Mengapa amuk massa begitu mudah terjadi di Indonesia? Untuk mengeliminir masalah ini diperlukan membangun sistem peringatan dini dalam antisipasi dan penanganan konflik sosial dilakukan dengan memberdayakan aparat terdepan seperti RT, RW, Kadus, Babinsa dan Babin Kamtibmas sebagai ujung tombak dalam sistem pelaporan dini.
PENJELASAN ini disampaikan Kepala Badan Kesbangpol Linmas Sumut Drs H Eddy Syofian MAP dalam acara Kontak Pubik di Studio TVRI Sumut, Senin (1/4). Acara yang dipandu Mela Hafsari ini juga menghadirkan dua pembicara lain yakni pengiat demokrasi Razman Afif Nasution dan Psikolog yang pernah menjadi Dekan Psikologi Universitas Medan Area (UMA) Irna Minauli.
Eddy Syofian menambahkan, dalam sistem peringatan dini juga dijelaskan pentingnya penelitian dan pemetaan wilayah potensi koflik. ‘’Juga diperlukan penyampaian data dan informasi mengenai konflik secara cepat dan akurat,’’ imbuhnya.
Selanjutnya, kata Eddy, sistem peringatan dini dapat dilakukan dengan penyelenggaraan pendidikan dan latihan (Diklat) untuk meningkatkan kemampuan sistem perinngatan dini. ‘’Juga ada peningkatan dan pemanfaatan modal sosial serta penguatan dan pemanfaatan fungsi intelejen sesuai peraturan perundang-undangan,’’ katanya.
Dalam dialog ini, Eddy, mengungkapkan keprihatinan dari Gubsu H Gatot Pujo Nugroho ST bersama Faorum Komunikasi Pimpinan Daerah (FKPD) Sumut adanya tindak kekerasan yang terjadi di Madina, Padang Lawas dan Simalungun dalam kurun waktu sebulan terakhir.
‘’Terkait konflik memang tidak hanya terjadi di Sumut. Secara nasional penyebaran konflik di Indonesia sesuai data Kemendagri dan Mabes Polri jumlahnya 58 kasus (tahun 2009). Tahun berikutnya terus meningkat yakni 93 kasus (tahun 2010), 77 kasus (tahun 2011) dan 114 kasus (tahun 2012),’’ rincinya.
Kepala Badan Kesbangpol Linmas Sumut menjelaskan Inpres Nomor 2 Tahun 2013 untuk meningkatkan efektivitas penangangan gangguan keamanan dalam negeri secara terpadu sesuai tugas, fungsi dan kewenangan masing-masing berdasarkan peraturan perundang-undangan. ‘’Ini untuk mencegah terjadinya potensi konflik,’’ ujarnya.
Untuk itu, lanjut Eddy, sesuai Inpres yang juga ditujukan pada gubernur, bupati dan wali kota ini dibentuk tim terpadu tingkat pusat dan daerah dengan mengikutsertakan semua unsur terkait dimana sebagai ketua tim daerah adalah kepala daerah. ‘’Tujuannya guna menjamin adanya kesatuan komando dan pengendalian serta kejelasan sasaran, rencana aksi, pejabat yang bertanggung jawab pada masing-masing permasalahan serta target waktu penyelesaian,’’ kata dia.
Ditambahkan Eddy, perlu mengambil langkah-langkah cepat, tepat, tegas dan proporsional untuk menghentikan segala bentuk tindak kekerasan akibat konflik sosial dan terorisme. ‘’Hal ini dengan tetap mengedepankan aspek hukum, menghormati norma dan adat istiadat setempat serta menjunjung tinggi nilai-nilai hak asasi manusia,’’ ucapnya.
Dalam Inpres Nomor 2 Tahun 2013, ungkap Eddy, ditegaskan adanya respon cepat dan menyelesaikan secara damai semua permasalahan di dalam masyarakat yang berpotensi menimbulkan konflik sosial guna mencegah lebih dini terjadinya tindak kekerasan.
Sebagai tindak lanjut Inpres Nomor 2 Tahun 2013, lanjut Eddy, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan juga telah menerbitkan Keputusan Menko Polhukam Nomor 12 Tahun 2013. ‘’Keputusan ini mengatur tentang pembentukan Tim Terpadu Tingkat Pusat Penanganan Gangguan Keamanan Dalam Negeri,’’ terangnya.
Kepala Kesbangpol Linmas Sumut ini juga mengajak masyarakat untuk melaksanakan empat pilar kebangsaan dengan baik Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan Bhinneka Tunggal Ika. Ia yakin bila pengamalan Pancasila dapat dilaksanakan dengan baik akan membawa kedamaian bagi bangsa dan rakyat Indonesia dalam situasi apapun. ‘’Pancasila diyakini bisa mengatasi konflik di Indonesia,’’ katanya.
Bila terjadi konflik, lanjut Eddy, dilakukan upaya penegakan hukum dan eliminir penyebaran konflik agar tidak menyebar termasuk di Sumut. ‘’Ada 183 potensi konflik di Sumut yang harus diperhatikan termasuk diantaranya konflik tanah, perkebunan dan buruh. Dengan tahu peta potensi konflik akan dapat dihindarkan terjadi konflik,’’ jelasnya.
Sedangkan Razman Arif Nasution mengemukakan, pentingnya penegakan hukum tanpa tebang pilih dimana hukum harus dilaksanakan secara adil.
Konflik di Indonesia termasuk di Sumut juga mendapat perhatian Psikolog Irna Minauli. Menurut Irna, konflik yang terjadi di Indonesia dipicu kemarahan masyarakat sebagai akumulasi dari problem sosial antara lain akibat tingginya angka pengangguran. Disamping itu, lanjut dia, adanya sanksi hukum yang tidak jelas dan tidak adil juga menyebabkan muncul konflik di masyarakat. ‘’Peran media juga penting. Disaat diberitakan kasus pemerkosaan, dalam kurun waktu tak lama akan muncul dua kasus pemerkosaan baru,’’ terangnya.
Keprihatinan atas konflik di tanah air juga dilontarkan Komisioner Komisi Penyiaran Pulbik Iswandi Syahputra dalam telewicara Kontak Publik. Menurut dia, saat media massa semakin demokratis justru masyarakat semakin anarkis. Disebutkan dia, negara memberi hak dasar bagi masyarakat dalam memperoleh informasi. (*)