Bank Indonesia kembali memperketat aturan rasio kredit terhadap nilai agunan dengan tujuan untuk melindungi konsumen yang ingin mengambil kredit perumahan. Dalam aturan itu, BI melarang perbankan mengucurkan kredit bila dalam status inden atau rumah belum dibangun pengembang. Bank hanya boleh mengucurkan KPR bila rumah itu sudah dibangun, tetapi BI masih memperbolehkan KPR untuk rumah pertama yang berupa rumah inden, dengan syarat pencairan kredit dilakukan secara bertahap sesuai dengan progress pembangunan kostruksi properti. Misalnya bila proses konstruksi telah selesai 50 persen maka kredit yang dicairkan juga 50 persen, jika selesai 80 persen maka kredit yang dicairkan pun 80 persen dan seterusnya.
Menanggapi hal ini, Ketua Umum DPD Real Estat Indonesia (REI) Sumut, Tomi Wistan mengatakan jika BI membuat aturan tersebut untuk mencegah spekulasi kepemilikan rumah agaknya keliru, “Anggap saja BI ingin memberantas spekulasi di sistem KPR, tetapi saya rasa para spekulan tak bermain di sistem KPR. Pembeli akan rugi membeli properti lewat KPR jika tujuannya untuk aksi spekulatif. Apalagi bunga KPR sudah naik seiring naiknya BI Rate “katanya.
BI memberlakukan sistem seperti itu untuk mencegah membengkaknya kredit KPR di Bank sementara rumah belum jadi dianggap Tomi memang baik adanya. Tetapi, kata Tomi aturan KPR Inden yang dibuat harus segera diperjelas supaya pengembang dan masyarakat faham apa yang dimaksud oleh BI. Sebab, di situasi melambatnya pertumbuhan sektor properti di semua daerah akibat kenaikan BBM dan melemahnya rupiah saja sudah membuat sektor properti belum dapat menyesuaikan diri.
Dikatakan Tomi lebih lanjut, dampak ini secara tak langsung akan berdampak pada sektor properti. Sebab, sudah menjadi kebiasaan pengembang untuk menjual rumah sebelum dibangun. Tentu saja untuk rumah pertama, jika sistem pencairan kredit KPR harus sebanding dengan pembangunan unit rumah, maka agak memberatkan. Sebab, hal ini dapat menghambat gairah pengembang untuk membangun.
“Untuk rumah pertama, jika diterapkan maka akan membuat perlambatan sektor properti semakin menjadi-jadi. Alhasil turut menghambat orang yang belum punya rumah untuk memiliki rumah,”jelas Tomi.(mag-9)
MEDAN-
Bank Indonesia kembali memperketat aturan rasio kredit terhadap nilai agunan dengan tujuan untuk melindungi konsumen yang ingin mengambil kredit perumahan. Dalam aturan itu, BI melarang perbankan mengucurkan kredit bila dalam status inden atau rumah belum dibangun pengembang. Bank hanya boleh mengucurkan KPR bila rumah itu sudah dibangun, tetapi BI masih memperbolehkan KPR untuk rumah pertama yang berupa rumah inden, dengan syarat pencairan kredit dilakukan secara bertahap sesuai dengan progress pembangunan kostruksi properti. Misalnya bila proses konstruksi telah selesai 50 persen maka kredit yang dicairkan juga 50 persen, jika selesai 80 persen maka kredit yang dicairkan pun 80 persen dan seterusnya.
Menanggapi hal ini, Ketua Umum DPD Real Estat Indonesia (REI) Sumut, Tomi Wistan mengatakan jika BI membuat aturan tersebut untuk mencegah spekulasi kepemilikan rumah agaknya keliru, “Anggap saja BI ingin memberantas spekulasi di sistem KPR, tetapi saya rasa para spekulan tak bermain di sistem KPR. Pembeli akan rugi membeli properti lewat KPR jika tujuannya untuk aksi spekulatif. Apalagi bunga KPR sudah naik seiring naiknya BI Rate “katanya.
BI memberlakukan sistem seperti itu untuk mencegah membengkaknya kredit KPR di Bank sementara rumah belum jadi dianggap Tomi memang baik adanya. Tetapi, kata Tomi aturan KPR Inden yang dibuat harus segera diperjelas supaya pengembang dan masyarakat faham apa yang dimaksud oleh BI. Sebab, di situasi melambatnya pertumbuhan sektor properti di semua daerah akibat kenaikan BBM dan melemahnya rupiah saja sudah membuat sektor properti belum dapat menyesuaikan diri.
Dikatakan Tomi lebih lanjut, dampak ini secara tak langsung akan berdampak pada sektor properti. Sebab, sudah menjadi kebiasaan pengembang untuk menjual rumah sebelum dibangun. Tentu saja untuk rumah pertama, jika sistem pencairan kredit KPR harus sebanding dengan pembangunan unit rumah, maka agak memberatkan. Sebab, hal ini dapat menghambat gairah pengembang untuk membangun.
“Untuk rumah pertama, jika diterapkan maka akan membuat perlambatan sektor properti semakin menjadi-jadi. Alhasil turut menghambat orang yang belum punya rumah untuk memiliki rumah,”jelas Tomi.(mag-9)