SUMUTPOS.CO – Suara keprihatinan dari kampus terhadap situasi demokrasi di tanah air meluas. Setelah Universitas Gadjah Mada dan Universitas Islam Indonesia, kemarin (2/2) giliran Universitas Indonesia, Universitas Andalas, dan Universitas Hasanuddin yang melontarkannya.
DEWAN Guru Besar Universitas Indonesia (DGB UI) menyampaikan ajakan untuk memulihkan kondisi demokrasi. Puluhan guru besar itu membacakan seruan kebangsaan bertajuk Genderang UI Bertalu Kembali di kampus mereka di Depok kemarin (2/2).
“Negeri kami tampak kehilangan kemudi akibat kecurangan dalam perebutan kekuasaan, nihil etika, menggerus keluhuran budaya serta kesejatian bangsa, serta merampas akses keadilan kelompok miskin terhadap hak pendidikan, kesehatan, layanan publik, dan berbagai kelayakan hidup,” kata Ketua DGB UI, Prof Harkristuti Harkrisnowo.
Dalam tataran pembangunan, pihaknya juga menilai banyak yang keluar dari ketentuan. Pembangunan, lanjutnya, dilakukan tanpa adanya akal budi dan di bawah kendali nafsu. “Mereka lupa bahwa di dalam hutan, di pinggir sungai, danau, dan pantai ada orang-orang, flora dan fauna, serta keberlangsungan kebudayaan masyarakat adat bangsa kita. Kami cemas kegentingan saat ini akan bisa menghancurkan masa depan bangsa Indonesia,” terangnya.
Mereka juga melihat adanya paksaan untuk memilih calon tertentu dalam Pemilu 2024. DGB UI mengajak semua pihak untuk bersama melawan penindasan berbentuk ancaman kebebasan berekspresi. “Menuntut agar semua ASN, pejabat pemerintah, TNI dan Polri dibebaskan dari paksaan untuk memenangkan salah satu paslon,” katanya. Dia juga mengajak seluruh perguruan tinggi di Indonesia mengawasi dan mengawal secara ketat pelaksanaan pemungutan suara. Sekaligus juga penghitungannya di wilayah masing-masing.
Dari Padang, Sumatera Barat, sekitar seratus civitas akademika Universitas Andalas (Unand) menyuarakan aspirasi mereka lewat Manifesto untuk Penyelamatan Bangsa di depan Convention Hall Unand. Tak sekadar berbicara, juga diutarakan berbentuk puisi bentuk protes terhadap sepak terjang Presiden Joko Widodo yang dinilai terlalu dalam mencemplungkan diri dalam dinamika Pilpres dan Pemilu 2024.
Dr Hary Efendi, salah seorang penggagas kegiatan, menambahkan, kegiatan tersebut wujud keprihatinan terkait dengan kondisi Indonesia yang saat ini dianggap tidak baik-baik saja. “Turunnya kampus-kampus di pelosok negeri kita tentu sebagai bukti bahwasanya kita memiliki sinyal yang sama bahwa negara kita tidak dalam keadaan yang baik-baik saja. Sehingga kami turun ke jalan hari ini menyatakan sikap dan mudah-mudahan didengar oleh pemangku kekuasaan hari ini,” katanya. Calon presiden nomor urut 1 Anies Baswedan mengaku senang, akhirnya kampus-kampus di Indonesia bersuara terkait kondisi demokrasi terkini jelang Pemilu 2024. “Kami senang bahwa kampus menyuarakan dan itu menunjukkan bahwa kampus peduli, kampus tidak diam menyaksikan kondisi bangsa,” ujar Anies kepada wartawan, Jumat (2/2).
Ia mengatakan sudah sewajarnya kampus-kampus di Indonesia bersuara terkait hal itu. Pasalnya, pemilu mendatang akan menentukan arah Indonesia ke depan. “Memang pemilu besok itu adalah sebuah pemilu yang akan menentukan arah ke depan,” tukasnya.
Mantan Gubernur DKI Jakarta itu menyebut pastinya suara yang disampaikan kampus-kampus tersebut adalah hasil dari menangkap keresahan yang terjadi saat ini. “Dan kami sudah menyampaikan pesan ini sejak lama, menjaga netralitas, menjaga keadilan, wasit supaya menjadi wasit yang fair. Wasit yang tidak merangkap pemain, wasit yang tidak merangkap promotor,” tegasnya. Pihak Istana menanggapi akademisi kampus di Indonesia yang beramai-ramai membuat petisi maupun pernyataan sikap mengkritisi Presiden Joko Widodo agar bertindak sesuai koridor demokrasi dalam menghadapi Pemilu 2024. Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana menganggap wajar pertarungan opini yang muncul jelang pemilu. Dia juga menyinggung strategi politik partisan.
“Kita cermati di tahun politik, jelang pemilu pasti munculkan sebuah pertarungan opini, penggiringan opini. Pertarungan opini dalam kontestasi politik adalah sesuatu yang juga wajar aja. Apalagi kaitannya dengan strategi politik partisan untuk politik elektoral,” kata Ari di Kompleks Kemensetneg, Jakarta, Jumat (2/2).
Meski begitu, Ari menegaskan kritik dari akademisi kampus itu sebagai kebebasan berbicara dan merupakan hak demokrasi warga negara. Baginya, di negara demokrasi seperti Indonesia kebebasan berpendapat, mengeluarkan petisi hingga seruan sangat wajar dan harus dihormati.
“Apalagi kita bicara kritik. Kritik bisa diibaratkan sebagai vitamin untuk memperbaiki kualitas demokrasi. Dan sisi kita menghargai perbedaan pendapat. Perbedaan perspektif itu wajar dalam demokrasi. Demokrasi juga ditandai perbedaan pendapat,” kata dia.
Di sisi lain, Ari tetap mengingatkan ketika membangun pertarungan opini harus berada pada koridor perdebatan yang sehat. “Pak Presiden kan sudah sampaikan freedom of speech. Kebebasan berpendapat jadi hak demokrasi,” kata dia.
Jokowi Dorong Pemilu Demokratis
Presiden Joko Widodo, kemarin menghadiri sekaligus membuka Kongres XVI Gerakan Pemuda (GP) Ansor di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Dalam sambutannya, Jokowi mendorong GP Ansor untuk mendukung pelaksanaan pemilihan umum (pemilu) yang demokratis. “Wajah NU ke depan akan diwarnai oleh kepemimpinan dan arah gerak GP Ansor hari ini. Orang muda hari ini adalah pemimpin atau penentu masa depan,” ucapnya. Menurut dia, Indonesia akan menyelenggarakan agenda akbar nasional, yaitu Pemilu 2024. Terkait hal tersebut, Presiden Jokowi mendorong semua pihak, termasuk GP Ansor, untuk berkomitmen memastikan pemilu berlangsung secara demokratis.
Jokowi mengatakan, pemilu harus dipastikan berlangsung aman dan tertib serta transparan. Yang paling penting, pemilu harus menggembirakan, tidak meresahkan, tidak menakutkan, dan tidak mengkhawatirkan. Kepala negara juga menekankan bahwa persatuan dan keutuhan bangsa harus ditempatkan di atas segalanya. Menurut dia, GP Ansor harus menjadi garda terdepan untuk menjaga persaudaraan dan keutuhan Indonesia serta aktif mendinginkan suasana menjelang pemilu.
Jokowi mengatakan, jika tensi politik naik, harus aktif mendinginkan. “Untuk memberikan klarifikasi juga penting agar masyarakat tidak terseret pada berita-berita bohong, berita hoaks yang merugikan kita semuanya,” paparnya. (bry/lum/mia/y/c17/ttg/jpg/adz)