25 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

FMIPA USU Kembangkan Pembuatan Asap Cair Arang Batok Kelapa untuk Pengawet Ikan Non Karsinogenik di Labuhan Deli

MEDAN,SUMUTPOS.CO-Dosen dan Mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara (FMIPA USU) Kembali mengembangkan pembuatan asap cair dari arang batok kelapa untuk pengawet ikan non karsinogenik.

Hal ini dalam rangka melaksanakan kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM), untuk meningkatkan ekonomi masyarakat, di Kawasan Desa Manunggal, Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deliserdang, pada Sabtu (14/9) lalu.

PKM ini diketuai, Dr Muhammad Taufik S SMSi beserta Anggota Tim, yakni Boby Cahyady SSi MSi dan Rossy Nurhasanah SKom MKom, bersama empat orang mahasiswa yang terlibat secara langsung, yaitu Pingkan Masruroh, Muhammad Rizky Syahputra, Nabilah Azka Azzahra, dan Eko Prastio.

Ketua Pelaksana, Dr Muhammad Taufik S SMSi mengatakan, tujuan kegiatan PKM tersebut, dilakukan untuk meningkatkan kualitas asap cair dari tempurung kelapa (minimal grade 2), meningkatkan kualitas asap cair sesuai SNI Nomor 8985 2021, dan merancang alat Desetilasi (pemurnian setelah proses pirolisis), sehingga dihasilkan asap cair Grade 2.

Ia menjelaskan, bahwa seperti yang terjadi saat ini, ikan yang sudah ditangkap nelayan akan mudah busuk jika tidak ditangani dengan benar, padahal ikan merupakan sumber protein hewani yang sangat baik untuk tubuh.

“Untuk mencegah kerusakan tersebut, biasanya para nelayan atau pelaku usaha perikanan akan mengawetkan ikan. Cara mengawetkan ikan yang paling sering digunakan adalah mengasapinya dengan asap cair. Asap dapat berperan sebagai bahan pengawet jika komponen yang ada di dalam asap meresap hingga ke dalam daging. Asap itu berguna untuk menghambat pertumbuhan bakteri, bahkan dapat membunuh bakteri,” jelasnya kepada Sumut Pos di Medan, Jumat (20/9).

Asap tersebut, lanjutnya, bisa berperan sebagai antimikroba karena mengandung senyawa fenol dan asam asetat. Ikan yang diasapkan akan mengalami perubahan aroma dan rasa yang disebabkan oleh senyawa karbonil dan fenol.

“Oleh karena itu, fungsi utama pengasapan bukan hanya mengawetkan ikan, melainkan juga memberikan rasa, aroma, dan warna yang diinginkan pada produk ikan. Asap tersebut bisa didapatkan dari tempurung kelapa,” imbuhnya.

Taufik mrngungkapkan, asap cair dapat digunakan sebagai pengawet pada produk ikan asap dengan menggunakan beberapa cara, seperti dioleskan pada makanan, disemprotkan, dan mencelupkan makanan ke dalam asap cair. Pengawet ikan ini sangat aman digunakan oleh masyarakat dengan penggunaan yang tepat. Penggunaan asap cair lebih menguntungkan dibandingkan menggunakan metode pengasapan langsung karena warna dan cita rasa produk dapat dikendalikan. Kemungkinan senyawa karsinogen lebih kecil, dan proses dapat dilakukan dengan cepat.

“Asap cair dengan tingkatan atau grade 2 yang dihasilkan pada kegiatan ini dapat digunakan untuk pengawet ikan yang non karsinogenik. Biasanya ikan yang diawetkan dengan menggunakan asap cair grade 2 bisa tahan selama tiga hari,” tandasnya. (dwi/han)

MEDAN,SUMUTPOS.CO-Dosen dan Mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara (FMIPA USU) Kembali mengembangkan pembuatan asap cair dari arang batok kelapa untuk pengawet ikan non karsinogenik.

Hal ini dalam rangka melaksanakan kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM), untuk meningkatkan ekonomi masyarakat, di Kawasan Desa Manunggal, Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deliserdang, pada Sabtu (14/9) lalu.

PKM ini diketuai, Dr Muhammad Taufik S SMSi beserta Anggota Tim, yakni Boby Cahyady SSi MSi dan Rossy Nurhasanah SKom MKom, bersama empat orang mahasiswa yang terlibat secara langsung, yaitu Pingkan Masruroh, Muhammad Rizky Syahputra, Nabilah Azka Azzahra, dan Eko Prastio.

Ketua Pelaksana, Dr Muhammad Taufik S SMSi mengatakan, tujuan kegiatan PKM tersebut, dilakukan untuk meningkatkan kualitas asap cair dari tempurung kelapa (minimal grade 2), meningkatkan kualitas asap cair sesuai SNI Nomor 8985 2021, dan merancang alat Desetilasi (pemurnian setelah proses pirolisis), sehingga dihasilkan asap cair Grade 2.

Ia menjelaskan, bahwa seperti yang terjadi saat ini, ikan yang sudah ditangkap nelayan akan mudah busuk jika tidak ditangani dengan benar, padahal ikan merupakan sumber protein hewani yang sangat baik untuk tubuh.

“Untuk mencegah kerusakan tersebut, biasanya para nelayan atau pelaku usaha perikanan akan mengawetkan ikan. Cara mengawetkan ikan yang paling sering digunakan adalah mengasapinya dengan asap cair. Asap dapat berperan sebagai bahan pengawet jika komponen yang ada di dalam asap meresap hingga ke dalam daging. Asap itu berguna untuk menghambat pertumbuhan bakteri, bahkan dapat membunuh bakteri,” jelasnya kepada Sumut Pos di Medan, Jumat (20/9).

Asap tersebut, lanjutnya, bisa berperan sebagai antimikroba karena mengandung senyawa fenol dan asam asetat. Ikan yang diasapkan akan mengalami perubahan aroma dan rasa yang disebabkan oleh senyawa karbonil dan fenol.

“Oleh karena itu, fungsi utama pengasapan bukan hanya mengawetkan ikan, melainkan juga memberikan rasa, aroma, dan warna yang diinginkan pada produk ikan. Asap tersebut bisa didapatkan dari tempurung kelapa,” imbuhnya.

Taufik mrngungkapkan, asap cair dapat digunakan sebagai pengawet pada produk ikan asap dengan menggunakan beberapa cara, seperti dioleskan pada makanan, disemprotkan, dan mencelupkan makanan ke dalam asap cair. Pengawet ikan ini sangat aman digunakan oleh masyarakat dengan penggunaan yang tepat. Penggunaan asap cair lebih menguntungkan dibandingkan menggunakan metode pengasapan langsung karena warna dan cita rasa produk dapat dikendalikan. Kemungkinan senyawa karsinogen lebih kecil, dan proses dapat dilakukan dengan cepat.

“Asap cair dengan tingkatan atau grade 2 yang dihasilkan pada kegiatan ini dapat digunakan untuk pengawet ikan yang non karsinogenik. Biasanya ikan yang diawetkan dengan menggunakan asap cair grade 2 bisa tahan selama tiga hari,” tandasnya. (dwi/han)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/