UNIVERSITAS Sari Mutiara (USM) Indonesia menggelar Focus Group Discussion (FGD) Format Pengurangan Risiko Bencana (PRB) yang Ideal di Sumut di Ign Washington Purba Hall Medan, Sabtu (10/6).
FGD digelar USM Indonesia bersama Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Sumut, Balai Besar Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BBMKG) Wilayah I Medan dan Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) Sumut.
Ketua Yayasan Sari Mutiara Dr Parlindungan Purba MM menuturkan, bencana bisa terjadi karena alam, non-alam dan akibat perbuatan manusia.
”Kegiatan ini untuk mencari format yang paling ideal guna mengurangi risiko bencana,” ujar ketua yayasan.
Parlindungan Purba, tokoh masyarakat Sumut ini menyarankan pada pemerintah dan pihak terkait agar diprogram asuransi bencana alam yang menyangkut masyarakat kelas menengah ke bawah. Pemerintah juga harus mengalokasikan anggaran untuk asuransi aset yang dimiliki masyarakat.
Kepala BPBD Provinsi Sumut Tuahta Ramajaya Saragih AP MSi ketika membuka FGD menyampaikan apresiasi terhadap kepedulian USM Indonesia menggelar FGD terkait pengurangan risiko bencana.
Sedangkan Ketua FPRB Sumut Dr H Bahdin Nur Tanjung SE MM juga menilai kepedulian ketua yayasan dan rektor sangat besar serta berperan aktif dalam menangani bencana yang terjadi di daerah ini.
FGD menghadirkan tiga nara sumber yaitu Kepala BBMKG Wilayah I Medan Hendro Nugroho ST MSi, Rektor USM Indonesia Dr Ivan Elisabeth Purba MKes dan Pembina Forum Fasilitator Ketangguhan Bencana (F2KB) Drs Syafri Nasution MM dengan moderator Penata Penanggulangan Bencana Ahli Muda BPBD Sumut Drs Dariyus M Sinulingga MSP.
Rektor USM Indonesia Dr Ivan Elisabeth Purba MKes mengutarakan peran perguruan tinggi dalam penguatan ketangguhan bencana di Sumut. Ia mengutarakan bahwa sumber bencana karena perbuatan manusia (salah kelola tata ruang). Tata ruang pemukiman diluar kaidah peruntukan dan alih fungsi hutan.
Kontribusi perguruan tinggi, lanjut rektor, meliputi pendidikan kebencanaan terintegrasi dengan kurikulum di semua level pendidikan (KKN tematik), pelibatan para akademisi/pakar dalam melaksanakan penelitian/kajian penanggulangan bencana serta pengabdian masyarakat (pendampingan masyarakat di daerah rawan bencana dan daerah terdampak bencana.
Ivan Elisabeth Purba juga menyampaikan sinergi multi sektor (pentahelix) dalam pengurangan risiko bencana.
”BNPB/BPBD bersama perguruan tinggi bekerja sama dalam mewujudkan pemulihan ekonomi dan sosial pasca-bencana. Memperkuat peran kearifan lokal dan budaya di daerah rawan bencana. Meningkatkan kegiatan penanggulangan bencana sampai desa/kelurahan dengan berbasis keluarga,” katanya.
Ivan menyebut USM Indonesia termasuk anggota Forum Perguruan Tinggi Pengurangan Risiko Bencana. Kampus ini juga sejak lama terlibat dalam penanggulangan bencana dan aktif mengikuti pelatihan kebencanaan.
Bahkan pernah dijadikan tempat pelatihan kader Covid-19 dan melatih dua ribu relawan. ”Kampus ini sudah sejak lama berkolaborasi dalam penanggulangan dan pengurangan risiko bencana,” kata rektor.
Ia menambahkan bahwa kontribusi perguruan tinggi diantaranya melalui pendidikan kebencanaan terintegrasi dengan kurikulum di semua level pendidikan dan penelitian/kajian penanggulangan bencana. Kemudian pengabdian masyarakat, pendampingan masyarakat di daerah rawan dan daerah terdampak bencana.
Sedangkan Kepala BBMKG Wilayah I Medan mengutarakan siaga bencana geo-hidrometeorologi di Sumut. ”Jenis bencana hidrometeorologi pada musim kemarau yakni krisis air bersih, gagal panen, Karhutla dan asap. Pada musim hujan yakni banjir, gelombang tinggi, longsor dan puting beliung. Kerugian materi yang diakibatkan bencana hidrometeorologi lebih banyak daripada bencana geologi,” katanya.
Hendro Nugroho juga berbagai aktivitas BMKG baik sekolah lapang gempa, BMKG Goes to School, edukasi publik mitigasi bencana, memasang rambu evakuasi tsunami, edukasi evakuasi mandiri, latihan evakuasi secara berkala dan membentuk kelompok masyarakat siaga bencana.
Kemudian memiliki materi edukasi yang disebarluaskan, memiliki peta bahaya tsunami dan jalur evakuasi serta memasang rambu, membuat jalur evakuasi dan titik kumpul.
Kepala BBMKG juga mengutarakan pengunaan solusi bangunan tahan gempa dan ramah tsunami, pembuatan hutan pantai untuk mereduksi terjangan tsunami, memahami cara selamat saat terjadi tsunami dan peringatan dini yang menyelamatkan dari tsunami.
Dibagian akhir, ia menegaskan bahwa urusan bencana tanggung jawab bersama, pembangunan harus memperhatikan potensi bencana serta masyarakat berperan memelihara dan menjaga ‘mata-mata’ bencana.
Drs Syafri Nasution MM memaparkan tentang membangun budaya sadar bencana berbasis kearifan lokal dalam pengurangan risiko bencana. ”Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam dan atau faktor non-alam maupun manusia yang menyebabkan timbul korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta dan dampak psikologis.
Konsepsi mitigasi bencana (pengurangan risiko bencana), lanjut Syafri Nasution, dengan menjauhkan masyarakat dengan bencana. Kemudian menjauhkan bencana dari masyarakat, hidup harmoni dengan bencana serta menumbuhkembangkan dan mendorong kearifan lokal masyarakat dalam penanggulan bencana. (dmp)