PALUTA, SUMUTPOS.CO —Radikalisme adalah paham yang bisa memengaruhi kondisi sosial politik suatu negara. Radikalisme kini sangat erat kaitannya dengan konsep ekstremisme dan terorisme.
“Separatisme adalah suatu paham atau gerakan yang perlu dipahami dengan baik. Istilah separatisme ini mengacu pada orang-orang atau suatu golongan yang ingin memisahkan diri dari suatu kelompok, dalam hal ini adalah negara,” kata Muhammad Zen Ajrai, sebagai pemateri Webinar Literasi Digital yang diinisiasi Kementerian Komunikasi dan Informatika RI di Kabupaten Padang Lawas Utara (Paluta), Provinsi Sumatera Utara pada 29 Juli 2021.
Menurutnya, target terorisme bersifat random atau indiscriminate yang cenderung mengorbankan orang-orang tidak bersalah. Kemungkinan digunakannya senjata-senjata pemusnah massal dengan memanfaatkan teknologi modern.
“Ciri-ciri gerakan radikalisme meliputi mengklaim kebenaran tunggal, menggunakan cara-cara kekerasan, mudah mengkafirkan orang lain, serta tertutup terhadap masyarakat,” ujar Ketua Ikatan Pustakawan Labuhanbatu dan Pengurus Komunitas Literasi dan Penulis Sejarah Sumut, yang mengangkat materi bertema “Literasi Digital Dalam Menangkal Terorisme, Radikalisme, dan Separatisme”.
Adapun untuk merawat Indonesia dari perilaku tak terpuji dimaksud, menurutnya dengan cara mengembangkan gotong royong dan kerjasama, menjadi garda terdepan benteng pancasila dan penegak NKRI seutuhnya, serta sinergi melawan terorisme, radikalisme, separatisme, narkoba, intoleransi, kemiskinan, kesenjangan dan tantangan bangsa lainnya.
Dani Susetiawan, Direktur PT. Royal Berkah Jacatra dan Vice Chairman Sobat Cyber Indonesia, memaparkan tema “Positif, Kreatif, dan Aman di Internet “.
Dijelaskannya, internet merupakan suatu jaringan komunikasi yang memiliki fungsi untuk menghubungkan antara satu media elektronik dengan media elektronik yang lain dengan cepat dan tepat.
Dampak positif internet, antara lain sebut dia memudahkan komunikasi, memudahkan pencarian informasi, serta memudahkan transaksi bisnis. Dampak negatif internet, meliputi timbulnya cybercrime, penyebaran ujaran kebencian, serta pembuatan dan penyebaran konten ilegal.
“Kreatif di internet dengan cara menjadi blogger atau video blogger, membuka toko online, youtuber, desain grafis, dropshipper, penyedia konten, dan web developer. Aman di internet, antara lain validasi link mencurigakan, perbarui software, password yang kuat, gunakan verifikasi dua langkah, pastikan jaringan internet aman, waspadai peniru identitas, tidak unduh aplikasi sembarangan, serta pegang kendali terhadap data di akun google,” katanya yang berbicara di sesi Kecakapan Digital.
Virna Lim, Charlwoman os Sobat Cyber Indonesia, mengangkat tema “Main Aman Saat Belanja Online”. Kata dia, kemajuan teknologi jika tidak dibarengi dengan literasi digital yang baik, maka akan berdampak buruk bagi masyarakat, bangsa, dan negara.
“Transformasi digital saat pandemi Covid-19 mendorong terjadinya perubahan struktural yang sangat cepat pada bidang pendidikan, pekerjaan, kesehatan, dan belanja,” katanya.
Secara spesifik, Virna menyampaikan cara aman saat belanja online antara lain, pastikan online shop dapat dipercaya, baca dengan cermat kebijakan yang dilakukan oleh situs tempat belanja, waspada dengan barang sangat murah, baca deskripsi produk yang akan dibeli, pilih cara pembayaran yang paling aman atau gunakan rekening bersama, simpan bukti transaksi, serta selalu gunakan perangkat pribadi.
Sementara Joko Gunawan, Reporter Gatra.com/Gatra Media Group Wilayah Labuhanbatu Raya, menjelaskan hoaks merupakan berita palsu atau informasi yang tidak benar, tetapi dibuat seolah-olah benar. Berita palsu tidak dapat diverifikasi kebenaranya, baik secara fakta maupun ilmiah.
“Faktor penyebaran hoaks meliputi bentuk partisipasi, pengakuan atau eksistensi, provit, provokasi, dan propaganda. Berita hoaks dapat berdampak buruk bagi generasi muda karena dapat memicu perpecahan, baik antar individu maupun antar kelompok tertentu serta dapat menurunkan reputasi korban dan menguntungkan pihak tertentu,” urainya di sesi Etika Digital melalui materi bertema “Sudah Taukah Kamu Dampak Penyebaran Hoaks?”.
Dunia internet, lanjut Joko sangat pesat perkembangannya, sehingga menyebabkan bisnis media online bertumbuh cepat. Kondisi ini mungkin menimbulkan masalah, diantaranya minimnya kualitas dan kredibilitas informasi yang sampai ke masyarakat apalagi terkadang masih kurang memerhatikan etika.
“Jurnalis sangat berperan dalam menangkal hoaks. Untuk memastikan informasi itu benar diperlukan landasan moral dan etika. Maka, guna menghasilkan berita baik dan benar, jurnalis wajib menaati kode etik jurnalistik serta memahami Undang-undang Pers,” pungkasnya.
Webinar diakhiri Grace Amalianty, seorang influencer berfollowers 65,8 ribu, dengan menyimpulkan hasil webinar dari tema yang sudah diangkat oleh para narasumber.
Sebagai keynote speaker, Gubernur Sumut Edy Rahmayadi sebelumnya memberikan sambutan tujuan Literasi Digital agar masyarakat cakap dalam menggunakan teknologi digital, bermanfaat dalam membangun daerahnya masing-masing oleh putra putri daerah melalui digital platform.
Diketahui, program ini bertujuan mewujudkan masyarakat Indonesia yang paham akan literasi digital lebih dalam dan menyikapi secara bijaksana dalam menggunakan digital platform di 77 kota/kabupaten area Sumatera II, mulai dari Aceh sampai Lampung dengan jumlah peserta sebanyak 600 orang di setiap kegiatan yang ditujukan kepada PNS, TNI/Polri, orangtua, pelajar, penggiat usaha, pendakwah dan sebagainya.
Empat kerangka digital yang diberikan dalam kegiatan tersebut, antara lain Digital Skill, Digital Safety, Digital Ethic dan Digital Culture di mana masing-masing kerangka mempunyai beragam tema. (rel/dek)