25 C
Medan
Sunday, September 29, 2024

FSGI Desak Kemendikbud Perpanjang Masa Input Data Nomor Handphone Siswa

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mendesak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Kemendikbud RI) agar memperpanjang masa input data bantuan kuota internet untuk pelaksanaan pembelajaran jarak jauh (PJJ).

BELAJAR: Anggi, seorang murid SD, sedang belajar dari rumah lewat jaringan internet, belum lama ini. Hari ini, Pemprov Sumut akan memutuskan apakah siswa belajar dari rumah diperpanjang atau tidak.
BELAJAR: Anggi, seorang murid SD, sedang belajar dari rumah lewat jaringan internet, belum lama ini. Hari ini, Pemprov Sumut akan memutuskan apakah siswa belajar dari rumah diperpanjang atau tidak.

Karena sebelumnya, Kemendikbud telah merilis data perkembangan input data bantuan kuota internet. Dari rilis tersebut, data nomor handphone yang sudah terdaftar ada sebanyak 21,7 juta nomor dari 44 juta siswa, dan 2,8 juta nomor dari 3,3 juta guru di Indonesia. Sementara untuk mahasiswa, nomor handphone yang telah tercatat, ada sebanyak 2,7 juta nomor dari 8 juta mahasiswa, dan untuk dosen sudah terdata sebanyak 161 ribu dari 250 ribu dosen.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) FSGI, Heru Purnomo mengatakan, data ini menunjukkan pelaksanaan pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang berlangsung selama ini, tidaklah didominasi oleh PJJ dalam jaringan (daring). Karena tidak sampai 50 persen siswa yang memiliki nomor handphone untuk didaftarkan.

“Bahkan angka ini bisa saja berkurang, setelah nomor-nomor siswa tersebut diverval (verifikasi dan validasi) nantinya. Karena itu, kami mendesak Kemendikbud untuk memperpanjang masa input data, agar semua data nomor handphone pelajar, baik siswa maupun mahasiswa, dan guru serta dosen dapat tercakup secara keseluruhan,” ungkap Heru kepada Sumut Pos di Kota Medan, Senin (14/9).

Heru juga mengatakan, hal ini menunjukkan Kemendikbud dan Pemerintah Daerah (Pemda) tidak memiliki pemetaan akurat terhadap implementasi PJJ yang sudah berlangsung.

“Berapa banyak siswa yang melaksanakan PJJ daring, atau berapa banyak siswa yang melaksanakan PJJ luar jaringan (luring), maupun campuran? Berapa banyak pula siswa yang punya handphone atau punya jaringan internet? Besarnya selisih antara nomor yang sudah terdaftar dengan target jumlah siswa yang akan diberikan bantuan, menunjukkan implementasi PJJ tidak berlangsung sebagaimana mestinya,” jelasnya.

Berdasarkan laporan dari daerah, FSGI menemukan sisi-sisi kelemahan dari program bantuan kuota internet, di antaranya beriringan dengan bantuan kuota ini, operator selular telah menawarkan dan membagikan kartu perdana secara gratis.

Penawaran ada yang dilakukan dengan iming-iming tertentu, yang bisa saja digolongkan sebagai gratifikasi. Yakni berupa pemberian fasilitas tertentu yang dapat mempengaruhi pejabat atau penyelenggara negara (kepala sekolah) untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu sebagai keuntungan pemberi fasiltas (operaror selular).

Heru menjelaskan, efektivitas dari pembagian kuota internet juga patut diragukan, karena per 11 September lalu, tidak sampai 50 persen nomor yang didaftarkan. Artinya dana untuk bantuan kuota internet yang sangat besar, antara Rp7,2 triliun hingga Rp9 triliun, sebagian besar akan tidak digunakan. (mag-1/saz)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mendesak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Kemendikbud RI) agar memperpanjang masa input data bantuan kuota internet untuk pelaksanaan pembelajaran jarak jauh (PJJ).

BELAJAR: Anggi, seorang murid SD, sedang belajar dari rumah lewat jaringan internet, belum lama ini. Hari ini, Pemprov Sumut akan memutuskan apakah siswa belajar dari rumah diperpanjang atau tidak.
BELAJAR: Anggi, seorang murid SD, sedang belajar dari rumah lewat jaringan internet, belum lama ini. Hari ini, Pemprov Sumut akan memutuskan apakah siswa belajar dari rumah diperpanjang atau tidak.

Karena sebelumnya, Kemendikbud telah merilis data perkembangan input data bantuan kuota internet. Dari rilis tersebut, data nomor handphone yang sudah terdaftar ada sebanyak 21,7 juta nomor dari 44 juta siswa, dan 2,8 juta nomor dari 3,3 juta guru di Indonesia. Sementara untuk mahasiswa, nomor handphone yang telah tercatat, ada sebanyak 2,7 juta nomor dari 8 juta mahasiswa, dan untuk dosen sudah terdata sebanyak 161 ribu dari 250 ribu dosen.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) FSGI, Heru Purnomo mengatakan, data ini menunjukkan pelaksanaan pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang berlangsung selama ini, tidaklah didominasi oleh PJJ dalam jaringan (daring). Karena tidak sampai 50 persen siswa yang memiliki nomor handphone untuk didaftarkan.

“Bahkan angka ini bisa saja berkurang, setelah nomor-nomor siswa tersebut diverval (verifikasi dan validasi) nantinya. Karena itu, kami mendesak Kemendikbud untuk memperpanjang masa input data, agar semua data nomor handphone pelajar, baik siswa maupun mahasiswa, dan guru serta dosen dapat tercakup secara keseluruhan,” ungkap Heru kepada Sumut Pos di Kota Medan, Senin (14/9).

Heru juga mengatakan, hal ini menunjukkan Kemendikbud dan Pemerintah Daerah (Pemda) tidak memiliki pemetaan akurat terhadap implementasi PJJ yang sudah berlangsung.

“Berapa banyak siswa yang melaksanakan PJJ daring, atau berapa banyak siswa yang melaksanakan PJJ luar jaringan (luring), maupun campuran? Berapa banyak pula siswa yang punya handphone atau punya jaringan internet? Besarnya selisih antara nomor yang sudah terdaftar dengan target jumlah siswa yang akan diberikan bantuan, menunjukkan implementasi PJJ tidak berlangsung sebagaimana mestinya,” jelasnya.

Berdasarkan laporan dari daerah, FSGI menemukan sisi-sisi kelemahan dari program bantuan kuota internet, di antaranya beriringan dengan bantuan kuota ini, operator selular telah menawarkan dan membagikan kartu perdana secara gratis.

Penawaran ada yang dilakukan dengan iming-iming tertentu, yang bisa saja digolongkan sebagai gratifikasi. Yakni berupa pemberian fasilitas tertentu yang dapat mempengaruhi pejabat atau penyelenggara negara (kepala sekolah) untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu sebagai keuntungan pemberi fasiltas (operaror selular).

Heru menjelaskan, efektivitas dari pembagian kuota internet juga patut diragukan, karena per 11 September lalu, tidak sampai 50 persen nomor yang didaftarkan. Artinya dana untuk bantuan kuota internet yang sangat besar, antara Rp7,2 triliun hingga Rp9 triliun, sebagian besar akan tidak digunakan. (mag-1/saz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/