25 C
Medan
Sunday, September 29, 2024

Korupsi Petinggi PKS Paling Disorot Media

JAKARTA- Lembaga survei Pol-Tracking Institute telah melakukan survei mengenai pemberitaan media massa dengan persepsi publik terhadap partai politik. Dari survei itu, ditemukan bahwa faktor korupsi adalah faktor yang paling berpengaruh terhadap kegagalan partai pada pemilu 2014 dibandingkan dengan faktor lainnya.

Logo PKS
Logo PKS

Hal ini, bisa terlihat bahwa berdasarkan hasil survei, elektabilitas Partai Demokrat terus menurun dari bulan Oktober 2013 sebesar 8,8 persen sementara bulan Desember 2013 sebesar 7,92 persen. Hasil ini, jauh turun dibanding Pemilu 2009 Partai Demokrat memperoleh suara mencapai 20,85 persen.

Tak hanya Demokrat, PKS juga terus turun dibanding Pemilu 2009 dengan perolehan suara 7,8 persen, sementara pada tahun 2013 bulan Oktober hanya tinggal 2,9 persen dan 3 persen pada bulan Desember.

Kedua partai politik ini, elektabilitasnya terus turun karena kasus hukum yang menjerat petingginya terus menerus diberitakan oleh media. Partai Demokrat paling banyak diberitakan sebanyak 35,8 persen sementara PKS di urutan kedua sebanyak 26,1 persen.

Dari hasil survei Pol-tracking, yang dilakukan pada 13 September-11 Oktober 2013 dengan responden 2.010 dengan tingkat kepercayaan 95 persen. Sementara pada 16-23 Desember 2013, dengan responden 1,200  dengan margin error 5 persen. Survei ini dilakukan di 33 provinsi secara serentak.

Ditemukan bahwa, pengaruh pemberitaan media massa sangat besar terhadap persepsi kepada partai politik, yaitu sebesar 75 persen. Sementara sebesar 46,96 persen publik mengetahui informasi mengenai partai politik melalui pemberitaan di media masa.

Media yang paling banyak diakses oleh publik adalah televisi yaitu sebanyak 77,1 persen. Sementara pembaca koran sekitar 10 persen dan hanya 7,2 persen yang mengakses internet atau media online.

“Program TV yang paling banyak ditonton adalah berita,” kata Direktur eksekutif Pol-Tracking Institute, Hanta Yuda di Hotel Morrissey, Jakarta, Selasa 14 Januari 2014.

Padahal, di televisi 43 persen pemberitaan mengenai kasus hukum. Sementara isu-isu lainnya seperti kebijakan publik hanya 12,7 persen, kegiatan partai 11 persen, pencalegan 9,5 persen dan pencapresan hanya 2,8 persen.

Menariknya pemberitaan kasus hukum di media massa terkait Demokrat dan PKS memiliki tone negatif paling banyak. Bahkan PKS yang paling banyak disorot media massa. Sebanyak 46,7 persen berita tentang korupsi petinggi PKS, Demokrat sebesar 20,5 persen dari total berita Demokrat, dan Golkar 31 persen dari total berita Golkar.

Sehingga, tak heran jika kasus-kasus korupsi yang menimpa dua partai itu, Demokrat dan PKS, sangat mendominasi di pemberitaan.

Tone negatif pemberitaan PKS misalnya pada kasus korupsi yang menjerat mantan Presiden PKS, Luthfi Hasan Ishaaq, tiga tsunami yang menghantam PKS, serta sindiran Ahmad Mubarok yang menyindir PKS bahwa sejarah telah berubah karena kasus sapi.

Pemberitaan PKS dengan tone positif juga hanya sedikit, misalnya PKS menang di Pilgub Jawa Barat dan Sumatera Utara.

Sementara di partai Demokrat misalnya, banyak diberitakan mengenai keterlibatan Sekjen Demokrat, Edhie Baskoro Yudhoyono atau Ibas dalam kasus Hambalang.

Selain itu, kasus yang banyak diberitakan adalah prahara partai Demokrat dalam Kongres Luar Biasa, kasus hukum Anas Urbaningrum yang diseret dalam persoalan politik, konvensi untuk dongkrak elektabilitas, konvensi capres hanya adu uang dan partai yang paling korup.

Sedangkan tone positif Partai Demokrat di pemberitaan hanya mengenai SBY sebagai Ketua Umum, dan konvensi mampu memperbaiki citra Partai Demokrat.

Pemberitaan negatif juga menyerang partai Golkar, misalnya dengan kasus perebutan kursi ketua umum, adanya korelasi anggaran Lapindo dengan dukungan Golkar. Golkar juga ditantang menolak kenaikan BBM, korupsi Akil Mochtar, dinasti Atut dan korupsinya. (bbs/val)
Sementara, pemberitaan positif mengenai Golkar adalah dalam beberapa survei Golkar menduduki elektabilitas di atas, serta adanya pemberitaan “jaman Golkar lebih nyaman” dan Golkar juga membidik dua juta suara di Malaysia. Di media massa sendiri, Golkar hanya diberitakan sebanyak 10,4 persen. (bbs/val)

JAKARTA- Lembaga survei Pol-Tracking Institute telah melakukan survei mengenai pemberitaan media massa dengan persepsi publik terhadap partai politik. Dari survei itu, ditemukan bahwa faktor korupsi adalah faktor yang paling berpengaruh terhadap kegagalan partai pada pemilu 2014 dibandingkan dengan faktor lainnya.

Logo PKS
Logo PKS

Hal ini, bisa terlihat bahwa berdasarkan hasil survei, elektabilitas Partai Demokrat terus menurun dari bulan Oktober 2013 sebesar 8,8 persen sementara bulan Desember 2013 sebesar 7,92 persen. Hasil ini, jauh turun dibanding Pemilu 2009 Partai Demokrat memperoleh suara mencapai 20,85 persen.

Tak hanya Demokrat, PKS juga terus turun dibanding Pemilu 2009 dengan perolehan suara 7,8 persen, sementara pada tahun 2013 bulan Oktober hanya tinggal 2,9 persen dan 3 persen pada bulan Desember.

Kedua partai politik ini, elektabilitasnya terus turun karena kasus hukum yang menjerat petingginya terus menerus diberitakan oleh media. Partai Demokrat paling banyak diberitakan sebanyak 35,8 persen sementara PKS di urutan kedua sebanyak 26,1 persen.

Dari hasil survei Pol-tracking, yang dilakukan pada 13 September-11 Oktober 2013 dengan responden 2.010 dengan tingkat kepercayaan 95 persen. Sementara pada 16-23 Desember 2013, dengan responden 1,200  dengan margin error 5 persen. Survei ini dilakukan di 33 provinsi secara serentak.

Ditemukan bahwa, pengaruh pemberitaan media massa sangat besar terhadap persepsi kepada partai politik, yaitu sebesar 75 persen. Sementara sebesar 46,96 persen publik mengetahui informasi mengenai partai politik melalui pemberitaan di media masa.

Media yang paling banyak diakses oleh publik adalah televisi yaitu sebanyak 77,1 persen. Sementara pembaca koran sekitar 10 persen dan hanya 7,2 persen yang mengakses internet atau media online.

“Program TV yang paling banyak ditonton adalah berita,” kata Direktur eksekutif Pol-Tracking Institute, Hanta Yuda di Hotel Morrissey, Jakarta, Selasa 14 Januari 2014.

Padahal, di televisi 43 persen pemberitaan mengenai kasus hukum. Sementara isu-isu lainnya seperti kebijakan publik hanya 12,7 persen, kegiatan partai 11 persen, pencalegan 9,5 persen dan pencapresan hanya 2,8 persen.

Menariknya pemberitaan kasus hukum di media massa terkait Demokrat dan PKS memiliki tone negatif paling banyak. Bahkan PKS yang paling banyak disorot media massa. Sebanyak 46,7 persen berita tentang korupsi petinggi PKS, Demokrat sebesar 20,5 persen dari total berita Demokrat, dan Golkar 31 persen dari total berita Golkar.

Sehingga, tak heran jika kasus-kasus korupsi yang menimpa dua partai itu, Demokrat dan PKS, sangat mendominasi di pemberitaan.

Tone negatif pemberitaan PKS misalnya pada kasus korupsi yang menjerat mantan Presiden PKS, Luthfi Hasan Ishaaq, tiga tsunami yang menghantam PKS, serta sindiran Ahmad Mubarok yang menyindir PKS bahwa sejarah telah berubah karena kasus sapi.

Pemberitaan PKS dengan tone positif juga hanya sedikit, misalnya PKS menang di Pilgub Jawa Barat dan Sumatera Utara.

Sementara di partai Demokrat misalnya, banyak diberitakan mengenai keterlibatan Sekjen Demokrat, Edhie Baskoro Yudhoyono atau Ibas dalam kasus Hambalang.

Selain itu, kasus yang banyak diberitakan adalah prahara partai Demokrat dalam Kongres Luar Biasa, kasus hukum Anas Urbaningrum yang diseret dalam persoalan politik, konvensi untuk dongkrak elektabilitas, konvensi capres hanya adu uang dan partai yang paling korup.

Sedangkan tone positif Partai Demokrat di pemberitaan hanya mengenai SBY sebagai Ketua Umum, dan konvensi mampu memperbaiki citra Partai Demokrat.

Pemberitaan negatif juga menyerang partai Golkar, misalnya dengan kasus perebutan kursi ketua umum, adanya korelasi anggaran Lapindo dengan dukungan Golkar. Golkar juga ditantang menolak kenaikan BBM, korupsi Akil Mochtar, dinasti Atut dan korupsinya. (bbs/val)
Sementara, pemberitaan positif mengenai Golkar adalah dalam beberapa survei Golkar menduduki elektabilitas di atas, serta adanya pemberitaan “jaman Golkar lebih nyaman” dan Golkar juga membidik dua juta suara di Malaysia. Di media massa sendiri, Golkar hanya diberitakan sebanyak 10,4 persen. (bbs/val)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/