JAKARTA – Tertangkapnya Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), ternyata tidak terlalu mengejutkan Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePi), Jeirry Sumampouw.
Pasalnya kata Jeirry, ia dan sejumlah penggiat demokrasi di Indonesia, sudah sejak lama mencurigai lembaga tersebut tidak lagi steril sebagai benteng terakhir penegak konstitusi di tanah air. Terutama terkait putusan-putusan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) kepala daerah yang banyak di tangani lembaga ini.
“Kita melihat selama ini putusan-putusan MK sudah tak lagi konsisten dan cenderung memihak. Jadi memang kecurigaan kita bahwa praktik politik uang selama ini juga sudah masuk MK,” ujarnya di Jakarta, Kamis (3/10).
Namun meski kecurigaan sudah cukup lama membayangi, Jeirry mengaku dirinya dan sejumlah penggiat demokrasi lain belum dapat berbuat banyak. Karena diakui untuk mengungkap kecurigaan tidak mudah.
“Tapi dengan kasus AM ini, melegitimasi kecurigaan yang selama ini sudah ada terhadap MK,” katanya.
Akil diketahui tertangkap tangan di rumah dinasnya, di Bilangan Widya Chandra, Jakarta, Rabu (2/10) malam. Bersamanya KPK turut mengamankan seorang anggota DPR berinisial CHN, seorang kepala daerah dan seorang pengusaha.
Selain itu juga turut diamankan sejumlah uang dengan total nilai sekitar Rp 2-3 miliar. Diduga uang tersebut digunakan sebagai suap terkait penanganan sebuah kasus Pilkada di Kalimantan Tengah.(gir/jpnn)
JAKARTA – Tertangkapnya Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), ternyata tidak terlalu mengejutkan Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePi), Jeirry Sumampouw.
Pasalnya kata Jeirry, ia dan sejumlah penggiat demokrasi di Indonesia, sudah sejak lama mencurigai lembaga tersebut tidak lagi steril sebagai benteng terakhir penegak konstitusi di tanah air. Terutama terkait putusan-putusan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) kepala daerah yang banyak di tangani lembaga ini.
“Kita melihat selama ini putusan-putusan MK sudah tak lagi konsisten dan cenderung memihak. Jadi memang kecurigaan kita bahwa praktik politik uang selama ini juga sudah masuk MK,” ujarnya di Jakarta, Kamis (3/10).
Namun meski kecurigaan sudah cukup lama membayangi, Jeirry mengaku dirinya dan sejumlah penggiat demokrasi lain belum dapat berbuat banyak. Karena diakui untuk mengungkap kecurigaan tidak mudah.
“Tapi dengan kasus AM ini, melegitimasi kecurigaan yang selama ini sudah ada terhadap MK,” katanya.
Akil diketahui tertangkap tangan di rumah dinasnya, di Bilangan Widya Chandra, Jakarta, Rabu (2/10) malam. Bersamanya KPK turut mengamankan seorang anggota DPR berinisial CHN, seorang kepala daerah dan seorang pengusaha.
Selain itu juga turut diamankan sejumlah uang dengan total nilai sekitar Rp 2-3 miliar. Diduga uang tersebut digunakan sebagai suap terkait penanganan sebuah kasus Pilkada di Kalimantan Tengah.(gir/jpnn)