31 C
Medan
Wednesday, July 3, 2024

Rakyat Berhak Dilayani

Anggaran Kesehatan Minim, Negara Digugat

Dianggap tidak peduli dengan rakyatnya, negara digugat koalisi LSM. Benarkah generasi Indonesia mendatang tidak akan lebih baik dari rakyat Timor Leste yang baru resmi merdeka 20 Mei 2002?

Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang pleno lanjutan uji materi Undang-Undang (UU) No 11 Tahun 2011 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) Tahun Anggaran 2011. Judicial review itu diajukan oleh beberapa LSM yang tergabung dalam Koalisi APBN untuk Kesejahteraan Rakyat.

Koalisi yang terdiri dari Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) dan Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS) itu menilai postur APBN-P 2011 masih jauh dari semangat konstitusi untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Contoh anggaran kesehatan di luar komponen gaji yang hanya dialokasikan sebesar Rp24,98 triliun atau 1,89 persen dari total APBN 2011.

Dalam sidang dengan agenda mendengarkan keterangan ahli dan pihak pemerintah itu, Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Prof Hasbullah Thabrany, berpendapat komitmen pemerintah memang sangat rendah dalam membiayai pelayanan kesehatan masyarakat karena hanya menganggarkan kurang dari 2 persen dalam APBN.

“Anggaran kesehatan kita masih jauh dibandingkan negara-negara lain. Seperti Malaysia, Thailand, dan Timor Leste yang telah mengganggarkan dana kesehatan 12 persen. Maka, jangan heran jika nanti Timor Leste akan memiliki generasi yang lebih baik  daripada kita,” kata Hasbullah, saat memberi keterangan ahli, di ruang sidang MK, kemarin (30/11).

Menurutnya, konsep pelayanan kesehatan di Indonesia , pemerintah tidak melayani dan menyehatkan rakyatnya, tetapi “berjualan” pelayanan kesehatan. “Seharusnya rakyat harus dilayani, bukan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan rakyat harus bayar seperti konsep berjualan yang belakangan ini semakin dominan di Indonesia ,” ujarnya dalam sidang pleno yang diketuai Mahfud MD itu.

Sebab, lanjut Hasbullah, hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadai terkait dengan hak untuk hidup. Misalnya, jika seseorang membutuhkan perawatan Intensive Care Unit (ICU) atau operasi, tetapi tidak memiliki uang muka, tentu ia tidak dapat pelayanan yang memadai.

“Faktanya, meski di rumah sakit pemerintah kalau tidak ada uang muka untuk kelas dua ke atas, pelayanan tidak diberikan. Padahal dalam kondisi mengancam keselamatan rakyat. Apakah ini bukan ‘pembunuhan’?” tegasnya.
Dia juga membantah pernyataan pejabat pemerintah bahwa yang berhak atas jaminan pelayanan kesehatan hanya fakir miskin dan anak-anak telantar. Karena, masalah hidup mati tak hanya mengancam rakyat pra sejahtera.

“Dalam UUD 1945 yang lama memang Jamkesmas itu diperuntukkan masyarakat yang secara ekonomi menengah kebawah. Tetapi dalam Pasal 34 ayat (2), (3) UUD 1945 amandemen justru menginginkan hak jaminan kesehatan untuk seluruh rakyat. Artinya (seluruh) itu tidak boleh dipilah antara miskin dan kaya, tapi selama dia warga negara Indonesia, maka berhak mendapatkan jaminan kesehatan dari pemerintah,” dalihnya.

Hasbullah menambahkan, pemerintah boleh saja memberikan subsidi BBM. Tetapi, tidak berarti harus mengenyampingkan kesehatan yang juga menjadi hak rakyat. Sebab hal itu mengakibatkan SDM bangsa Indonesia yang kurang produktif, kompetitif dan kreatif.(ris/jpnn)

Posyandu Jangan hanya Timbang Bayi

Selama ini, Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) sekadar tempat pemeriksaan kesehatan ibu hamil dan timbang bayi. Padahal, Posyandu bisa memiliki peran lebih luas. Revitalisasi Posyandu inilah yang sedang digalakkan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).

’’Menyadari permasalahan ini, BKKBN bekerjasama dengan TP PKK (Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga) pusat road show ke beberapa wilayah di Indonesia yang kami anggap mendesak,’’ tutur Kepala BKKBN
Sugiri Syarief di sela-sela roadshow dan dialog revitalisasi Posyandu di Desa Bojong, Cikembar, Sukabumi, Jawa Barat, Rabu (30/11). ’’Sebenarnya permasalahan pokoknya bukan pada ketersediaan makanan bergizi. Tetapi menyangkut pola hidup sehat. Makanya kita road show ini untuk mengetahui apa sebenarnya yang menjadi kendala Posyandu di daerah. Sekalian kami minta supaya kadernya bisa bekerja maksimal,’’ tandasnya.

Sugiri menarget, 2015 mendatang semua posyandu di Indonesia sudah mandiri. Mampu menjalankan fungsinya secara maksimal. Berada di baris terdepan sebelum ke puskesmas dan rumah sakit. Hal senada disampaikan Ketua TP PKK Vita Gamawan Fauzi. Meski masih banyak kekurangan, dia mengaku bersyukur karena banyak posyandu mulai berbenah. Termasuk di Sukabumi. Salah satu indikatornya, berupa perhatian Pemerintah Daerah untuk para kader dalam bentuk insentif. Meski jumlahnya tak seberapa, cukup membantu dan membangun motivasi kader. ’’Posyandu harus bisa berfungsi sesuai namanya, yakni memberikan pelayanan terpadu. Jadi revitalisasi Posyandu ini harus berlaku mulai nasional hingga desa dan RT,’’ katanya. (yes/jpnn)

Anggaran Kesehatan Minim, Negara Digugat

Dianggap tidak peduli dengan rakyatnya, negara digugat koalisi LSM. Benarkah generasi Indonesia mendatang tidak akan lebih baik dari rakyat Timor Leste yang baru resmi merdeka 20 Mei 2002?

Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang pleno lanjutan uji materi Undang-Undang (UU) No 11 Tahun 2011 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) Tahun Anggaran 2011. Judicial review itu diajukan oleh beberapa LSM yang tergabung dalam Koalisi APBN untuk Kesejahteraan Rakyat.

Koalisi yang terdiri dari Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) dan Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS) itu menilai postur APBN-P 2011 masih jauh dari semangat konstitusi untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Contoh anggaran kesehatan di luar komponen gaji yang hanya dialokasikan sebesar Rp24,98 triliun atau 1,89 persen dari total APBN 2011.

Dalam sidang dengan agenda mendengarkan keterangan ahli dan pihak pemerintah itu, Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Prof Hasbullah Thabrany, berpendapat komitmen pemerintah memang sangat rendah dalam membiayai pelayanan kesehatan masyarakat karena hanya menganggarkan kurang dari 2 persen dalam APBN.

“Anggaran kesehatan kita masih jauh dibandingkan negara-negara lain. Seperti Malaysia, Thailand, dan Timor Leste yang telah mengganggarkan dana kesehatan 12 persen. Maka, jangan heran jika nanti Timor Leste akan memiliki generasi yang lebih baik  daripada kita,” kata Hasbullah, saat memberi keterangan ahli, di ruang sidang MK, kemarin (30/11).

Menurutnya, konsep pelayanan kesehatan di Indonesia , pemerintah tidak melayani dan menyehatkan rakyatnya, tetapi “berjualan” pelayanan kesehatan. “Seharusnya rakyat harus dilayani, bukan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan rakyat harus bayar seperti konsep berjualan yang belakangan ini semakin dominan di Indonesia ,” ujarnya dalam sidang pleno yang diketuai Mahfud MD itu.

Sebab, lanjut Hasbullah, hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadai terkait dengan hak untuk hidup. Misalnya, jika seseorang membutuhkan perawatan Intensive Care Unit (ICU) atau operasi, tetapi tidak memiliki uang muka, tentu ia tidak dapat pelayanan yang memadai.

“Faktanya, meski di rumah sakit pemerintah kalau tidak ada uang muka untuk kelas dua ke atas, pelayanan tidak diberikan. Padahal dalam kondisi mengancam keselamatan rakyat. Apakah ini bukan ‘pembunuhan’?” tegasnya.
Dia juga membantah pernyataan pejabat pemerintah bahwa yang berhak atas jaminan pelayanan kesehatan hanya fakir miskin dan anak-anak telantar. Karena, masalah hidup mati tak hanya mengancam rakyat pra sejahtera.

“Dalam UUD 1945 yang lama memang Jamkesmas itu diperuntukkan masyarakat yang secara ekonomi menengah kebawah. Tetapi dalam Pasal 34 ayat (2), (3) UUD 1945 amandemen justru menginginkan hak jaminan kesehatan untuk seluruh rakyat. Artinya (seluruh) itu tidak boleh dipilah antara miskin dan kaya, tapi selama dia warga negara Indonesia, maka berhak mendapatkan jaminan kesehatan dari pemerintah,” dalihnya.

Hasbullah menambahkan, pemerintah boleh saja memberikan subsidi BBM. Tetapi, tidak berarti harus mengenyampingkan kesehatan yang juga menjadi hak rakyat. Sebab hal itu mengakibatkan SDM bangsa Indonesia yang kurang produktif, kompetitif dan kreatif.(ris/jpnn)

Posyandu Jangan hanya Timbang Bayi

Selama ini, Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) sekadar tempat pemeriksaan kesehatan ibu hamil dan timbang bayi. Padahal, Posyandu bisa memiliki peran lebih luas. Revitalisasi Posyandu inilah yang sedang digalakkan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).

’’Menyadari permasalahan ini, BKKBN bekerjasama dengan TP PKK (Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga) pusat road show ke beberapa wilayah di Indonesia yang kami anggap mendesak,’’ tutur Kepala BKKBN
Sugiri Syarief di sela-sela roadshow dan dialog revitalisasi Posyandu di Desa Bojong, Cikembar, Sukabumi, Jawa Barat, Rabu (30/11). ’’Sebenarnya permasalahan pokoknya bukan pada ketersediaan makanan bergizi. Tetapi menyangkut pola hidup sehat. Makanya kita road show ini untuk mengetahui apa sebenarnya yang menjadi kendala Posyandu di daerah. Sekalian kami minta supaya kadernya bisa bekerja maksimal,’’ tandasnya.

Sugiri menarget, 2015 mendatang semua posyandu di Indonesia sudah mandiri. Mampu menjalankan fungsinya secara maksimal. Berada di baris terdepan sebelum ke puskesmas dan rumah sakit. Hal senada disampaikan Ketua TP PKK Vita Gamawan Fauzi. Meski masih banyak kekurangan, dia mengaku bersyukur karena banyak posyandu mulai berbenah. Termasuk di Sukabumi. Salah satu indikatornya, berupa perhatian Pemerintah Daerah untuk para kader dalam bentuk insentif. Meski jumlahnya tak seberapa, cukup membantu dan membangun motivasi kader. ’’Posyandu harus bisa berfungsi sesuai namanya, yakni memberikan pelayanan terpadu. Jadi revitalisasi Posyandu ini harus berlaku mulai nasional hingga desa dan RT,’’ katanya. (yes/jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/