SUMUTPOS.CO- Perkembangan yang makin pesat memberi efek luar biasa kepada layanan kemanusiaan. Intel mengembangkan teknologi Augmented Reality untuk membantuk penglihatan kepada mereka yang tidak bisa melihat alias tunanetra.
Banyak perangkat-perangkat baru yang mempermudah cara untuk memperbaiki realitas, untuk membuat hidup menjadi lebih mudah.
Word Lens, yang baru-baru ini diakuisisi oleh Google Translate, bisa menerjemahkan rambu-rambu atau menu restoran ke semua bahasa. Aplikasi lain, Sky Map, bisa membantu mengidentifikasi bintang dan planet di langit malam.
Di London, teknologi AR interaktif memberi petunjuk kepada para pengunjung untuk membantu menggali lebih pada pameran-pameran di museum.
Rajiv Mongia, Director of The Intel RealSense Interaction Design Group, sedang merealisasikan bagaimana teknologi AR dapat memperluas persepsi dan bekerja sama baik dengan lingkungan fisik di sekitar kita.
Rajiv Mongia dan timnya sedang mengembangkan sebuah prototipe yang memiliki potensi untuk membantu tunanetra dan orang dengan gangguan penglihatan untuk mendapatkan pengetahuan yang lebih baik dari lingkungan sekitar.
Sistem ini, menggunakan teknologi kamera 3D dan vibrating sensors yang terintegrasi ke dalam pakaian. Prototipe ini bekerja dengan melihat infomasi terdalam untuk merasakan lingkungan sekitar pengguna.
“Saat ini intensitas sentuhan adalah proporsional dengan seberapa dekat obyek tersebut dengan penggunanya”, kata Mongia.
“Jadi jika obyek sangat dekat dengan pengguna, maka getaran akan lebih kuat. Namun apabila objeknya jauh dari pengguna, maka getaran akan lebih lemah,” tutur Rajiv Mongia seperti yang dilansir FAJAR (Grup JPNN.com).
Darryl Adams, technical project manager di Intel, yang didiagnosa menderita Retinitis Pigmentosa (penyakit mata yang mengakibatkan kerusakan retina), 30 tahun lalu, telah menguji teknlogi wearable tersebut. Adams menyatakan teknologi ini memungkinkan dia untuk memvisualisasikan mimpinya dengan menambah penglihatannya melalui sensasi sentuhan.
“Bagi saya, ada nilai yang luar biasa dalam kemampuan untuk mengenali ketika terjadi perubahan di sekeliling saya”, kata Adams.
“Kalau saya sedang berdiri dan merasakan ada getaran, seketika itu saya mampu mengubah arah pada yang lebih tepat untuk melihat apa yang telah berubah. Biasanya hal ini akan terjadi apabila ada seseorang yang mendekat, sehingga saya bisa menyapanya, atau paling tidak saya bisa mengetahui kalau mereka ada,” bebernya.
“Tanpa teknologi ini, saya akan kehilangan jika ada perubahan di sekitar saya sehingga sering membuat jadi sedikit canggung,” katanya. (aci/jpnn)
Feedback dikirim ke penggunanya melalui teknologi haptic yang menggunakan getaran motorik pada tubuh untuk memberikan feedback. Mongia membandingkan hal ini dengan mode vibrasi pada perangkat smartphone.