25 C
Medan
Monday, June 17, 2024

Persiapan Dilakukan Sejak Dini, PPDB Zonasi 2024 Bakal Libatkan Swasta

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Wacana penghapusan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dengan sistem zonasi batal. Pemerintah pastikan skema zonasi masih akan digunakan di tahun depan.

Hal tersebut disampaikan oleh Deputi Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Moderasi Beragama Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Warsito. Dia menegaskan, zonasi bakal tetap diaplikasikan dengan perbaikan-perbaikan yang dilakukan dari evaluasi dan masukan atas pelaksanaan PPDB zonasi di tahun ini. “Jadi sampai saat ini pemerintah konsepnya tetap melakukan PPDB berbasis zonasi,” ujarnya pada Jawa Pos (induk grup Sumut Pos), Rabu (23/8).

Hanya saja, penerapannya bakal sedikit berbeda. Rencananya, PPDB zonasi bakal dibuat terpadu. Maksudnya, nantinya PPDB di sekolah negeri dan swasta menjadi satu pengelolaan zonasi.

Menurutnya, DKI Jakarta sudah jadi best practice dari penerapan PPDB zonasi terpadu ini. “Sehingga ketika sekolah negeri sudah penuh ini maka sekolah swasta di dekatnya itu sebagai pelimpahan,” ungkapnya.

Adanya anggaran untuk pembiayaan pendidikan hingga jenjang SMA membuatnya optimis sistem ini bisa berjalan nantinya. Sehingga, mereka yang tidak diterima di sekolah negeri dan dialihkan ke swasta bisa tetap mendapat pembiayaan dari pemerintah.

Lalu, apakah semua sekolah swasta, termasuk swasta mahal bakal terlibat? Warsito mengaku, hal ini sempat menjadi bahan diskusi di internal pemerintah. Ada wacana nantinya, pemerintah akan melobi sekolah-sekolah swasta tersebut untuk bisa dititipin dan bisa memberikan keringanan terkait SPP siswa sesuai dengan kemampuan pemerintah. “Tentu ini masih proses (diskusi, red), debatable dan terbuka untuk diberikan saran,” ungkapnya.

Selain itu, pemerintah daerah (pemda) akan didorong untuk melakukan pemerataan kualitas pendidikan di wilayahnya. Termasuk, pembenahan kualitas dari sekolah swasta.

Warsito mengaku, guna mempersiapkan PPDB 2024 nanti, pemerintah telah menyiapkan rapat koordinasi sejak dini. Dengan begitu, pemda paham betul regulasi turunan yang harus dibuat oleh mereka terkait implementasi PPDB zonasi tersebut. Nantinya, sosialisasi pun akan dimasifkan jauh-jauh hari sebelum proses PPDB berlangsung. Selain itu, pemerintah akan membentuk satgas pengawasan PPDB.

Dalam kesempatan terpisah, Menko PMK Muhadjir Effendy mengungkapkan, pada prinsipnya, zonasi digulirkan untuk menyelesaikan persoalan kastanisasi pendidikan yang banyak mendapat kritikan serta praktik curang akibat orang-orang yang ingin menyekolahkan anaknya di sekolah favorit.

Sebelum diterapkan pun, sistem zonasi ini telah dikaji oleh Balitbang Kemendikbud. Hasilnya pun turut diamini oleh Ombudsman bahwasanya sistem ini jadi pilihan terbaik untuk mengatasi praktik kastanisasi sekolah negeri. “Bahwa di lapangan pasti banyak masalah, itu iya. Tapi, kalau ada masalah bukan kemudian zonasi harus dihapus,” ungkapnya ditemui Kamis (24/8).

Muhadjir sendiri mengaku belum mendapat arahan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menghapus sistem ini. Kendati demikian, evaluasi tetap berjalan. Kalau pun nantinya harus dihapus dan ada sistem yang lebih meyakinkan, menurutnya, tak jadi soal.

Menurutnya, zonasi sejatinya terpulang ke pemda untuk segera membuat program pemerataan kualitas pendidikan. Selama masyarakat masih meyakini adanya sekolah favorit dan bukan favorit maka risiko adanya praktik curang masih akan terjadi. Baik itu pemalsuan KTP, pemalsuan kartu keluarga, pura-pura pindah ke tempat tertentu pun dimungkinkan terjadi.

Masalah-masalah tersebut pun, kata dia, semestinya tak perlu terjadi karena bisa diantisipasi jauh-jauh hari. Persiapan PPDB 2024 sudah bisa dirancang dari sekarang. Mengingat, jumlah calon siswa sudah bisa diprediksi dan jumlah kursi pun dapat diketahui saat ini. “Lah kan yang mau masuk SMP kan yang kelas 6 SD, bisa dihitung berapa kursi dibutuhkan, berapa sekolah yang menerima mereka. Begitu juga untuk SMA juga sama. Kalau kursinya kurang, tambah. Masih ada waktu setahun,” tegasnya.

Persiapan ini menyangkut sekolah swasta. Mantan Mendikbud itu mendesak agar sekolah swasta yang mutu-nya kurang harus diafirmasi oleh pemerintah daerah. Ini sebagai bentuk tanggung jawab pemda karena sudah memberikan izin pendirian sekolah. Tidak lepas tangan dan menyerahkan sepenuhnya pada pengolah swasta. Sebab, bila nantinya sekolah menghasilkan lulusan tidak bermutu maka yang harus menanggung bebannya adalah negara. Padahal ada dana alokasi khusus (DAK) yang bisa dimanfaatkan pemda untuk pemerataan kualitas pendidikan ini. “Sebetulnya tidak sulit kalau ada kemauan betul dari pemda,” ungkapnya.

Disinggung soal pengawasan, Mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Malang ini mengatakan, dulu sempat ada satgas PPDB di Kemendikbudristek. Satgas ini bertugas melakukan mengawasi jalanya PPDB dan memberi masukan soal daerah yang perlu sekolah baru hingga soal rotasi guru untuk pemerataan pendidikan. Namun, ia tak mengetahui apakah masih ada atau tidak. “Nanti saya cek dulu ke Kemendikbudristek,” pungkasnya.

Keputusan pemerintah tak jadi menghapus zonasi ini pun diapresiasi dari Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G). Koordinator Nasional P2G Satriwan Salim menyebut, sejak awal pihaknya memang meminta agar ini tetap dipertahankan.

“Tahun depan masih ada, ya justru memang harus dipertahankan. Yang kami minta kan perlu adanya pembenahan implementasinya di daerah, perlu evaluasi total,” tegasnya. Apalagi melihat banyaknya penyimpangan-penyimpangan yang jauh dari tujuan awal PPDB zonasi. Mulai dari tidak diterimanya calon siswa miskin atau calon siswa yang rumahnya dekat dengan sekolah negeri.

Menurutnya, persoalan pokok zonasi ini sama. Yakni, ketidakmerataan sekolah negeri di Indonesia. Ada dua kondisi, di mana ada lokasi dengan jumlah sekolah negeri sedikit namun calon siswa banyak dan sebaliknya, jumlah siswa sedikit namun sekolah negeri di dekatnya terlampau banyak. Pada kasus kedua, mengakibatkan adanya sekolah-sekolah yang akhirnya tidak memiliki siswa sama sekali di tahun ajaran ini.

“Karenanya kami mendorong agar pembangunan unit sekolah baru berdasarkan kajian analisisi demografis,” tuturnya. Itu pun harus tetap memperhatikan sekolah swasta yang sudah ada saat ini. Dia berharap, kondisi di Bekasi dan Tangerang tak terjadi di wilayah lain. di mana, banyak sekolah swasta kehilangan murid karena pemda sedang gemar membuka unit sekolah baru. “Jangan sampai sekolah baru dibangun agresif dengan mengabaikan sekolah swasta. Sehingga menyebabkan mereka bubar,” sambungnya.

Sementara, bagi kondisi di wilayah yang memang jumlah calon siswa banyak sementara sekolah negeri minim, Satriwan sepakat bahwa kerja sama dengan swasta bisa jadi salah satu solusi. Ini akan jadi win-win solution, yang mana siswa tetap bisa bersekolah dengan pembiayaan dari pemda dan sekolah swasta terbantu secara ekonomi.

Di DKI Jakarta sistem ini memang sudah berjalan. Namun kekurangannya, kata dia, kebanyakan sekolah swasta unggul tidak terlibat dalam PPDB terpadu ini. Sehingga rata-rata sekolah swasta yang ikut berstandar menengah ke bawah. “Kekurangannya, fasilitas tidak lengkap dan guru juga kurang (standar mutu, red),” katanya.

Oleh karenanya,ia berharap,PPDB zonasi kedepan bisa merangkul sekolah swasta unggul. Pemerintah bisa memberikan MOU pada pihak swasta tersebut sebagai opsi kerja sama. Dengan begitu, anak tetap bisa merasakan sekolah berkualitas. (mia/jpg)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Wacana penghapusan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dengan sistem zonasi batal. Pemerintah pastikan skema zonasi masih akan digunakan di tahun depan.

Hal tersebut disampaikan oleh Deputi Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Moderasi Beragama Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Warsito. Dia menegaskan, zonasi bakal tetap diaplikasikan dengan perbaikan-perbaikan yang dilakukan dari evaluasi dan masukan atas pelaksanaan PPDB zonasi di tahun ini. “Jadi sampai saat ini pemerintah konsepnya tetap melakukan PPDB berbasis zonasi,” ujarnya pada Jawa Pos (induk grup Sumut Pos), Rabu (23/8).

Hanya saja, penerapannya bakal sedikit berbeda. Rencananya, PPDB zonasi bakal dibuat terpadu. Maksudnya, nantinya PPDB di sekolah negeri dan swasta menjadi satu pengelolaan zonasi.

Menurutnya, DKI Jakarta sudah jadi best practice dari penerapan PPDB zonasi terpadu ini. “Sehingga ketika sekolah negeri sudah penuh ini maka sekolah swasta di dekatnya itu sebagai pelimpahan,” ungkapnya.

Adanya anggaran untuk pembiayaan pendidikan hingga jenjang SMA membuatnya optimis sistem ini bisa berjalan nantinya. Sehingga, mereka yang tidak diterima di sekolah negeri dan dialihkan ke swasta bisa tetap mendapat pembiayaan dari pemerintah.

Lalu, apakah semua sekolah swasta, termasuk swasta mahal bakal terlibat? Warsito mengaku, hal ini sempat menjadi bahan diskusi di internal pemerintah. Ada wacana nantinya, pemerintah akan melobi sekolah-sekolah swasta tersebut untuk bisa dititipin dan bisa memberikan keringanan terkait SPP siswa sesuai dengan kemampuan pemerintah. “Tentu ini masih proses (diskusi, red), debatable dan terbuka untuk diberikan saran,” ungkapnya.

Selain itu, pemerintah daerah (pemda) akan didorong untuk melakukan pemerataan kualitas pendidikan di wilayahnya. Termasuk, pembenahan kualitas dari sekolah swasta.

Warsito mengaku, guna mempersiapkan PPDB 2024 nanti, pemerintah telah menyiapkan rapat koordinasi sejak dini. Dengan begitu, pemda paham betul regulasi turunan yang harus dibuat oleh mereka terkait implementasi PPDB zonasi tersebut. Nantinya, sosialisasi pun akan dimasifkan jauh-jauh hari sebelum proses PPDB berlangsung. Selain itu, pemerintah akan membentuk satgas pengawasan PPDB.

Dalam kesempatan terpisah, Menko PMK Muhadjir Effendy mengungkapkan, pada prinsipnya, zonasi digulirkan untuk menyelesaikan persoalan kastanisasi pendidikan yang banyak mendapat kritikan serta praktik curang akibat orang-orang yang ingin menyekolahkan anaknya di sekolah favorit.

Sebelum diterapkan pun, sistem zonasi ini telah dikaji oleh Balitbang Kemendikbud. Hasilnya pun turut diamini oleh Ombudsman bahwasanya sistem ini jadi pilihan terbaik untuk mengatasi praktik kastanisasi sekolah negeri. “Bahwa di lapangan pasti banyak masalah, itu iya. Tapi, kalau ada masalah bukan kemudian zonasi harus dihapus,” ungkapnya ditemui Kamis (24/8).

Muhadjir sendiri mengaku belum mendapat arahan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menghapus sistem ini. Kendati demikian, evaluasi tetap berjalan. Kalau pun nantinya harus dihapus dan ada sistem yang lebih meyakinkan, menurutnya, tak jadi soal.

Menurutnya, zonasi sejatinya terpulang ke pemda untuk segera membuat program pemerataan kualitas pendidikan. Selama masyarakat masih meyakini adanya sekolah favorit dan bukan favorit maka risiko adanya praktik curang masih akan terjadi. Baik itu pemalsuan KTP, pemalsuan kartu keluarga, pura-pura pindah ke tempat tertentu pun dimungkinkan terjadi.

Masalah-masalah tersebut pun, kata dia, semestinya tak perlu terjadi karena bisa diantisipasi jauh-jauh hari. Persiapan PPDB 2024 sudah bisa dirancang dari sekarang. Mengingat, jumlah calon siswa sudah bisa diprediksi dan jumlah kursi pun dapat diketahui saat ini. “Lah kan yang mau masuk SMP kan yang kelas 6 SD, bisa dihitung berapa kursi dibutuhkan, berapa sekolah yang menerima mereka. Begitu juga untuk SMA juga sama. Kalau kursinya kurang, tambah. Masih ada waktu setahun,” tegasnya.

Persiapan ini menyangkut sekolah swasta. Mantan Mendikbud itu mendesak agar sekolah swasta yang mutu-nya kurang harus diafirmasi oleh pemerintah daerah. Ini sebagai bentuk tanggung jawab pemda karena sudah memberikan izin pendirian sekolah. Tidak lepas tangan dan menyerahkan sepenuhnya pada pengolah swasta. Sebab, bila nantinya sekolah menghasilkan lulusan tidak bermutu maka yang harus menanggung bebannya adalah negara. Padahal ada dana alokasi khusus (DAK) yang bisa dimanfaatkan pemda untuk pemerataan kualitas pendidikan ini. “Sebetulnya tidak sulit kalau ada kemauan betul dari pemda,” ungkapnya.

Disinggung soal pengawasan, Mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Malang ini mengatakan, dulu sempat ada satgas PPDB di Kemendikbudristek. Satgas ini bertugas melakukan mengawasi jalanya PPDB dan memberi masukan soal daerah yang perlu sekolah baru hingga soal rotasi guru untuk pemerataan pendidikan. Namun, ia tak mengetahui apakah masih ada atau tidak. “Nanti saya cek dulu ke Kemendikbudristek,” pungkasnya.

Keputusan pemerintah tak jadi menghapus zonasi ini pun diapresiasi dari Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G). Koordinator Nasional P2G Satriwan Salim menyebut, sejak awal pihaknya memang meminta agar ini tetap dipertahankan.

“Tahun depan masih ada, ya justru memang harus dipertahankan. Yang kami minta kan perlu adanya pembenahan implementasinya di daerah, perlu evaluasi total,” tegasnya. Apalagi melihat banyaknya penyimpangan-penyimpangan yang jauh dari tujuan awal PPDB zonasi. Mulai dari tidak diterimanya calon siswa miskin atau calon siswa yang rumahnya dekat dengan sekolah negeri.

Menurutnya, persoalan pokok zonasi ini sama. Yakni, ketidakmerataan sekolah negeri di Indonesia. Ada dua kondisi, di mana ada lokasi dengan jumlah sekolah negeri sedikit namun calon siswa banyak dan sebaliknya, jumlah siswa sedikit namun sekolah negeri di dekatnya terlampau banyak. Pada kasus kedua, mengakibatkan adanya sekolah-sekolah yang akhirnya tidak memiliki siswa sama sekali di tahun ajaran ini.

“Karenanya kami mendorong agar pembangunan unit sekolah baru berdasarkan kajian analisisi demografis,” tuturnya. Itu pun harus tetap memperhatikan sekolah swasta yang sudah ada saat ini. Dia berharap, kondisi di Bekasi dan Tangerang tak terjadi di wilayah lain. di mana, banyak sekolah swasta kehilangan murid karena pemda sedang gemar membuka unit sekolah baru. “Jangan sampai sekolah baru dibangun agresif dengan mengabaikan sekolah swasta. Sehingga menyebabkan mereka bubar,” sambungnya.

Sementara, bagi kondisi di wilayah yang memang jumlah calon siswa banyak sementara sekolah negeri minim, Satriwan sepakat bahwa kerja sama dengan swasta bisa jadi salah satu solusi. Ini akan jadi win-win solution, yang mana siswa tetap bisa bersekolah dengan pembiayaan dari pemda dan sekolah swasta terbantu secara ekonomi.

Di DKI Jakarta sistem ini memang sudah berjalan. Namun kekurangannya, kata dia, kebanyakan sekolah swasta unggul tidak terlibat dalam PPDB terpadu ini. Sehingga rata-rata sekolah swasta yang ikut berstandar menengah ke bawah. “Kekurangannya, fasilitas tidak lengkap dan guru juga kurang (standar mutu, red),” katanya.

Oleh karenanya,ia berharap,PPDB zonasi kedepan bisa merangkul sekolah swasta unggul. Pemerintah bisa memberikan MOU pada pihak swasta tersebut sebagai opsi kerja sama. Dengan begitu, anak tetap bisa merasakan sekolah berkualitas. (mia/jpg)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/