29 C
Medan
Tuesday, July 2, 2024

Jjeck Jajal Jungle Trekking Aek Nauli

Kawasan Danau Toba memiliki banyak potensi wisata yang bisa menjadi destinasi bagi wisatawan. Selain danau supervolcano, juga ada wisata air, budaya, panorama hingga jungle trekking. Salahsatunya jungle trekking Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Aek Nauli, Simalungun.

JUNGLE TREKKING: Wagub Sumut, Musa Rajekshah, bersama istri Sri Ayu Mihari Musa Rajekshah, menjajal jungle trekking Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Aek Nauli, Simalungun, Sabtu (22/8).
JUNGLE TREKKING: Wagub Sumut, Musa Rajekshah, bersama istri Sri Ayu Mihari Musa Rajekshah, menjajal jungle trekking Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Aek Nauli, Simalungun, Sabtu (22/8).

SIMALUNGUN, SUMUTPOS.CO – Wakil Gubernur (Wagub) Sumatera Utara (Sumut) Musa Rajekshah yang mengunjungi wisata alam ini, Sabtu (22/8), menilai tempat wisata jungle trekking KHDTK Aek Nauli memiliki potensi kunjungan wisatawan yang sangat besar. Wagub pun menjajal jalur trekking alam sepanjang kurang lebih 3 km hingga ke puncak panorama Aek Nauli. Jalur alami yang terdiri dari berbagai kontur itu melewati pemandangan yang memanjakan mata. Mulai dari sungai, air terjun kecil, pepohonan hutan yang lebat hingga puncak panorama.

Puncak panorama berada di ketinggian kurang lebih 1.310 meter di atas permukaan laut (mdpl). Danau Toba sendiri berada di ketinggian kurang lebih 900 mdpl. “dari atas sini, pemandangannya seperti lukisan. Ayo datang kemari ke Aek Nauli, jadi Danau Toba tidak hanya wisata danau saja,” kata Musa Rajekshah yang datang bersama istri Sri Ayu Mihari Musa Rajekshah.

Kawasan Hutan Aek Nauli adalah salahsatu ragam destinasi wisata yang bisa dikunjungi wisatawan. Dengan berbagai ragam tujuan wisata, diharapkan kunjungan wisatawan semakin banyak ke Danau Toba. Apalagi saat ini Danau Toba sudah ditetapkan menjadi kawasan UNESCO Geopark Caldera.

“Kaldera Toba sudah didengungkan menjadi salah satu geopark dunia oleh UNESCO. Ini patut kita syukuri karena tidak mudah menjadi anggota Unesco Geopark,” kata Musa Rajekshah.

KHDTK sendiri diperuntukan sebagai tempat riset, pengembangan dan wisata. Sejak tahun 2017, Balai Litbang Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aek Nauli telah menggagas wisata ilmiah. Wisata tersebut menyajikan atraksi wisata berupa edukasi. Misalnya tentang hasil hutan kayu, konservasi gajah, serta primata dan fauna yang ada di KHDTK Aek Nauli.

Kawasan ini bahkan memiliki pinus terbesar di dunia (pinus merkusii) dengan diameter 1,5m dan diperkirakan berusia 200 tahun. Menurut Kepala Balai Litbang LHK Aek Nauli Pratiara Lamin, tingkat polusi di kawasan Aek Nauli sangat rendah. Indikatornya antara lain vegetasi di kawasan itu banyak ditemui pacat hingga lumut.

Pratiara mengatakan, pengunjung bisa datang dengan perseorangan maupun secara kelompok. Jumlah kunjungan pada tahun 2019 mencapai lebih dari 60 ribu. Balai Litbang LHK Aek Nauli pun menangkap ada segmen wisata minat khusus, yakni perkemahan, trekking, konservasi gajah, edukasi flora fauna dan lainnya.

“Artinya, salahsatu tujuan wisata ke depannya di Danau Toba tidak hanya wisata air atau budaya, tapi ada wisatawan yang tertarik untuk wisata minat khusus. Segmen itu yang kita tangkap. Jumlah pengunjung 60 ribu per tahun, itu berarti minat khusus itu cukup baik,” ungkap Pratiara.

Pada masa pandemi, pengunjung berkurang. KHDTK pun sempat ditutup beberapa saat. Namun pada awal Juni, KHDTK Aek Nauli dibuka kembali dengan tetap mengedepanan protokol kesehatan. “Kita mulai menerapkan, tidak bisa lagi mengumpulkan kerumunan,” kata Pratiara.

Salahseorang pengunjung yang juga artis ibukota, Sultan Djorghi, mengaku mengagumi keindahan Danau Toba. Ia mengagumi kawasan Aek Nauli yang memiliki taman wisata kera dan jungle trekking. Oleh sebab itu, Ia mengajak seluruh masyarakat Indonesia, khususnya Sumut agar datang ke Danau Toba.

“Di puncak panorama itu kita bisa melihat keindahan Danau Toba yang luar biasa. Saya berharap seluruh masyarakat Indonesia. Yuk kita bangkitkan lagi pariwisata Sumatera Utara karena luar biasa,” kata Sultan Djorghi.

Taman Wisata Kera Sibaganding

Sebelumnya, Musa Rajekshah juga mengunjungi Taman Wisata Kera Sibaganding di Simalungun, Kamis (20/8). Selain untuk melihat potensi wisata di daerah ini, Wagub juga ingin melihat langsung kondisi terkini di lapangan salahsatu objek wisata yang akhir-akhir ini sudah jarang dikunjungi wisatawan.

“Sangat takjub dengan kondisi alam kita ini. Biasanya ‘kan siamang ini liar berada di alam bebas, tapi di sini tadi kita menunggu sekitar 20 menit setelah ditiup tanduk kerbau khas milik pawang, akhirnya Siamang hadir di depan kita. Tadi juga ada beruk,” ungkapnya.

Ijeck berharap Taman Wisata Kera Sibaganding ini bisa dikembangkan lagi sehingga dapat menarik banyak pengunjung. Untuk itu, akan ada bantuan yang diberikan guna menunjang logistik pangan dan infrastruktur lainnya di kawasan wisata ini.

“Kita harusnya lebih memberikan perhatian lagi, karena objek wisata ini butuh ketersediaan adalah pakan untuk kera-kera. Nanti kita akan lihat peran Pemprovsu dan Kemenhut untuk memberikan bantuan,” ujarnya.

Ijeck juga mengapresiasi Abdurrahman pengelola kawasan wisata kera di Sibaganding. Abdurrahman merupakan anak dari almarhum Umar Manik, yang membuka kawasan wisata kera tersebut.

“Luar biasa Pak Abdurrahman. Sangat serius mengelola dan memelihara kera-kera dan juga siamang yang berada di kawasan ini. Ini merupakan salah satu objek wisata yang ada di kawasan Geopark Kaldera Toba. Para wisatawan juga bisa singgah sebentar untuk melihat kawasan wisata kera ini sebelum tiba di Parapat,” tambah Ijeck.

Abdurrahman Manik, pengelola kawasan tersebut mengatakan, dahulu di tahun 2000-an Taman Wisata Kera setiap bulannya ramai dikunjungi orang. Masyarakat menjadikan Taman Wisata Kera sebagai destinasi wisata lain sebelum ke Kota Wisata Parapat. Hal inilah yang menarik perhatian Pemkab Simalungun untuk ikut serta mengelola kawasan tersebut.

Namun seiring berjalannya waktu, Taman Wisata Kera mulai terabaikan dan kurang mendapat perawatan. Salahsatu penyebabnya karena semakin minimnya masyarakat yang berkunjung. Imbasnya, kera-kera yang selama ini dimanjakan dengan makanan yang diberikan oleh pengunjung, kehilangan makanannya.

“Makanya kita lihat sekarang ini banyak kera-kera yang turun ke jalan-jalan mencari makanan. Bahkan ada di antara mereka yang mati tertabrak. Kita kasihan, tapi juga tak bisa berbuat apa-apa karena tidak punya biaya untuk makanan mereka. Terkadang saya sama mamak harus kumpulkan pisang atau roti-roti bekas dari pajak untuk kasih makan mereka,” ujar Abdurahman.

Padahal, lanjut Abdurrahman, setelah menggantikan peran ayahnya, Umar Manik, yang mulai sakit-sakitan pada 2011, ia sangat berkeinginan untuk serius mengelola Taman Wisata Kera ini. Apalagi Taman Wisata Kera Sibaganding masuk kedalam Geo Area Porsea Geopark Kaldera Toba.

Abdurrahman sudah melekat betul dengan kawasan itu. Sewaktu Abdurrahman habis meniup tanduk kerbau, kera-kera pun satu-satu bermunculan.

Ali Imron, Kepala Seksi Program dan Evaluasi Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aek Nauli mengatakan, kawasan wisata kera ini lebih dulu ada ketimbang wisata trekking, camping dan penangkaran gajah Aek Nauli.

Menurut Imron, kera-kera tidak seharusnya berada di pinggir jalan menuju Parapat. Kera selayaknya berada di hutan. Untuk itu, taman kera diharapkan dapat menjadi tempat kembali kera-kera yang berada di pinggir jalan itu. “Harapannya, kera dan monyet di pinggir jalan itu kembali ke hutan,” kata Imron. (rel/prn)

Kawasan Danau Toba memiliki banyak potensi wisata yang bisa menjadi destinasi bagi wisatawan. Selain danau supervolcano, juga ada wisata air, budaya, panorama hingga jungle trekking. Salahsatunya jungle trekking Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Aek Nauli, Simalungun.

JUNGLE TREKKING: Wagub Sumut, Musa Rajekshah, bersama istri Sri Ayu Mihari Musa Rajekshah, menjajal jungle trekking Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Aek Nauli, Simalungun, Sabtu (22/8).
JUNGLE TREKKING: Wagub Sumut, Musa Rajekshah, bersama istri Sri Ayu Mihari Musa Rajekshah, menjajal jungle trekking Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Aek Nauli, Simalungun, Sabtu (22/8).

SIMALUNGUN, SUMUTPOS.CO – Wakil Gubernur (Wagub) Sumatera Utara (Sumut) Musa Rajekshah yang mengunjungi wisata alam ini, Sabtu (22/8), menilai tempat wisata jungle trekking KHDTK Aek Nauli memiliki potensi kunjungan wisatawan yang sangat besar. Wagub pun menjajal jalur trekking alam sepanjang kurang lebih 3 km hingga ke puncak panorama Aek Nauli. Jalur alami yang terdiri dari berbagai kontur itu melewati pemandangan yang memanjakan mata. Mulai dari sungai, air terjun kecil, pepohonan hutan yang lebat hingga puncak panorama.

Puncak panorama berada di ketinggian kurang lebih 1.310 meter di atas permukaan laut (mdpl). Danau Toba sendiri berada di ketinggian kurang lebih 900 mdpl. “dari atas sini, pemandangannya seperti lukisan. Ayo datang kemari ke Aek Nauli, jadi Danau Toba tidak hanya wisata danau saja,” kata Musa Rajekshah yang datang bersama istri Sri Ayu Mihari Musa Rajekshah.

Kawasan Hutan Aek Nauli adalah salahsatu ragam destinasi wisata yang bisa dikunjungi wisatawan. Dengan berbagai ragam tujuan wisata, diharapkan kunjungan wisatawan semakin banyak ke Danau Toba. Apalagi saat ini Danau Toba sudah ditetapkan menjadi kawasan UNESCO Geopark Caldera.

“Kaldera Toba sudah didengungkan menjadi salah satu geopark dunia oleh UNESCO. Ini patut kita syukuri karena tidak mudah menjadi anggota Unesco Geopark,” kata Musa Rajekshah.

KHDTK sendiri diperuntukan sebagai tempat riset, pengembangan dan wisata. Sejak tahun 2017, Balai Litbang Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aek Nauli telah menggagas wisata ilmiah. Wisata tersebut menyajikan atraksi wisata berupa edukasi. Misalnya tentang hasil hutan kayu, konservasi gajah, serta primata dan fauna yang ada di KHDTK Aek Nauli.

Kawasan ini bahkan memiliki pinus terbesar di dunia (pinus merkusii) dengan diameter 1,5m dan diperkirakan berusia 200 tahun. Menurut Kepala Balai Litbang LHK Aek Nauli Pratiara Lamin, tingkat polusi di kawasan Aek Nauli sangat rendah. Indikatornya antara lain vegetasi di kawasan itu banyak ditemui pacat hingga lumut.

Pratiara mengatakan, pengunjung bisa datang dengan perseorangan maupun secara kelompok. Jumlah kunjungan pada tahun 2019 mencapai lebih dari 60 ribu. Balai Litbang LHK Aek Nauli pun menangkap ada segmen wisata minat khusus, yakni perkemahan, trekking, konservasi gajah, edukasi flora fauna dan lainnya.

“Artinya, salahsatu tujuan wisata ke depannya di Danau Toba tidak hanya wisata air atau budaya, tapi ada wisatawan yang tertarik untuk wisata minat khusus. Segmen itu yang kita tangkap. Jumlah pengunjung 60 ribu per tahun, itu berarti minat khusus itu cukup baik,” ungkap Pratiara.

Pada masa pandemi, pengunjung berkurang. KHDTK pun sempat ditutup beberapa saat. Namun pada awal Juni, KHDTK Aek Nauli dibuka kembali dengan tetap mengedepanan protokol kesehatan. “Kita mulai menerapkan, tidak bisa lagi mengumpulkan kerumunan,” kata Pratiara.

Salahseorang pengunjung yang juga artis ibukota, Sultan Djorghi, mengaku mengagumi keindahan Danau Toba. Ia mengagumi kawasan Aek Nauli yang memiliki taman wisata kera dan jungle trekking. Oleh sebab itu, Ia mengajak seluruh masyarakat Indonesia, khususnya Sumut agar datang ke Danau Toba.

“Di puncak panorama itu kita bisa melihat keindahan Danau Toba yang luar biasa. Saya berharap seluruh masyarakat Indonesia. Yuk kita bangkitkan lagi pariwisata Sumatera Utara karena luar biasa,” kata Sultan Djorghi.

Taman Wisata Kera Sibaganding

Sebelumnya, Musa Rajekshah juga mengunjungi Taman Wisata Kera Sibaganding di Simalungun, Kamis (20/8). Selain untuk melihat potensi wisata di daerah ini, Wagub juga ingin melihat langsung kondisi terkini di lapangan salahsatu objek wisata yang akhir-akhir ini sudah jarang dikunjungi wisatawan.

“Sangat takjub dengan kondisi alam kita ini. Biasanya ‘kan siamang ini liar berada di alam bebas, tapi di sini tadi kita menunggu sekitar 20 menit setelah ditiup tanduk kerbau khas milik pawang, akhirnya Siamang hadir di depan kita. Tadi juga ada beruk,” ungkapnya.

Ijeck berharap Taman Wisata Kera Sibaganding ini bisa dikembangkan lagi sehingga dapat menarik banyak pengunjung. Untuk itu, akan ada bantuan yang diberikan guna menunjang logistik pangan dan infrastruktur lainnya di kawasan wisata ini.

“Kita harusnya lebih memberikan perhatian lagi, karena objek wisata ini butuh ketersediaan adalah pakan untuk kera-kera. Nanti kita akan lihat peran Pemprovsu dan Kemenhut untuk memberikan bantuan,” ujarnya.

Ijeck juga mengapresiasi Abdurrahman pengelola kawasan wisata kera di Sibaganding. Abdurrahman merupakan anak dari almarhum Umar Manik, yang membuka kawasan wisata kera tersebut.

“Luar biasa Pak Abdurrahman. Sangat serius mengelola dan memelihara kera-kera dan juga siamang yang berada di kawasan ini. Ini merupakan salah satu objek wisata yang ada di kawasan Geopark Kaldera Toba. Para wisatawan juga bisa singgah sebentar untuk melihat kawasan wisata kera ini sebelum tiba di Parapat,” tambah Ijeck.

Abdurrahman Manik, pengelola kawasan tersebut mengatakan, dahulu di tahun 2000-an Taman Wisata Kera setiap bulannya ramai dikunjungi orang. Masyarakat menjadikan Taman Wisata Kera sebagai destinasi wisata lain sebelum ke Kota Wisata Parapat. Hal inilah yang menarik perhatian Pemkab Simalungun untuk ikut serta mengelola kawasan tersebut.

Namun seiring berjalannya waktu, Taman Wisata Kera mulai terabaikan dan kurang mendapat perawatan. Salahsatu penyebabnya karena semakin minimnya masyarakat yang berkunjung. Imbasnya, kera-kera yang selama ini dimanjakan dengan makanan yang diberikan oleh pengunjung, kehilangan makanannya.

“Makanya kita lihat sekarang ini banyak kera-kera yang turun ke jalan-jalan mencari makanan. Bahkan ada di antara mereka yang mati tertabrak. Kita kasihan, tapi juga tak bisa berbuat apa-apa karena tidak punya biaya untuk makanan mereka. Terkadang saya sama mamak harus kumpulkan pisang atau roti-roti bekas dari pajak untuk kasih makan mereka,” ujar Abdurahman.

Padahal, lanjut Abdurrahman, setelah menggantikan peran ayahnya, Umar Manik, yang mulai sakit-sakitan pada 2011, ia sangat berkeinginan untuk serius mengelola Taman Wisata Kera ini. Apalagi Taman Wisata Kera Sibaganding masuk kedalam Geo Area Porsea Geopark Kaldera Toba.

Abdurrahman sudah melekat betul dengan kawasan itu. Sewaktu Abdurrahman habis meniup tanduk kerbau, kera-kera pun satu-satu bermunculan.

Ali Imron, Kepala Seksi Program dan Evaluasi Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aek Nauli mengatakan, kawasan wisata kera ini lebih dulu ada ketimbang wisata trekking, camping dan penangkaran gajah Aek Nauli.

Menurut Imron, kera-kera tidak seharusnya berada di pinggir jalan menuju Parapat. Kera selayaknya berada di hutan. Untuk itu, taman kera diharapkan dapat menjadi tempat kembali kera-kera yang berada di pinggir jalan itu. “Harapannya, kera dan monyet di pinggir jalan itu kembali ke hutan,” kata Imron. (rel/prn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/