26 C
Medan
Friday, June 28, 2024

Menhut Harus Utamakan Kepentingan Rakyat

Terkait Proyek Penanaman Hutan Bakau

Medan – Anggota  DPRD Sumut  Dra. Ristiawati meminta  Menteri  Kehutanan untuk lebih peka dengan persoalan rakyat kecil ketimbang proyek, seperti yang terjadi di sepanjang pantai Kabupaten Langkat, Sumut, dimana ribuan petani nelayan daerah itu saat ini kehilangan mata pencarian karena  lahannya  digusur petugas BKSDA untuk proyek penanaman hutan Bakau.

“Jangan sampai persoalan ini menimbulkan persoalan baru di Sumut. Penanaman hutan bakau memang baik, tetapi jangan sampai proyek ini justru menimbulkan persoalan baru di daerah ini, karena ribuan petani nelayan yang menggantungkan hidup disitu kini kehilangan mata pencarian karena tambaknya digusur  petugas BKSDA,” kata Ristiawati usai melaksanakan kegiatan Reses di daerah pemilihannya di Kabupaten Langkat, pekan lalu.
Anggota Fraksi Partai Demokrat ini juga menyesalkan demi melaksanakan proyek tersebut, Menteri Kehutanan membuat MOU (Nota kesepahaman) dengan Mabes TNI untuk mengamankannya. “Jangan hadapkan TNI dengan rakyat untuk mengamankan proyek miliaran rupiah ini, padahal di sini ribuan nelayan menggantungkan hidup dari hasil bertambak alam disana,” kata Ristawati yang juga anggota Komisi-B DPRD Sumut ini.

Dikatakannya, selama berpuluh tahun nelayan disana sudah mengusahakan lahan tambak dengan sistem  alam, sehingga tidak merusak ekosistem hutan bakau, bahkan mereka ikut melestarikan hutan bakau disana, sebagai sumber makanan bagi tambak budidaya ikan/udang mereka.

Lahan tambak yang sudah diusahai puluhan tahun itu bahkan telah memiliki alas hak berupa surat Camat, surat Bupati maupun surat keterangan dari Kepala Desa. “Kenapa baru sekarang ketika proyek ini berjalan, tambak-tambak itu justru dihancurkan dengan menjebol pintu-pintu air milik petani. Kalau memang tidak boleh dijadikan tambak, kenapa tidak dari duhulu dilarang, dan kenapa sampai Camat maupun Bupati mengeluarkan surat tanah bagi mereka, tapi baru sekarang diakui lahan tersebut sebagai Kawasan Sumber Daya Alam (KSDA), lalu apa arti kekuatan hukum surat yang dikeluarkan Pemda Langkat itu,” katanya. Anehnya, jika kepada rakyat kecil seperti petani nelayan petugas BKSDA mengusur lahan tambak mereka, tetapi kepada pengusaha yang telah mengalih fungsikan lahan hutan bakau menjadi  perkebunan kelapa sawat, justru dengan mudahnya dikeluarkan izinnya.

Karena itu, Ristiawati yang juga Ketua Badan Kehormatan DPRD Sumut, khawatir ke depan proyek ini bukan sekedar penanaman hutan bakau saja, tetapi dibalik itu ada agenda tersembunyi yang memungkinkan pengusaha masuk untuk menguasai lahan, terbukti sudah ribuan hektar lahan bakau di Langkat, Sumut, sudah beralih fungsi menjadi perkebunan sawit.

Menurut mantan wartawan Kantor Berita ANTARA ini, sebagai bagian dari pemerintah, Menteri Kehutanan, seharusnya mendukung program pemerintahan SBY dalam upaya pemberdayaan ekonomi rakyat dengan meningkatkan ketahanan pangan, termasuk diantaranya dari hasil budidaya hasil tambak dan laut, sekaligus memperluas lapangan kerja dan program pengentasan kemiskinan.

“Kalau cara-cara pendekatan kepada rakyat dilakukan dengan kekerasan, tanpa memberi  jalan keluar bagi rakyat sebagai korban proyek, saya khawatir akan menimbulkan persoalan baru bagi pemerintah. Karena hilangnya sumber mata pencarian ribuan petani nelayan di Langkat ini berpotensi meningkatkan kerawanan ekonomi dan sosial di Sumut, dan dampaknya juga bisa mengganggu kondusifitas keamanan nasional,” katanya.(*/rel/sih)

Terkait Proyek Penanaman Hutan Bakau

Medan – Anggota  DPRD Sumut  Dra. Ristiawati meminta  Menteri  Kehutanan untuk lebih peka dengan persoalan rakyat kecil ketimbang proyek, seperti yang terjadi di sepanjang pantai Kabupaten Langkat, Sumut, dimana ribuan petani nelayan daerah itu saat ini kehilangan mata pencarian karena  lahannya  digusur petugas BKSDA untuk proyek penanaman hutan Bakau.

“Jangan sampai persoalan ini menimbulkan persoalan baru di Sumut. Penanaman hutan bakau memang baik, tetapi jangan sampai proyek ini justru menimbulkan persoalan baru di daerah ini, karena ribuan petani nelayan yang menggantungkan hidup disitu kini kehilangan mata pencarian karena tambaknya digusur  petugas BKSDA,” kata Ristiawati usai melaksanakan kegiatan Reses di daerah pemilihannya di Kabupaten Langkat, pekan lalu.
Anggota Fraksi Partai Demokrat ini juga menyesalkan demi melaksanakan proyek tersebut, Menteri Kehutanan membuat MOU (Nota kesepahaman) dengan Mabes TNI untuk mengamankannya. “Jangan hadapkan TNI dengan rakyat untuk mengamankan proyek miliaran rupiah ini, padahal di sini ribuan nelayan menggantungkan hidup dari hasil bertambak alam disana,” kata Ristawati yang juga anggota Komisi-B DPRD Sumut ini.

Dikatakannya, selama berpuluh tahun nelayan disana sudah mengusahakan lahan tambak dengan sistem  alam, sehingga tidak merusak ekosistem hutan bakau, bahkan mereka ikut melestarikan hutan bakau disana, sebagai sumber makanan bagi tambak budidaya ikan/udang mereka.

Lahan tambak yang sudah diusahai puluhan tahun itu bahkan telah memiliki alas hak berupa surat Camat, surat Bupati maupun surat keterangan dari Kepala Desa. “Kenapa baru sekarang ketika proyek ini berjalan, tambak-tambak itu justru dihancurkan dengan menjebol pintu-pintu air milik petani. Kalau memang tidak boleh dijadikan tambak, kenapa tidak dari duhulu dilarang, dan kenapa sampai Camat maupun Bupati mengeluarkan surat tanah bagi mereka, tapi baru sekarang diakui lahan tersebut sebagai Kawasan Sumber Daya Alam (KSDA), lalu apa arti kekuatan hukum surat yang dikeluarkan Pemda Langkat itu,” katanya. Anehnya, jika kepada rakyat kecil seperti petani nelayan petugas BKSDA mengusur lahan tambak mereka, tetapi kepada pengusaha yang telah mengalih fungsikan lahan hutan bakau menjadi  perkebunan kelapa sawat, justru dengan mudahnya dikeluarkan izinnya.

Karena itu, Ristiawati yang juga Ketua Badan Kehormatan DPRD Sumut, khawatir ke depan proyek ini bukan sekedar penanaman hutan bakau saja, tetapi dibalik itu ada agenda tersembunyi yang memungkinkan pengusaha masuk untuk menguasai lahan, terbukti sudah ribuan hektar lahan bakau di Langkat, Sumut, sudah beralih fungsi menjadi perkebunan sawit.

Menurut mantan wartawan Kantor Berita ANTARA ini, sebagai bagian dari pemerintah, Menteri Kehutanan, seharusnya mendukung program pemerintahan SBY dalam upaya pemberdayaan ekonomi rakyat dengan meningkatkan ketahanan pangan, termasuk diantaranya dari hasil budidaya hasil tambak dan laut, sekaligus memperluas lapangan kerja dan program pengentasan kemiskinan.

“Kalau cara-cara pendekatan kepada rakyat dilakukan dengan kekerasan, tanpa memberi  jalan keluar bagi rakyat sebagai korban proyek, saya khawatir akan menimbulkan persoalan baru bagi pemerintah. Karena hilangnya sumber mata pencarian ribuan petani nelayan di Langkat ini berpotensi meningkatkan kerawanan ekonomi dan sosial di Sumut, dan dampaknya juga bisa mengganggu kondusifitas keamanan nasional,” katanya.(*/rel/sih)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/