapa saja dapat menyampaikan pengaduan maupun aspirasinya secara sederhana, cepat, tepat, tuntas dan terkoordinasi dengan baik,” kata Effendy Pohan.

Ditambahkannya, masyarakat perlu memaksimalkan layanan ini agar kinerja pemerintah dalam melayani masyarakat bisa terus meningkat. Selain itu, melalui layanan ini diharapkan partisipasi masyarakat dapat lebih ditingkatkan.

Selama tahun 2024, ada 199 laporan terverifikasi yang ditujukan kepada Pemprov Sumut di SP4N Lapor di tahun 2024. Sebanyak 143 (sekitar 73%) laporan telah dielesaikan di tahun 2024, sisanya akan diselesaikan ditahun berikutnya.

Disampaikan juga, ada 60 unit kerja yang ada di Pemprov Sumut, termasuk Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD). Seluruh laporan yang terverifikasi akan diteruskan oleh OPD atau BUMD terkait.

“Kita terus berupaya untuk menyelesaikan setiap laporan yang masuk, kita terus memonitor ini untuk memberikan layanan terbaik kepada masyarakat,” kata Effendy Pohan.

Sementara itu, Plt Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Sumut Porman Mahulae juga mengatakan, akan terus berupaya meningkatkan sosialisasi layanan SP4N Lapor. Dia menjelaskan dalam SP4N-LAPOR masyarakat dapat memanfaatkan fitur ‘Anonim’ agar identitasnya tidak diketahui oleh terlapor dan masyarakat umum.

Dijelaskannya, seluruh isi laporan tidak dapat dilihat oleh publik, dan pelapor akan mendapatkan tracking Id berupa nomor unik, yang berguna untuk meninjau proses tindak lanjut laporan yang disampaikan.

“Layanan ini cukup efektif, apalagi pemerintah pusat dan juga Pak Gubernur Bobby Nasution juga sangat peduli dengan aduan masyarakat, sehingga kita akan terus monitor laporan SP4N-Lapor, meneruskannya ke OPD atau badan terkait untuk segera diselesaikan,” kata Porman Mahulae.(san/han)

Coffee Morning Bersama Insan Pers, Kapolres Batubara: Media Massa Berkontribusi Dalam Peningkatan Citra Positif Polri di Masyarakat

COFFEE MORNING: Kapolres Batubara, AKBP Doly Nelson H.H. Nainggolan dan jajaran cofee morning dengan Insan Pers, Selasa(22/04/2025).Foto:Liberti H Haloho/ Sumut Pos
COFFEE MORNING: Kapolres Batubara, AKBP Doly Nelson H.H. Nainggolan dan jajaran cofee morning dengan Insan Pers, Selasa(22/04/2025).Foto:Liberti H Haloho/ Sumut Pos

BATUBARA, SUMUTPOS.CO – Kapolres Batubara AKBP Doly Nelson H.H. Nainggolan, S.H., M.H, mengatakan bahwa Insan pers sangat strategis sebagai mitra kepolisian dalam menjaga kondusifitas, keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas).

Kolaborasi yang baik antara Polri dan media massa telah berkontribusi pada peningkatan citra positif Polri di mata masyarakat.

Tentunya, Polres Batubara tetap berkomitmen untuk terus memperkuat hubungan baik dengan media agar tugas-tugas kepolisian dapat terlaksana dengan lebih efektif.

Demikian disampaikan dalam pidato Kapolres Batubara AKBP Doly Nelson H.H. Nainggolan, SH, MH didampingi Wakapolres Batubara Kompol Imam Alriyuddin,SH, MH, dalam Temu Ramah dan Coffee Morning dengan Insan Pers di Aula Sarja Arya Racana Polres Batubara, Selasa(22/4/2025).

Turut hadir Kabag Ops, Kompol Zulham, S.H,M.H, Kabag Ren, AKP Leonardo Simanjuntak, S.H, Kasat Reskrim,AKP Tri Boy Alvin Siahaan, S.Trk., S.I.K, M.H., M.Sc., M.T, Para Kasat Polres Batubara, Kasi Humas Iptu Fahmi, SH dan Para Insan Pers.

Kegiatan temu ramah dan coffee morning diakhiri dengan diskusi tanya jawab dan foto bersama antara Kapolres Batubara dan PJU Polres Batubara dengan Insan Pers.

Sementara Kasat Reskrim, AKP Tri Boy Alvin Siahaan, S.Trk., S.I.K, M.H., M.Sc., M.T, yang baru sehari bertugas di Polres Batubara saat memperkenalkan diri, di dalam penyampaiannya mengajak para insan pers untuk tetap bersinergis dan berkolaborasi dalam publikasi kegiatan Polres Batubara.(mag-3/han)

Kapolres Sergai dan PTPN IV Kebun Adolina Dukung Program Ketahanan Pangan Prabowo-Gibran

TANAM JAGUNG: Kapolres Sergai bersama PTPN IV Kebun Adolina dan stakeholder terkait saat penanaman jagung perdana mendukung program ketahanan pangan nasional di Afdeling III, Desa Adolina. (FADLY/SUMUT POS)
TANAM JAGUNG: Kapolres Sergai bersama PTPN IV Kebun Adolina dan stakeholder terkait saat penanaman jagung perdana mendukung program ketahanan pangan nasional di Afdeling III, Desa Adolina. (FADLY/SUMUT POS)

SEI RAMPAH, SUMUTPOS – Kapolres Serdang Bedagai, AKBP Jhon Sitepu, SIK, MH bersama PTPN IV Kebun Adolina melaksanakan kegiatan penanaman jagung seluas ±25 hektare di Afdeling III, Desa Adolina, Kecamatan Perbaungan, pada Selasa (22/4/2025). Kegiatan ini merupakan bagian dari program ketahanan pangan nasional yang digagas Presiden Prabowo-Gibran.

Region Head Regional II, Budi Susanto dalam sambutannya menyampaikan bahwa penanaman jagung ini merupakan kerja sama antara POLRI dan Kementerian Pertanian dalam rangka mendukung swasembada pangan nasional. Ia berharap kegiatan ini berdampak positif terhadap perekonomian daerah.

Sementara itu, Kapolda Sumut yang diwakili Kapolres Sergai menegaskan komitmen pihak kepolisian mendukung program ketahanan pangan serta mengapresiasi PTPN IV yang telah menyediakan lahan untuk penanaman jagung.

Kegiatan ditutup dengan penanaman serentak oleh tamu undangan dan sesi foto bersama, sebagai bentuk sinergi antara pemerintah, kepolisian, dan BUMN dalam mewujudkan kedaulatan pangan.(fad/han)

Tepung Tawari 2.635 Calon Jamaah Haji, Rico Waas Titipkan Pesan Begini

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Wali Kota Medan Rico Tri Putra Bayu Waas menepung tawari 2.635 calon jemaah haji (Calhaj) kota Medan Tahun 2025.

Selain mendoakan agar para Calhaj senantiasa diberi kesehatan dan kekuatan untuk menjalankan ibadah haji, Rico Waas juga menitipkan pesan kepada Calhaj untuk mendoakan yang terbaik untuk Kota Medan.

Tepung tawar ini dilakukan Wali Kota Medan Rico Waas pada acara halal bihalal sekaligus pemberangkatan Calhaj Kota Medan tahun 2025 yang digelar di Asrama Haji Medan, Selasa (22/4/2025).

Hadir dalam pertemuan tersebut, Kakankemenag Impun Siregar, Ketua MUI Kota Medan Hasan Matsum, segenap Stakeholder, Pimpinan Perangkat Daerah, Camat dan Lurah.

Dikatakan Rico Waas, berhaji adalah panggilan Allah yang selalu dinantikan seluruh umat muslim dan tidak semuanya bisa berangkat meskipun secara finansial mampu.

Rico Waas pun bercerita tepat 30 tahun yang lalu dirinya disini menghantarkan orang tuanya berangkat haji.

“Hari ini alhamdulillah saya berada di sini mengantarkan bapak dan ibu warga kota Medan untuk berangkat Haji.Mudah-mudahan berangkatnya keadaan sehat nantinya kembali ke Kota Medan juga dalam keadaan sehat,” kata Rico Waas.

Menurut Rico Waas, kondisi badan yang sehat saat berangkat haji sangat diperlukan. Selain kondisi badan yang sehat, pikiran calhaj juga harus tenang agar nantinya dapat fokus menjalankan rangkaian ibadah di tanah suci.

Untuk itu agar Calhaj pikiran tenang, kepada Camat Rico berpesan agar dapat memantau keluarga dan rumah yang ditinggalkan Calhaj. Hal ini perlu dilakukan agar calon jamaah haji merasa tenang ketika menjalankan ibadah haji.

“Saya minta kepada Camat, Lurah dan Kepling tolong pastikan seluruh keluarga yang ditinggalkan oleh di cek kesehatannya dan juga pastikan rumahnya aman,” pesan Rico Waas.

Menurut Rico Wass, jika tidak dicek dan diperhatikan oleh Camat, keluarga Calhaj dapat menginformasikan kepada dirinya. “Beritahu saya jika camat tidak memperhatikan keluarga Calhaj, karena saya ingin melihat camat kerja atau tidak, sebab ini juga merupakan bagian dari pelayanan kepada masyarakat,” ujat Rico Waas.

Kepada Calhaj, Rico Waas menitipkan pesan untuk mendoakan kota Medan di tanah suci. “Doakan Kota Medan menjadi kota yang maju dan kota yang bersih serta menjadi kota yang bisa untuk semuanya. Selain itu jaga diri dan kesehatan serta nama baik Indonesia khususnya kota Medan di tanah suci, minimal menjaga kebersihan,” pesan Rico lagi.

“Kalau bisa jamaah di setiap kloter memperhatikan satu dengan lainnya. yang lebih muda dapat memperhatikan yang lebih tua, begitu juga sebaliknya. Jaga terus kesehatan agar dapat menjalankan ibadah haji dengan baik agar menjadi haji yang mabrur,” imbuh Rico Waas.

Selanjutnya, kepada petugas haji Rico juga menitipkan agar senantiasa memantau calon jamaah haji yang kurang sehat ataupun usia lanjut. Petugas haji dapat memberikan perhatian lebih kepada calon jamaah yang membutuhkan perhatian khusus.

“Saya berharap kepada petugas haji dapat memberikan perhatian lebih kepada Calhaj yang membutuhkan perhatian khusus, baik itu calhaj yang kurang sehat ataupun yang menggunakan kursi roda maupun Calhaj yang usia lanjut,” ucap Rico Waas.

Selain menepung tawari Calhaj, Rico Waas juga memberikan sovenir kepada seluruh Calhaj asal Kota Medan. Pertemuan ini juga diisi dengan tausiyah yang disampaikan oleh Al Ustad Buya Amiruddin. (map/ila)

Mediasi Tidak Temu Titik Terang, Pekan Depan Gugatan Bank Lanjut Persidangan

KETERANGAN: Kuasa hukum penggugat, Darman Yosef Sagala saat memberikan keterangan di PN Binjai.(Istimewa/Sumut Pos)
KETERANGAN: Kuasa hukum penggugat, Darman Yosef Sagala saat memberikan keterangan di PN Binjai.(Istimewa/Sumut Pos)

BINJAI, SUMUTPOS.CO- Mediasi yang dilakukan hakim mediator dalam gugatan bank tidak menemukan titik terang di Pengadilan Negeri Binjai. Alhasil, hakim memutuskan untuk lanjut ke persidangan pada pekan depan, Selasa (29/4/2025).

Gugatan dimaksud adalah dengan penggugat ahli waris almarhum Kelana Sitepu terhadap tergugat salah satu bank swasta dengan registrasi perkara nomor: 8/Pdt.G/2025/PN Bnj. Kuasa hukum penggugat, Darman Yosef Sagala menjelaskan, tergugat bank swasta telah melakukan pengalihan utang debitur kepada PT MAM selaku kreditur baru.

Itu terungkap dalam mediasi ketiga di PN Binjai. Pengalihan utang debitur kepada PT MAM disebut dilakukan secara sepihak.

Bahkan, terjadinya pengalihan itu pada tahun 2022. Sementara debitur Almarhum Kelana Sitepu tutup usia pada 2017.

“Dari pengakuan pihak bank, Cessie (pengalihan utang debitur) dilakukan pada tahun 2022. Sementara debitur atau orang tua dari ahli waris sudah meninggal pada tahun 2017,” kata Yosef.

Dia menegaskan, pengalihan utang debitur yang dilakukan tergugat tanpa diketahui ahli waris. “Bank memang berhak melakukan Cessie, tetapi harus diketahui debitur atau ahli waris apabila debitur sudah meninggal dunia. Tapi fakta dalam mediasi tadi, ahli waris tidak pernah diberitahu soal Cessie,” bebernya.

Dalam hal ini, lanjut Yosef, tergugat bank swasta itu tidak dapat menunjukkan bukti pengalihan utang debitur kepada ahli waris. “Kata pihak bank, mereka memberitahukan soal Cessie langsung kepada debitur. Tapi kami tanya buktinya, mereka tidak bisa tunjukkan. Kalau pun mereka bisa tunjukkan, siapa yang tanda tangani Cessie itu. Karena debitur sudah meninggal di tahun 2017 sedangkan Cessie dilakukan di 2022. Apa bisa orang meninggal menandatangani,” tegas Yosef.

Selain persoalan pengalihan utang debitur, Yosef menyebut, tergugat juga dinilai melakukan penipuan terhadap debitur. Sebab, bank melakukan restrukturisasi atau perubahan kredit ketika debitur sedang jatuh sakit.

“Saat debitur jatuh sakit, pihak bank datang dan menyampaikan soal keringanan. Ketika itu, pihak bank meminta bayaran Rp1 juta dengan alasan akan memberi dispensasi terhadap tunggakan cicilan 3 bulan. Alhasil, debitur membayar Rp1 juta dan menandatangani semua dokumen yang diberikan,” urainya.

Namun belakangan, sambung Yosef, dokumen yang ditandatangani ternyata memperpanjang tenor dari 3 tahun menjadi 4 tahun. “Situasi ini membuat debitur merasa tertipu dan memperparah penyakitnya. Hingga akhirnya debitur meninggal dunia,” kata dia.

Persoalan berikutnya, tambah Yosef, bank tidak pernah memanggil dan menerangkan kepada ahli waris soal utang piutang orang mereka. Terlebih, bank tidak melakukan klaim terhadap asuransi jiwa debitur.

“Utang tentu harus dibayar. Tapi bank tidak pernah memberi penjelasan. Kalau dari awal dijelaskan, mungkin ahli waris akan terima,” katanya.

“Dari persoalan yang saya sebutkan tadi, jelas ahli waris debitur dirugikan. Piutang yang tadinya hanya tinggal sekitar Rp100-an juta lebih dari pokok Rp300-an juta, sekarang sudah bertambah lagi menjadi Rp500-an juta,” sambungnya.

Karenanya, hal itu memberatkan. Sebab, Yosef menilai, bank tidak melakukan tindakan yang sesuai prosedur.

“Mulai dari pengalihan utang tanpa pemberitahuan, perubahan kredit saat debitur sedang sakit, hingga asuransi jiwa yang tidak pernah diklaim. Kami berharap, apa yang menjadi gugatan kami dapat dikabulkan majelis hakim,” serunya.

Sementara, perwakilan bank selaku tergugat, Feri saat dikonfirmasi tidak bersedia memberi komentar.

“Kami menghormati persidangan. Kami belum bisa memberikan keterangan. Semua akan kami sampaikan di persidangan. Yang pasti, semua hubungan hukum sudah sesuai dengan perjanjian kredit,” tukasnya. (ted/han)