TAK HANYA sekadar memberikan sebuah hiburan, namun bagaimana mampu mempresentasekan suasana budaya suatu kelompok masyarakat, nilai-nilai, norma, hingga cara-cara kehidupan. Pesan itulah yang coba disampaikan Program Studi (Prodi) Antropologi Sosial Pascasarjana Universitas Negeri Medan saat menampilkan pertunjukan Kuda Kepang dari Sanggar Kesenian SEKAR, pada Jumat (22/11) lalu.
Setidaknya, pertunjukan bernuansa budaya itu mampu mencerminkan unsur-unsur religi, tatanan sosial, perekonomian, baik di masa lalu maupun kebudayaan aktual kontemporer.
Sesaat tiba di halaman parkir Pascasarjana Unimed, alat musik yang tersusun rapi mulai dialunkan. Pengantar oleh ketua Prodi Dr. Phil. Ichwan Azhari, MS menjadi penyelaras acara. Dalam kesempatan itu Ichwan menyatakan bahwa pertunjukan menyimpan data atau teks budaya, rekaman kebudayaan suatu kelompok masyarakat, misalnya tarian Kuda Kepang ini yang mencerminkan patriotisme prajurit perang Kerajaan Jawa yang heroik. “Pertunjukan rakyat yang lain seperti Opera Batak juga mencerminkan kehidupan Orang Batak Danau Toba-nya. Teater rakyat Melayu, Mak Yong juga merupakan sebuah pertunjukan yang mencerminkan kehidupan Orang Melayu, baik kisah-kisahnya tentang kerajaan atau pun rakyat biasa,”ungkapnya.
Asisten Direktur I Pascasarjana Unimed Dr. Arif Rahman, M.Pd saat membuka acara menilai, hadirnya pertunjukan Kuda Kepang ini merupakan upaya mempertahankan tradisi pertunjukan rakyat. “Ini kalau tidak diminati, tidak dikaji secara ilmiah, tidak dipelajari dan tidak didokumentasikan, ini bisa punah,” terangnya di tengah kerumunan penonton yang membentuk lingkaran yang menunjukan peneguhan identitas dan budaya lokal di tengah arus globalisasi.
Setelah dibuka pada pukul 14.30, suara musik kembali didengungkan. Alat musik ketuk pun dibunyikan nyaring. Para penonton semakin ramai berkerumun di halaman parkir depan Gedung Pascsarjana, ada mahasiswa, dosen, dan warga kampus lainnya. Sejenak tercium bau kemenyan dibakar, suasana mistis pun menyelimuti pertunjukan pada sore itu. Semakin mistik dengan alunan musik.
Dua orang pertama telah kesurupan, dan menari-nari mengikuti musik. Kemudian menampilkan atraksi yang mempertontonkan kekuatan supranatural berbau magis. Para pemain yang kesurupan menunjukkan kekebalan tubuhnya dari deraan cemeti (pecut). Kemudian ada pula yang mengunyah kaca, dan membuka kelapa dengan mulut dan giginya.
Ichwan Azhari menyatakan bahwa seluruh atraksi itulah yang merupakan cerminan dari suasana budaya masyarakat, pengetahuan mereka tentang dunia, dan kepercayaan terhadap hal-hal magis. Seluruhnya terekam dalam pertunjukan. Etnografi sebagai metode riset Antropologi bertujuan membuat sebuah gambaran budaya. Dalam kajian ini dipadukan dengan studi pertunjukan, menjadi sebuah metode baru : Etnografi Pertunjukan (performance ethnography).
Kolaborasi antara Studi Pertunjukan dan kemampuan mendekripsikan budaya oleh Etnografi, bertujuan membangkitkan kesadaran audiens menuju kesadaran sosial kritis, kesadaran identitas, dan respon potensial lainnya.
Dalam hal ini etnografi memainkan peranan yang kuat dalam hubungan dialogis antara pemeran dengan audiens. Etnografi (dengan deskripsi budayanya) mampu menyajikan makna dari sebuah pemeragaan “bertubuh” sebuah pertunjukan, untuk membantu komunikasi antara audiens dengan “budaya lain” (others).
Kuda Kepang di Sumatera Utara saat ini, tentu mempunyai kekhasan yang lain meskipun berasal dari Jawa. Ini disebabkan konteks alam dan budaya di Sumatera Utara yang berbeda pula. Untuk itu tentu harus ditelaah lebih jauh melalui Etnografi Pertunjukan. Hasil-hasil studi etnografi sangat berguna untuk lebih memaknai, dan membentuk cara pandang yang berbeda dari yang sebelumnya dalam memadang Kuda Kepang, sehingga dapat menangkap membaca, dan memaknai secara lebih mendalam perihal budaya Orang Jawa di Sumatera Utara. (uma)