MEDAN, SUMUTPOS.CO – Perguruan Tinggi di Indonesia tengah dihadapi persoalan riset yang banyak dihasilkan dari penelitian tidak sesuai dengan kebutuhan dunia industri. Hal itu, berdampak dengan daya serap industri terhadap inovasi masih sangat rendah dan kurang optimal.
“Akibatnya banyak hasil riset tidak diminati dunia industri,” sebut Direktur Sistim Inovasi Direktorat Jenderal (Ditjen) Penguatan Inovasi Kemenristekdikti, Dr Ir Ophirtus Sumule DEA pada Rapat Kerja Wilayah di lingkungan LLDikti Wilayah I Tahun 2019, Jumat (15/3) kemarin.
Rakerwil di lingkungan LLDikti Wilayah I Tahun 2019 ini berlangsung 14-16 Maret 2019 di Inna Parapat Hotel diikuti 150 PTS Sumut dan dihadiri juga Direktur Pembelajaran Dikti Dr. Ir Paristiyanti Nurwardani MP. Kemudian, Rakerwil bertema Peningkatan Mutu PTS Menghadapi Tantangan Revolusi Industri 4.0 itu dibuka Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti) Wilayah I Prof Dian Armanto.
Ophirtus menjelaskan daya serap hasil inovasi perguruan tinggi ke dunia industri secara nasional masih sekira tiga persen. Baik di Sumut juga rendah. Dengan itu, riset harus berbasis pada kebutuhan pasar dan bisa meyakinkan bermanfaat bagi komunitas bukan perorangan sehingga bisa bermanfaat untuk perekonomian masyarakat.
Ophirtus menyayangkan hasil-hasil penelitian hanya tersimpan di kampus dan belum bisa ‘menyeberang’ ke industri. “Jadi hasil riset itu harus mengembangkan inovasi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Sebab jika tidak sesuai dengan kebutuhan, maka produk inovasi tersebut akan jadi sia-sia,” kata Ophirtus.
Ia mengungkapkan kondisi ini lantaran universitas dan industri seolah berjalan masing-masing, tidak saling bersinggungan dan tidak saling mendapatkan manfaat.
“Karena itu, untuk membangun hubungan yang harmonis antara dunia industri dengan dunia riset, diperlukan saluran interaksi yang khusus melakukan mediasi kebutuhan kedua pihak untuk menunjang penguatan inovasi,” tuturnya.
Berkaitan dengan itu Dikti mendorong produk-produk inovasi yang ada di perguruan tinggi dihilirkan, kemudian dikembangkan dan diajukan ke Kemenristekdikti agar bisa dipergunakan untuk industri.
Disebutkannya, Peraturan Menteri (Permen) terkait manajemen inovasi itu sudah keluar untuk hilirisasi hasil-hasil penelitian. Apalagi, kata dia, setiap perguruan tinggi pasti memiliki produk inovasi yang sangat beragam.
“Sebuah riset yang dilakukan perguruan tinggi harus melibatkan pemerintah daerah sebagai pihak yang mengetahui persis potensi daerahnya,” ungkapnya.
Untuk itu dia juga menyebutkan agar pemerintah daerah tidak usah ikut-ikutan melakukan penelitian tapi siapkan kebijakan. Sedangkan perguruan tinggi hasilkan teknologi dan harus kembangkan diri.”Bahkan perlu juga dibangun partnership dan keterbukaan. Supaya perguruan tinggi menjadi agen perubahan,” pungkasnya.
Bahkan iklim inovasi harus dibuat dengan menyiapkan SDM, prodi, dan memiliki leadership yang baik sehingga revolusi industri 4.0 dapat diterapkan.
Sementara itu, Kepala LLDikti Wilayah I Prof Dian Armanto menyatakan perlu untuk memastikan bahwa perguruan tinggi itu melakukan riset yang orientasinya inovasi.”Jadi, kita mendorong dosen lakukan penelitian dan proposal lalu upayakan supaya tingkat keterapan teknologinya tinggi,” sebut Dian Armanto.
Selain itu, harus ada institusi yang mengelolanya. Menurutnya penting membentuk sebuah organisasi manajemen inovasi di setiap PTS sehingga itu bisa menjadi wadah menyerahkan inovasinya untuk dikelola, dikembangkan, sekaligus dikomersilkan.
Dian Armanto juga mengakui daya serap industri terhadap inovasi di perguruan tinggi di Sumut secara keseluruhan masih rendah. Dengan itu, ia diperlukan hilirisasi yakni bagaimana mengantarkan hasil riset universitas masuk ke sektor Industri.
Dengan jumlah dosen sekira 10 ribuan, dan 269 perguruan tinggi swasta (PTS), inovasi yang dihasilkan tidak satupun yang didaftarkan atau disampaikan ke Dikti.”Kita akan buat surat permohonan kepada semua perguruan tinggi di Sumut untuk menuliskan atau mendaftarkan inovasi apa saja yang sudah dibuat, untuk diteruskan ke lembaga kita atau Ristekdikti,” tandasnya. (gus/azw)