Relasi emosional Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) selaku ‘big bos’ Demokrat sulit dilepaskan dari Hatta Rajasa yang digandeng Prabowo Subianto sebagai cawapres dalam Pilpres 9 Juli mendatang.
Kendati disebut pemimpin gerakan ‘non-blok’, hubungan besan dalam kekerabatan SBY dan Hatta Rajasa adalah faktor pendorong ketidaknetralan itu. Strategi lain, dengan bermodal 61 kursi di DPR, Demokrat dipastikan meminta jatah kursi menteri sebagai pendukung pemerintahan pemenang Pilpres di parlemen. Demikian kesimpulan sejumlah analisis politik yang dirangkum koran ini.
Sempat mati langkah dalam percaturan koalisi pasangan capres-cawapres Pilpres, Partai Demokrat mulai memainkan gaya politik ‘leha-leha’. Sikap politik yang menyatakan tak akan bergabung secara formal dengan pasangan capres-cawapres manapun alias ‘non-blok’ dianggap sekadar basa-basi.
Saat membuka Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Tim Pengendalian Inflasi Daerah di Hotel Sahid, Jakarta, Rabu (21/5) pagi, Presiden SBY mengatakan dalam beberapa perbincangan mengenai Pilpres, dirinya sering disebut sebagai pemimpin gerakan ‘non-blok’. Namun presiden yang lebih dikenal dengan sapaan SBY itu menegaskan bahwa dia adalah pemimpin gerakan ‘non-blok’ yang tidak golput.
“Pertama-tama saya masih presiden. Sekarang ini kalau tidak bicara pemilu dibilangnya tidak afdhal,” tukasnya.
SBY lalu bercerita bahwa dia sering disebut sebagai pemimpin gerakan ‘non-blok’. “Tapi saya pemimpin gerakan non-blok yang tidak golput,” ujarnya yang disambut tawa oleh peserta rakornas, yang merupakan kepala daerah se-Indonesia.
Dalam acara rakornas itu hadir pula Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo, calon presiden yang diusung koalisi PDI Perjuangan, NasDem, PKB, dan Hanura.
SBY mengatakan dirinya juga sering diminta untuk memprediksi hasil pemilu presiden tahun ini. Menurut SBY, dia kemudian melakukan kontempelasi dan melakukan analisa. Berdasarkan hasil kontemplasi dan analisanya, SBY berkesimpulan bahwa pilpres tahun ini berlangsung satu putaran.
“Akhirnya saya simpulkan, pertama, pasti pilpres sekarang satu putaran. Kedua, pasti presiden Indonesia yang akan datang adalah orang Indonesia,” ujarnya, yang lagi-lagi disambut tawa riuh para peserta rakornas.
Di tempat berbeda, Ketua Harian Partai Demokrat Syarif Hasan menyatakan, sejak Rabu (21/5), kader partai dan anggota Partai Demokrat akan mengamati setiap langkah dan kebijakan yang akan disampaikan para calon presiden dan calon wakil presiden kepada bangsa dan rakyat indonesia.
Menteri UKM dan koperasi itu menuturkan, sekalipun Demokrat memilih ‘non-blok’, pihaknya tidak lantas menjadi golput. Dia memastikan, suara para kader PD tetap akan diberikan kepada pasangan capres dan cawapres yang dinilai memiliki platform serta visi dan misi yang sejalan dengan partainya.
“Mulai hari ini (kemarin, Red) Partai Demokrat akan menyimak, mengikuti kebijakan para capres, dan upaya mengatasi berbagai masalah tantangan nasional, baik saat ini maupun mendatang,” tegasnya. Sekjen DPP PDIP Tjahjo Kumolo mengharapkan Demokrat dan SBY konsisten dengan pernyataannya untuk tidak memihak kepada satu capres tertentu. “Kami berharap SBY menepati janjinya, di sisa pemerintahan dapat netral. Sebab, partainya tidak punya pasangan capres-cawapres,” imbuh Tjahjo.
Pengamat politik Said Salahudin dalam wawancara dengan JPNN, menyebutkan, sikap politik Partai Demokrat yang menyatakan tidak akan bergabung secara formal dengan pasangan capres-cawapres manapun tidak memiliki signifikansi.
’’Menurut saya pernyataan SBY selaku ketum Demokrat itu pernyataan basi. Sebab, tanpa harus disampaikan pun, sudah otomatis tak bisa lagi ikut mengusung pasangan calon manapun secara formal. Pada menit terakhir ditutupnya pendaftaran capres-cawapres di KPU, di menit itu pula Demokrat resmi menjadi penonton. Jadi penyampaian sikap politik itu sudah lewat momentumnya,” kata dia.
Hal senada diutarakan pengamat politik Karyono Wibowo. Menurutnya, SBY tidak gentlemen untuk menempatkan posisinya di dalam koalisi. Karena publik sangat paham bahwa hal itu hanya untuk menyelematkan dirinya dari tidak berhasil memajukan pemenang konvensi, Dahlan Iskan menjadi capres ataupun cawapres. ’’Sikap abstain itu bagian dari penyelamatan diri Demokrat saja,” ucapnya kepada JPNN.
Meski begitu, dirinya meyakini meski menyatakan netral namun secara diam-diam Demokrat tetap mendukung pasangan Prabowo-Hatta. ’’Di situ kan ada Hatta Rajasa sebagai besannya. Jadi dia juga tidak mau dianggap mempermainkan politik keluarga. Sikap Demokrat ini sebenarnya juga sudah bisa terbaca publik,” tukasnya.
Pengamat politik dari Populi Center, Nico Harjanto, berpendapat massa Partai Demokrat sangat cair. “Demokrat belum punya konstituen yang militan dan solid. Suaranya naik turun cepat sekali. Jadi, kalau SBY mendukung Prabowo-Hatta, mendukung secara tidak formal, tidak berpengaruh,” ujar Nico saat dihubungi Rabu (21/5). (bbs/val)