Buku-buku karya Dahlan Iskan diminati karena dinilai inspiratif. Ganti Hati yang kali pertama diterbitkan lima tahun silam pun masih dicari.
BUKAN obat-obatan yang dibawa M. Alwi sebagai kado bagi saudaranya yang tengah sakit liver di Bogor. Melainkan buku ‘’Ganti Hati’’ karya Dahlan Iskan yang dibelinya di Gramedia Jalan Basuki Rahmat, Surabaya, Selasa (28/2).
Alwi percaya, inspirasi dari Ganti Hati yang bercerita tentang masa-masa kritis Dahlan gara-gara kanker hati hingga saat dia sukses menjalani transplantasi di Tiongkok bakal memberikan kekuatan kepada sang saudara. ’’Lewat buku ini, saya ingin menghibur dan memberikan kekuatan kepada saudara saya,’’ katanya kepada Jawa Pos (grup Sumut Pos).
‘’Ganti Hati’’ sebenarnya diterbitkan kali pertama pada 2007 oleh JP Books dan sukses besar. Kalau kemudian buku yang ditulis Dahlan dengan gaya bahasa jurnalistik yang cair tersebut hadir lagi di rak berbagai toko buku tanah air hari-hari ini, itu tak lepas dari larisnya buku terbaru mantan CEO Jawa Pos itu, ‘’Dua Tangis dan Ribuan Tawa’’.
Pertama diluncurkan November 2011, ‘’Dua Tangis’’ yang merupakan kumpulan tulisan Dahlan selama menjabat Dirut PLN itu mampu menembus angka penjualan 25 ribu eksemplar hingga Januari lalu. Buku itu pun dinobatkan sebagai best seller nasional bulan Januari.
Memasuki Februari, catatan di jaringan Toko Buku Gramedia menunjukkan bahwa ‘’Dua Tangis’’ terus diminati pembeli serta meraup penjualan hingga 11 ribu eksemplar dan terus naik. ’’Posisinya masih bersaing di top ten buku laris selama Februari. Penjualannya masih mantap,’’ tegas Assistant Marketing Communication Manager Penerbit Gramedia Budiyana.
Saking larisnya, penerbit sampai harus mencetak ulang lima kali. ’’Sekarang sudah siap-siap mau cetak ulang keenam,’’ tutur Budi. Jika cetak ulang dilakukan hingga enam kali dalam tiga bulan, berarti rata-rata tiap bulan buku ‘’Dua Tangis’’ dicetak ulang dua kali. Standarnya, penerbit memproduksi 3 ribu eksemplar untuk sekali cetak. Tetapi, khusus untuk buku karya mantan wartawan Tempo tersebut, penerbit sampai harus menggenjot hingga 10 ribu eksemplar tiap cetak. Tujuannya, stok buku tetap tersedia demi memenuhi permintaan pembeli yang gila-gilaan.
’’Stok menipis saja tidak boleh, apalagi habis. Saya order khusus, setiap cetak harus 10 ribu. Tidak boleh kurang,’’ tegas Budi. Karena itu, setiap hari Budi sampai harus berkeliling Toko Buku Gramedia di kawasan Jabodetabek buat memastikan stok tersedia. Sebab, jangan sampai permintaan masyarakat tak terpenuhi. Hal tersebut, jelas Budi, bisa mengakibatkan lost opportunity!
Toko Buku Gramedia juga memperlakukan buku-buku karya menteri BUMN itu secara spesial. Di Toko Buku Gramedia Pondok Indah Mall (PIM), misalnya, buku-buku pria kelahiran Magetan tersebut dipajang rapi tepat di depan pintu masuk toko. Tata letak pintu depan didesain sedemikian rupa untuk mengantarkan pengunjung langsung melintas di rak khusus yang memajang buku-buku itu.
Karenanya, hampir semua pengunjung yang baru masuk mampir sejenak di booth tersebut. Mereka membolak-balik cover depan-belakang dan berlanjut ke daftar isi. Beberapa orang menyempatkan diri membaca tuntas kata pengantar buku tersebut sebelum akhirnya menjinjingnya ke kasir.
Berdasar pengamatan wartawan yang berkunjung pada pukul 12.00 awal bulan ini, selama setengah jam saja ada 23 orang yang berhenti di booth itu. Sebanyak 12 orang di antara mereka membolak-balik buku dan 7 orang membawa karya tersebut ke kasir. Kebanyakan membeli ‘’Dua Tangis’’ dan ‘’Ganti Hati’’ yang diterbitkan PT Elex Media Komputindo.
Kebanyakan yang penasaran dengan buku-buku karya Dahlan adalah ibu-ibu, bapak-bapak, hingga anak muda yang menjelang usia 30 tahun. ’’Yang suka dengan buku Pak Dahlan memang orang-orang dewasa. Bukan anak-anak gaul atau anak alay,” kata Budi di toko buku.
Dia mengakui buku Steve Jobs terbitan Mizan hanya mampu terjual 5 ribu-6 ribu pada Desember 2011. Padahal, Gramedia sudah melakukan active selling. Caranya, merekomendasikan buku-buku itu saat pengunjung di kasir. Untuk buku Dahlan berjudul ‘’Dua Tangis’’ dan ‘’Ribuan Tawa’’, papar Budi, juga dilakukan active selling. Tetapi, respons terhadapnya jauh lebih gila. Hasil active selling Dua Tangis mencapai 10 ribu eksemplar. Dua kali lipat jika dibandingkan dengan buku mendiang pendiri Apple Inc. itu.
Active selling merupakan model penjualan yang dilakukan Toko Buku Gramedia. Teknisnya, merekomendasikan buku di kasir, mengerahkan pegawai toko buku untuk berpromosi langsung kepada pengunjung, serta memajangnya di pilar dan rak best seller.
Tidak sembarang buku dimasukkan ke program active selling. Gramedia, jelas Budi, harus memastikan bahwa isi buku sangat menginspirasi. Selain itu, potensi buku untuk menjadi laris harus bagus. ’’Kami yakin dengan ketokohan beliau dan konten tulisan, dukungan active selling membuat buku-bukunya laris,’’ imbuh dia.
Budi yakin bahwa buku-buku Dahlan juga akan menyalip kesuksesan ‘’Laskar Pelangi’’ karya Andrea Hirata dan ‘’Harry Potter’’ karya J.K. Rowling. Dua buku tersebut, papar dia, memerlukan waktu cukup lama untuk bisa laris. ‘’Laskar Pelangi’’, contohnya, butuh waktu lebih dari setahun untuk bisa mencapai penjualan 500 ribu eksemplar. ’’Kalau saja setiap tampil di televisi Pak Dahlan mau sedikit saja membahas bukunya, pasti lebih laris lagi,’’ ungkap dia sembari tersenyum.
Tetapi, seperti diketahui selama ini, Dahlan tak pernah mau melakukan itu. Setiap tampil di televisi, dia berkonsentrasi membicarakan upaya pembenahan terhadap perusahaan-perusahaan milik pemerintah yang sedang sekarat sesuai tugasnya sebagai menteri BUMN. ’’Seandainya Pak Dahlan mau bikin acara talkshow soal bukunya, lebih gila lagi penjualannya,’’ ucap Budi.
Antusiasme serupa bisa ditemui di Toko Buku Gramedia Gandaria City. Di toko buku yang bertempat di mal anyar itu, buku Dahlan diletakkan di pilar-pilar bertulisan best seller tujuh rak. Bahkan, di Toko Buku Gramedia Bintaro, terdapat rak dan booth khusus. (c1/ary/jpnn)
Tiga Buku di Bursa Best Seller
DAHLAN Iskan terus mencatatkan namanya dalam daftar penulis buku best seller di Indonesia. Kali ini, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu siap menggebrak dengan tiga buku sekaligus.
Pada Rabu (29/2) Dahlan hadir dalam acara launching buku terbarunya, ‘’Tidak Ada Yang Tidak Bisa’’ serta relaunching dua bukunya ‘’Ganti Hati’’, ‘’Tantangan Menjadi Menteri’’, dan ‘’Dua Tangis dan Ribuan Tawa’’, di acara Kompas Gramedia Fair di Istora Senayan, Jakarta.
’’Agustus tahun ini genap lima tahun saya ganti hati. Periode lima tahun pertama ini merupakan tahap kritis bagi orang yang melakukan transplantasi. Mohon doanya agar saya bisa tetap sehat,’’ ujarnya di awal acara.
Acara yang dihadiri ratusan pengunjung itu kemarin juga turut dihadiri mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, pimpinan Kompas Gramedia Raden Pardede, dan wartawan senior Budiarto Shambazy. Tak ketinggalan, Bos Kompas Gramedia Jacob Oetama.
Mengenai tiga bukunya, Dahlan mengatakan ada ceritanya sendiri. Untuk ‘’Ganti Hati’’ serta ‘’Dua Tangis dan Ribuan Tawa’’, sebenarnya tidak ada niat untuk menjadikan itu sebagai buku. Tulisan tentang kisah dia dalam menjalani transplantasi hati di Tiongkok itu dipicu kekhawatirannya atas kemungkinan perubahan setelah ganti hati.
’’Saat itu saya khawatir, jangan-jangan setelah ganti hati kemampuan menulis saya hilang. Maka, beberapa hari setelah operasi saya minta laptop ke istri, kemudian nulis. Eh, ternyata kok masih bisa nulis seperti dulu,’’ katanya. Tulisan itu selanjutnya dimuat secara bersambung di Jawa Pos, kemudian diterbitkan menjadi sebuah buku.
Mengenai buku ‘’Dua Tangis dan Ribuan Tawa’’, awalnya itu merupakan CEO Note yang ditulis Dahlan ketika menjadi Dirut PT PLN. CEO Note itu ditulis sebagai jembatan komunikasi antara pimpinan PLN dan puluhan ribu karyawannya. ’’Awalnya, CEO Note itu beredar di lingkup internal PLN, tapi akhirnya menyebar keluar dan kini diterbitkan menjadi buku,’’ tuturnya.
Nah, buku ketigalah yang benar-benar dipersiapkan Dahlan untuk menjadi sebuah buku. ‘’Tidak Ada Yang Tidak Bisa’’ merupakan tulisan Dahlan tentang kisah Karmaka Surjaudaja, pendiri Bank NISP (kini OCBC NISP) yang juga bernasib sama dengan Dahlan, menjalani transplantasi hati. ’’Bahkan, Pak Karmaka ini lebih dramatis karena beliau menjalani dobel transplantasi. Yakni, ganti hati dan ganti ginjal,’’ katanya. (owi/c4/nw/jpnn)