Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menanggapi keras, perihal pendataaan yang dilakukan Badan Kepegawaian Negara (BKN), terkait tingginya jumlah PNS aktif yang berstatus terpidana korupsi. Sebab, dari data yang sempat disampaikan BKN, tercatat sebanyak 2.357 PNS terpidana korupsi masih terdaftar sebagai pegawai aktif.
Juru Bicara KPK, Febri Diansyah menuturkan, pihaknya meminta para Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK), mulai dari menteri di tingkat kementerian, gubernur di tingkat provinsi, hingga bupati wali kota di tingkat kabupaten kota, yang memiliki PNS aktif berstatus terpidana korupsi, untuk segera memberikan sikap terhadap PNS tersebut.
“Kami minta para PPK tidak bersikap toleran atau kompromi, dengan pelaku korupsi,” tegas Febri, Rabu (5/9).
Mantan aktivis ICW ini, juga mengatakan, peran PPK dalam menindak PNS aktif berstatus terpidana korupsi itu, sangat krusial. Sebab, jika PNS tersebut hanya dilakukan pemblokiran terhadap rekening gaji yang ia miliki, maka hal itu hanya berdampak pada proses promosinya semata.
Sedangkan negara masih membayar gaji 2.357 PNS tersebut, selama status mereka masih aktif. Pembayaran gaji baru berhenti saat status PNS tersebut telah dipecat.
“Untuk pemblokiran (hanya) berdampak pada proses kepegawaiannya, seperti kenaikan pangkat, promosi, mutasi menjadi terhenti. Namun pem bayaran gaji tidak dapat dihentikan sampai adanya keputusan pemberhentian PNS/ASN tersebut,” jelas Febri.
Sebelumnya, sebanyak 2.357 koruptor masih berstatus pegawai negeri sipil. Padahal, perkara mereka sudah berkekuatan hukum tetap. Data tersebut diungkap Kepala BKN Bima Haria Wibisana. Data itu diperoleh BKN dari penelusuran di Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM.
Sementara itu, sebanyak 317 koruptor lainnya, sudah diberhentikan tidak hormat sebagai PNS, setelah putusan pengadilan mereka berkekuatan hukum tetap.
“Data ini masih akan terus berkembang sesuai dengan verifikasi dan validasi lanjutan,” ungkap Bima dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (4/9) lalu.
Temuan ini, lanjut Bima, berawal pada upaya BKN melaksanakan pendataan ulang Pegawai Negeri Sipil (PUPNS) 2015, untuk mendapatkan data akurat, terintegrasi untuk mendukung pengelolaan dan pengembangan sistem informasi kepegawaian. Dari penelusuran itu, ada sekitar 97.000 PNS yang tidak mengisi PUPNS tersebut. Setelah dilakukan penelusuran, mereka yang tidak mengisi PUPNS disebabkan berbagai hal, satu di antaranya terkait tindak pidana korupsi.
Menurut Bima, untuk menekan potensi kerugian negara terkait hal ini, BKN memblokir data PNS pada data kepegawaian nasional. Selain itu, BKN juga terus melanjutkan verifikasi dan validasi data yang telah ada ataupun pada data-data baru nanti, bersama instansi-instansi lainnya. “BKN berharap, masalah ini dapat diselesaikan pada akhir tahun ini,” harapnya.
BKN juga akan berkoordinasi dengan KPK, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi untuk mendukung upaya pencegahan korupsi yang lebih fokus dan terukur. (ce1/ipp/jpc/saz)