Site icon SumutPos

Dari 130 Algojo, Ada 30 Peluru Tajam

 

AFP PHOTO
Terpidana mati Duo Bali, Myuran Sukumaran, dibawa menuju Nusa Kambangan.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Terpidana mati gembong narkoba yang akan dieksekusi dalam waktu dekat hampir pasti berjumlah 10 orang. Pasalnya, pihak kepolisian sudah menyiapkan 130 personel yang diplot sebagai algojo.

Sesuai ketentuan, satu regu penembak terdiri dari 13 orang. Yaitu, satu komandan regu dan dua belas anggota. Satu regu tembak ini bertugas untuk menembak satu terpidana mati. Bila ada 130 personel regu tembak atau 10 regu tembak, dapat diartikan bahwa kemungkinan besar terpidana mati yang akan dieksekusi berjumlah 10 orang.

Wakapolri Komjen Badrodin Haiti menjelaskan, nantinya dalam satu regu, dua belas anggota akan dibekali masing-masing sepucuk senjata laras panjang. Tiga di antaranya berisi peluru tajam, dan sembilan lainnya berisi peluru hampa. “Satu komandan tidak perlu senjata laras panjang,” beber Wakapolri Komjen Badrodin Haiti, usai sidang kabinet paripurna, di komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, kemarin (4/3).

Namun, saat ditanya bila ada 10 regu tembak, maka terpidana mati yang akan dieksekusi jumlahnya juga 10, Badrodin enggan menjawabnya. “Saya hanya soal regu tembak, yang pasti sepuluh regu yang sudah disiapkan, sepuluh kali 13, jadi 130 personel,” tegasnya.

Dia menambahkan, satu regu penembak itu akan dibantu dengan tim pengaman. Total jumlahnya 120 personel. “Jadi, yang kami siapkan seluruhnya sekitar 250 personel,” tegasnya.

Para personel polisi yang akan dilibatkan dalam proses eksekusi itu, kini sudah dalam posisi standy. Mereka yang direkrut dari polisi di lingkungan Polda Jawa Tengah itu telah berada di Nusakambangan. “Tidak ada hambatan soal regu tembak,” tegasnya.

Sementara pemindahan terpidana mati juga terus berlangsung. Jaksa Agung HM Prasetyo menuturkan, pemindahan terus dilakukan hingga semua terpidana berada di Nusakambangan. Soal butuh waktu berapa hari, belum bisa disebutkan. “Kami belum bisa sebut waktu yang diperlukan untuk pemindahan,” jelasnya.

Terkait kemungkinan eksekusi dilakukan tiga hari pascapemindahan, dia menjelaskan bahwa sampai saat ini belum diputuskan kapan waktu pelaksanaan eksekusi tersebut. Rencananya, keputusan soal waktu itu baru diambil saat semua terpidana mati telah berkumpul di penjara dengan tingkat keamanan supermaksimum itu. “Kalau sudah sampai Nusakambangan, baru diambil keputusan waktu terbaik eksekusi kapan,” jelasnya.

Yang pasti, saat ini sudah ada tiga terpidana mati yang sudah berada di Nusakambangan. Yakni, Duo Bali Nine Andrew Chan dan Myuran Sukumaran, serta Terpidana Mati Asal Nigeria Raheem Abagje. Pemindahan dilakukan dini hari, berarti kurang terpidana mati dari Palembang, Jogja, dan Tangerang,” terangnya.

AFP PHOTO
Terpidana mati Duo Bali, Andrew Chan (di tangga pesawat) saat tiba di Cilacap dalam perjalanan ke Nusa Kambangan.

Masalahnya, ada kemungkinan pemindahan terpidana mati lain mengalami hambatan. Pasalnya, ada sejumlah terpidana mati yang berupaya menghindari eksekusi dengan menggunakan jalur hukum. Misalnya, Terpidana Mati di Lapas Jogja asal Filipina Mary Jane yang mengajukan peninjauan kembali (PK). Ada juga Terpidana Mati asal Prancis Sergei Areski Atlaoui yang juga mengajukan PK. “PK ini tidak lazimlah,” ujarnya.

Bahkan, ada sejumlah terpidana mati yang juga mengajukan gugatan PTUN pada keputusan presiden (Keppres) yang menolak grasi. Setelah duo Bali Nine, Raheem Abagje terpidana mati asal Nigeria juga mengajukan gugatan PTUN. “Gugatan ke PTUN itu juga agak aneh,” paparnya.

Saat ditanya apakah proses hukum yang ditempuh terpidana mati akan membuat Kejagung menunda eksekusi, Jaksa Agung terlihat gamang. Menurut dia, pihaknya tidak bisa banyak bicara, Kejagung membutuhkan waktu untuk melihat kondisi. “Kita lihat nanti semua harus dipelajari, kami juga harus berhati-hati,” terangnya. (idr/dyn/bil/ken/owi/jpnn/rbb)

Exit mobile version