25 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Semua Luh dan Las Sudah Berganti Tus

Minggu pagi pukul lima kemarin. Hotel Borobudur Jakarta masih sunyi. Tapi, di dalam ballroom hotel itu hampir 1.000 orang menyanyikan lagu Indonesia Raya dengan gegap gempita. Mereka adalah karyawan terbaik seluruh pabrik gula milik BUMN yang baru saja menyelesaikan musim giling 2012.

Mereka adalah para pekerja keras yang telah mengubah wajah seluruh pabrik gula hanya dalam waktu kurang dari setahun. Mereka adalah para “kopassus” yang untuk rapat kerja yang dimulai pukul 05.00 pun dalam posisi “siaaaap”!

Mereka berkumpul lagi kali ini untuk membahas hasil kerja keras mereka setahun terakhir. Juga untuk merumuskan perbaikan apa lagi yang harus dilakukan pada 2013 yang segera tiba.

Krebet Baru (Malang) dan Ngadirejo (Kediri) adalah dua pabrik gula dengan capaian terbaik tahun ini. Krebet Baru untuk kali pertama bisa mengalahkan pabrik gula swasta di sebelahnya. Ngadirejo yang dulu hampir dilepas ke swasta, hanya kalah tipis dari Krebet Baru. Bahkan, bisa jadi Ngadirejo lebih unggul kalau saja mulai gilingnya sedikit mundur, menunggu umur tebu sedikit lebih tua.

PTPN X, di bawah Dirut Subiyono, mendominasi prestasi tahun ini. Sembilan PG di bawah Subiyono semuanya masuk prestasi papan atas. Tapi, lonjakan terbesar sebenarnya diperoleh PTPN XI. Semula, 16 PG di bawah PTPN XI jelek semua dan banyak sekali yang rugi. Bahkan, tiga di antaranya menjadi pasien UKP4 pimpinan Kuntoro Mangkusubroto itu. Tahun ini delapan pabrik di lingkungan PTPN XI sudah masuk prestasi papan atas.”UKP4 langsung mencabut status pasien di tiga pabrik gula tersebut.

“Intinya, semua harus disiplin,” ujar Andi Punoko, Dirut PTPN XI, menjawab pertanyaan mengapa PTPN XI bisa bangkit serentak seperti itu.
“Disiplin tanam, disiplin bibit, disiplin pupuk, disiplin tebang, disiplin angkut, disiplin pemeliharaan, dan disiplin pengoperasian pabrik,” katanya.
Di samping pembenahan internal, dilakukan terobosan eksternal. Tahun ini seluruh pabrik gula memberikan jaminan rendemen minimal kepada petani tebu. Manajemen juga membuka diri setelanjang mungkin kepada petani. Bahkan, semua pabrik gula melepaskan begitu saja kepada petani gula yang menjadi hak petani.

Dengan demikian, tahun ini petani tebu mendapatkan hasil yang sangat baik. Di PTPN XI saja ada uang Rp150 miliar yang dulu jatuh ke pihak ketiga, sekarang jatuh langsung ke petani tebu. Belum lagi rendemen yang naik dan harga gula yang bagus.”

Karena itu, saya tegaskan tahun depan tidak boleh lagi pabrik gula meminjam dana dari pihak ketiga dengan cara seperti mengijonkan gulanya. Bank-bank BUMN sanggup menyediakan dana talangan itu.

Dengan modal kepercayaan petani tebu yang sudah pulih seperti itu, tahun depan bisa diharapkan keadaannya akan lebih baik lagi. Pabrik gula bisa mengenakan disiplin yang lebih ketat kepada petani, antara lain, demi petani itu sendiri. Misalnya, bagaimana petani hanya boleh mengirim tebu ke pabrik dalam kondisi MBS (manis, bersih, segar).”

Artinya, petani tidak boleh mengirim tebu muda yang kadar manisnya belum cukup. Tebu yang dikirim juga harus bersih, tidak banyak campuran daun kering atau tanah. Tebunya harus masih segar, begitu ditebang harus langsung dikirim ke pabrik.
Prinsip MBS itu diterapkan tanpa tebang pilih.

“Tahun ini kami menolak 100 truk tebu yang dikirim ke pabrik dalam keadaan tidak MBS,” ujar Administrator PG Ngadirejo.
“Termasuk tebu milik bekas pejabat pabrik gula sendiri,” tambahnya. “Tidak ada lagi KKN,” katanya.

Maka, seperti halnya PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) yang dari rugi menjadi untung lebih Rp300 miliar, PTPN XI pun yang tahun lalu rugi Rp150 miliar tahun ini laba di atas Rp100 miliar. Bahkan, sektor gula PTPN IX yang tahun lalu rugi hampir Rp200 miliar tahun ini sudah laba Rp15 miliar. Sedangkan PTPN X tetap menjadi raja laba dengan total sampai Rp500 miliar.

“Pokoknya, kalau tahun lalu hanya luh atau las, kini sudah serba tus,” ujar Zamkhani, deputi Menteri BUMN Bidang Usaha Industri Primer. Maksudnya, dulu-dulu labanya puluhan atau belasan, kini serba ratusan miliar.

Begitu banyak pelajaran yang diperoleh dari terobosan-terobosan tahun ini. Dalam forum besar pukul lima pagi kemarin itu juga diadakan dialog tukar pengetahuan bidang tanaman, teknik, dan pengolahan. Para kepala bagian saling sharing keunggulan pabrik masing-masing.
Tahun depan giliran kondisi fisik pabrik yang harus berubah. Taman-taman, lantai-lantai, tembok-tembok, atap-atap, mesin-mesin, semuanya harus indah, rapi, dan bersih. Pabrik-pabrik itu harus bisa sebersih mal.

Lima bulan lagi saya akan kembali keliling seluruh pabrik gula BUMN. Benarkah saya sudah bisa melihat “mal-mal” di tengah kebun tebu itu! (*)

 

Minggu pagi pukul lima kemarin. Hotel Borobudur Jakarta masih sunyi. Tapi, di dalam ballroom hotel itu hampir 1.000 orang menyanyikan lagu Indonesia Raya dengan gegap gempita. Mereka adalah karyawan terbaik seluruh pabrik gula milik BUMN yang baru saja menyelesaikan musim giling 2012.

Mereka adalah para pekerja keras yang telah mengubah wajah seluruh pabrik gula hanya dalam waktu kurang dari setahun. Mereka adalah para “kopassus” yang untuk rapat kerja yang dimulai pukul 05.00 pun dalam posisi “siaaaap”!

Mereka berkumpul lagi kali ini untuk membahas hasil kerja keras mereka setahun terakhir. Juga untuk merumuskan perbaikan apa lagi yang harus dilakukan pada 2013 yang segera tiba.

Krebet Baru (Malang) dan Ngadirejo (Kediri) adalah dua pabrik gula dengan capaian terbaik tahun ini. Krebet Baru untuk kali pertama bisa mengalahkan pabrik gula swasta di sebelahnya. Ngadirejo yang dulu hampir dilepas ke swasta, hanya kalah tipis dari Krebet Baru. Bahkan, bisa jadi Ngadirejo lebih unggul kalau saja mulai gilingnya sedikit mundur, menunggu umur tebu sedikit lebih tua.

PTPN X, di bawah Dirut Subiyono, mendominasi prestasi tahun ini. Sembilan PG di bawah Subiyono semuanya masuk prestasi papan atas. Tapi, lonjakan terbesar sebenarnya diperoleh PTPN XI. Semula, 16 PG di bawah PTPN XI jelek semua dan banyak sekali yang rugi. Bahkan, tiga di antaranya menjadi pasien UKP4 pimpinan Kuntoro Mangkusubroto itu. Tahun ini delapan pabrik di lingkungan PTPN XI sudah masuk prestasi papan atas.”UKP4 langsung mencabut status pasien di tiga pabrik gula tersebut.

“Intinya, semua harus disiplin,” ujar Andi Punoko, Dirut PTPN XI, menjawab pertanyaan mengapa PTPN XI bisa bangkit serentak seperti itu.
“Disiplin tanam, disiplin bibit, disiplin pupuk, disiplin tebang, disiplin angkut, disiplin pemeliharaan, dan disiplin pengoperasian pabrik,” katanya.
Di samping pembenahan internal, dilakukan terobosan eksternal. Tahun ini seluruh pabrik gula memberikan jaminan rendemen minimal kepada petani tebu. Manajemen juga membuka diri setelanjang mungkin kepada petani. Bahkan, semua pabrik gula melepaskan begitu saja kepada petani gula yang menjadi hak petani.

Dengan demikian, tahun ini petani tebu mendapatkan hasil yang sangat baik. Di PTPN XI saja ada uang Rp150 miliar yang dulu jatuh ke pihak ketiga, sekarang jatuh langsung ke petani tebu. Belum lagi rendemen yang naik dan harga gula yang bagus.”

Karena itu, saya tegaskan tahun depan tidak boleh lagi pabrik gula meminjam dana dari pihak ketiga dengan cara seperti mengijonkan gulanya. Bank-bank BUMN sanggup menyediakan dana talangan itu.

Dengan modal kepercayaan petani tebu yang sudah pulih seperti itu, tahun depan bisa diharapkan keadaannya akan lebih baik lagi. Pabrik gula bisa mengenakan disiplin yang lebih ketat kepada petani, antara lain, demi petani itu sendiri. Misalnya, bagaimana petani hanya boleh mengirim tebu ke pabrik dalam kondisi MBS (manis, bersih, segar).”

Artinya, petani tidak boleh mengirim tebu muda yang kadar manisnya belum cukup. Tebu yang dikirim juga harus bersih, tidak banyak campuran daun kering atau tanah. Tebunya harus masih segar, begitu ditebang harus langsung dikirim ke pabrik.
Prinsip MBS itu diterapkan tanpa tebang pilih.

“Tahun ini kami menolak 100 truk tebu yang dikirim ke pabrik dalam keadaan tidak MBS,” ujar Administrator PG Ngadirejo.
“Termasuk tebu milik bekas pejabat pabrik gula sendiri,” tambahnya. “Tidak ada lagi KKN,” katanya.

Maka, seperti halnya PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) yang dari rugi menjadi untung lebih Rp300 miliar, PTPN XI pun yang tahun lalu rugi Rp150 miliar tahun ini laba di atas Rp100 miliar. Bahkan, sektor gula PTPN IX yang tahun lalu rugi hampir Rp200 miliar tahun ini sudah laba Rp15 miliar. Sedangkan PTPN X tetap menjadi raja laba dengan total sampai Rp500 miliar.

“Pokoknya, kalau tahun lalu hanya luh atau las, kini sudah serba tus,” ujar Zamkhani, deputi Menteri BUMN Bidang Usaha Industri Primer. Maksudnya, dulu-dulu labanya puluhan atau belasan, kini serba ratusan miliar.

Begitu banyak pelajaran yang diperoleh dari terobosan-terobosan tahun ini. Dalam forum besar pukul lima pagi kemarin itu juga diadakan dialog tukar pengetahuan bidang tanaman, teknik, dan pengolahan. Para kepala bagian saling sharing keunggulan pabrik masing-masing.
Tahun depan giliran kondisi fisik pabrik yang harus berubah. Taman-taman, lantai-lantai, tembok-tembok, atap-atap, mesin-mesin, semuanya harus indah, rapi, dan bersih. Pabrik-pabrik itu harus bisa sebersih mal.

Lima bulan lagi saya akan kembali keliling seluruh pabrik gula BUMN. Benarkah saya sudah bisa melihat “mal-mal” di tengah kebun tebu itu! (*)

 

Artikel Terkait

Debat

Kisah Ikan Eka

Guo Nian

Sarah’s Bag Itu

Freeport

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/